KPK Minta Eksepsi Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Medan Ditolak

24 Januari 2019 12:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan, Merry Purba dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/1/). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan )
zoom-in-whitePerbesar
Mantan hakim ad hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan, Merry Purba dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/1/). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan )
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan Hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba.
ADVERTISEMENT
Merry merupakan terdakwa kasus suap terkait vonis perkara korupsi pengalihan lahan negara di PN Medan. Ia didakwa menerima suap sebesar SGD 150.000 atau sekitar Rp 1,56 miliar (kurs Rp 10.424,5) dari Direktur Utama PT Erni Putra, Tamin Sukardi.
"Memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan menolak keberatan atau eksepsi dari tim penasihat hukum terdakwa Merry Purba," kata jaksa KPK, Putra Iskandar, saat membacakan tanggapan atas eksepsi Merry dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, (24/1).
Dalam eksepsinya itu, Merry mempersoalkan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadapnya. Merry menilai, KPK menjeratnya hanya berdasarkan pada satu alat bukti, yakni keterangan dari panitera pengganti di PN Medan, Helpandi. Saat ini, Helpandi juga sudah dijerat sebagai tersangka karena diduga menjadi perantara suap untuk Merry.
Sidang eksepsi mantan Hakim Ad Hoc, Merry Purba di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang eksepsi mantan Hakim Ad Hoc, Merry Purba di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
Atas hal itu, jaksa menyatakan pihaknya telah memiliki alat bukti berdasarkan asas minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 jo Pasal 184 ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang penjatuhan pidana yang boleh diberikan jika sudah memenuhi minimal dua alat bukti yang sah.
ADVERTISEMENT
Jaksa menjelaskan, pembuktian dakwaan tidak semata-mata atas keterangan satu orang saksi, melainkan didukung oleh alat bukti sah lainnya dan barang bukti petunjuk yang dapat membuktikaan dugaan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan.
"Kami tidak perlu menanggapi dalil penasihat hukum karena telah masuk pokok perkara dan bukan merupakan ruang lingkup eksepsi," ujar jaksa.
Oleh karena itu, jaksa meminta agar hakim menyatakan surat dakwaan telah sesuai secara hukum dan menjadikannya sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili perkara Merry. "Meminta agar menyatakan sidang perkara pidana terdakwa Merry Purba dapat dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan," tutur jaksa.
Terdakwa suap Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Merry Purba, Tamin Sukardi usai mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa suap Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Merry Purba, Tamin Sukardi usai mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Di kasusnya, Merry didakwa menerima suap dari Tamin. Suap diduga diberikan agar Tamin mendapat putusan bebas dalam putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn mengenai pengalihan tanah negara/milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa di Pasa IV Desa Helvetia, Deli Serdang atas nama Tamin Sukardi.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Merry Purba didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.