KPK Kembali Panggil Ahmad Heryawan Sebagai Saksi Suap Meikarta

7 Januari 2019 9:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad Heryawan mengunjungi stand UMKM (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Heryawan mengunjungi stand UMKM (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penyidik KPK kembali memanggil Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018, Ahmad Heryawan, sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek Meikarta. Keterangan Aher --panggilan akrab Ahmad Heryawan-- dibutuhkan untuk tersangka Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin.
ADVERTISEMENT
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHY (Neneng Hassanah Yasin)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Senin (7/1).
Saat pembahasan terkait perizinan proyek Meikarta dilakukan, posisi Gubernur Jawa Barat saat itu tengah diemban oleh Ahmad Heryawan. Sehingga KPK merasa perlu memeriksanya dalam penyidikan kasus ini.
Febri mengatakan ini merupakan penjadwalan ulang dari panggilan pada Kamis (20/12) lalu. Saat itu, Aher berhalangan hadir dengan alasan surat panggilan KPK tak sampai kepadanya.
Sebelumnya, dalam surat dakwaan terdakwa Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro; pegawai Lippo Group Henry Jasmen; serta dua konsultan Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, jaksa KPK menyebut Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Jawa Barat, Yani Firman, diduga menerima SGD 90 ribu untuk melancarkan proses pengurusan perizinan proyek Meikarta.
Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah tiba untuk menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Rabu (12/12/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah tiba untuk menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Rabu (12/12/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Hal itu berawal ketika Dinas Tata Ruang dan Permukiman Pemkab Bekasi melakukan penyesuaian Rencana Detail Tata Ruang (RDRT) dalam rangka pengembangan kawasan Meikarta. Terkait penyesuaian itu Edi Dwi Soesiato selaku Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang dan Satriadi selaku karyawan PT Lippo Cikarang mendatangi Jamaludin selaku Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman.
ADVERTISEMENT
Edi dan Satriadi menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada Jamaludin untuk menyesuaikan RDRT proyek Meikarta. Uang Rp 2 miliar kemudian diberikan kepada Jamaludin.
Sekitar Juli 2017, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang juga menjabat Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), memimpin rapat pleno Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) di kantor Gubernur Jawa Barat.
Rapat pleno tersebut membahas persetujuan atas pangajuan Perda Kabupaten Bekasi tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Pengembangan (WP) I dan WP IV. Dalam rapat, Deddy meminta penjelasan terkait pembangun Meikarta, namun tak kunjung menemui kejelasan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Pemprov Jawa Barat lalu meminta penjelasan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait perizinan hunian superblock itu. Masih merujuk dakwaan, Neneng kemudian mengklaim pihaknya sudah mengeluarkan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektare.
ADVERTISEMENT
Sedangkan mengenai sisanya, yakni 380 hektare, diserahkan kepada pihak Pemprov Jawa Barat lantaran masalah RDTR harus melalui persetujuan Pemprov Jawa Barat. "Deddy Mizwar kemudian meminta agar semua perizinan dihentikan terlebih dahulu sebelum ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat," kata jaksa.
Sidang dakwaan kasus dugaan suap Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang dakwaan kasus dugaan suap Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
Pada 4 September 2017, Pemprov Jawa Barat melaksanakan Rapat Pleno BKPRD yang dihadiri Deddy Mizwar selaku Ketua BKPRD, Dirjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang, dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN). Neneng, dalam rapat tersebut, memutuskan bahwa Pemkab Bekasi akan menghentikan sementara pembangunan proyek Meikarta.
Dalam rentang waktu penghentian, Lippo Group selaku penggarap proyek, mengkaji dan merekrut beberapa pihak untuk mengurus izin Meikarta, di antaranya Henry Jasmen, Fitradjaja, serta Taryudi.
ADVERTISEMENT
Rapat di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri selanjutnya dilangsungkan pada 3 Oktober 2017. Mereka yang hadir ialah perwakilan PT Lippo Cikarang, Edi Dwi Soesianto, Dirjen Otda Soni Sumarsono, Direktur Pemanfaatan Ruang BPN, pihak Pemprov Jawa Barat, pihak Dinas Penanaman Modal PTSP Jawa Barat, Bupati Bekasi Neneng beserta staf.
Rapat tersebut membahas terkait perizinan Meikarta. Hasil rapat memutuskan bahwa harus ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.
Dalam rangka mempercepat proses penerbitan Rekomendasi Dengan Catatan (RDC) dari Pemprov Jawa Barat, Henry, Fitra Djaja dan Taryudi memberikan uang yang disimpan dalam amplop sejumlah SGD 90.000 ribu kepada Yani Firman pada bulan November 2017.
Kemudian pada 23 November 2017, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengeluarkan Keputusan nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
ADVERTISEMENT
Atas surat itu, Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat nomor: 503/5098/MSOS tanggal 24 November 2017 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas PMPTSP Dadang Mohamad yang ditujukan kepada Bupati Bekasi, perihal Rekomendasi Pembangunan Meikarta.