KPK Gandeng CPIB Singapura Tangani Kasus BLBI Sjamsul Nursalim

12 Juni 2019 15:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Sjamsul Nursalim. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sjamsul Nursalim. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menjalin kerja sama dengan pihak Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura dalam penanganan kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus itu menjerat pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim.
ADVERTISEMENT
"Sudah jelas itu kerja sama nanti (kita lihat) bagaimana mereka bisa bantu kita. Mereka welcome kok, Pak Laode (Laode M. Syarif) sudah dua kali ke sana ketemu," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Rabu (12/6).
KPK sebelumnya menyebut bahwa Sjamsul dan Itjih saat ini telah berstatus sebagai permanent resident di Singapura. KPK juga sempat beberapa kali mengirimkan surat panggilan ke kediaman Sjamsul di Singapura. Namun, Sjamsul tak pernah memenuhi panggilan itu.
Bila nantinya tetap tidak bisa dihadirkan, maka KPK akan menyiapkan opsi in absentia, yakni sidang tanpa kehadiran terdakwa. Saut menyebut ada banyak upaya yang bisa dilakukan untuk memulangkan Sjamsul ke Indonesia.
Menurut Saut, pihaknya sedang mengupayakan bagaimana kasus ini segera disidangkan.
ADVERTISEMENT
"Itu banyak cara yang bisa kita pakai, itu banyak cara yang bisa kita pakai kita bilang. tetapi yang jelas kita harus masuk secepatnya prosesnya di pengadilannya itu ya itu dulu," ujar Saut.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Terkait kemungkinan KPK akan mengembangkan kasus ini ke obligor lain yang diduga turut melakukan korupsi, Saut tak menampiknya.
"Ada diskusi tentang itu nanti kita lihat pelan-pelan aja Biasanya berkembang ya biasanya berkembang dan proses," kata Saut.
Kasus ini bermula pada saat BDNI milik Sjamsul mendapat BLBI sebesar Rp 37 triliun yang terdiri dari fasilitas surat berharga pasar uang khusus, fasilitas saldo debet dan dana talangan valas. Selain itu, BDNI juga disebut menerima BLBI sebesar Rp 5,4 triliun dalam periode setelah 29 Januari 1999 sampai dengan 30 Juni 2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet.
ADVERTISEMENT
Namun kemudian BDNI melakukan penyimpangan dalam penggunaan dana puluhan triliun tersebut. BPPN kemudian menetapkan BDNI sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum.
Untuk menyelesaikan persoalan hukum tersebut BDNI diwajibkan mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian Master Settlement Aqcusition Agreement (MSAA).
BDNI yang mengikuti MSAA itu menjaminkan aset berupa piutang petambak sebesar Rp 4,8 triliun. Utang itu ternyata dijamin oleh dua perusahaan yang juga milik Sjamsul, PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Sjamsul menjaminkan hal tersebut sebagai piutang lancar. Namun belakangan diketahui bahwa piutang itu merupakan kredit macet.
Sjamsul adalah salah satu obligor yang mendapat SKL dari mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
ADVERTISEMENT
Syafruddin diduga menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan Sjamsul Nursalim.
Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hak tagih utang dari para petambak plasma tersebut hanya sebesar Rp 220 miliar. Meski demikian, sisa utang BDNI yakni sebesar Rp 4,58 triliun belum dibayarkan.
Sementara Syafruddin, yang menjadi Kepala BPPN sejak 22 April 2002, kemudian menandatangani surat yang menjelaskan bahwa Sjamsul sudah menyelesaikan kewajiban PKPS.
Perbuatan Syafruddin tersebut dinilai membuat Sjamsul Nursalim mendapat keuntungan sebesar Rp 4,58 triliun. Hal tersebut pula yang kemudian dihitung sebagai besaran kerugian negara.