KPK Minta Jokowi Cabut Pasal Tipikor dari RKUHP

29 Mei 2018 18:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juru bicara KPK Febri Diansyah. (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Juru bicara KPK Febri Diansyah. (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK tidak sependapat pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi masuk ke dalam revisi KUHP yang saat ini dibahas. Sebab, hal tersebut dinilai KPK justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Lembaga antikorupsi itu pun sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan pendapat tersebut. "KPK sudah mengirimkan surat pada Presiden juga agar pasal-pasal tipikor dikeluarkan dari KUHP tersebut," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Selasa (29/5).
Febri menyebut bahwa upaya penguatan pemberantasan korupsi sebaiknya dilakukan dengan merevisi UU Tipikor. Bukan justru kemudian memasukan pasal tipikor ke dalam RKUHP.
"Karena masih terdapat sejumlah pasal tindak pidana korupsi di RUU KUHP yang kami pandang sangat beresiko melemahkan pemberantasan korupsi ke depan," ujar dia.
Febri mengungkapkan bahwa KPK sudah pernah melakukan kajian dengan lima perguruan tinggi guna membahas soal hal tersebut. Diskusi juga melibatkan sejumlah guru besar, ahli hukum, serta praktisi hukum terkait.
ADVERTISEMENT
"Ada kekhawatiran yang tinggi jika RUU KUHP dipaksakan pengesahannya dalam kondisi saat ini. Kita tidak bisa membayangkan ke depan bagaimana risiko terhadap pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya," kata Febri.
Selain itu, Febri menyebut bahwa KPK juga sudah berdiskusi dengan lembaga yang mempunyai UU khusus lainnya, seperti BNN, Komnas HAM, serta PPATK. Hasilnya, disimpulkan bahwa beberapa kejahatan serius dan luar biasa sebaiknya tidak dimasukan di dalam RKUHP.
"Kami mendukung Indonesia memiliki sebuah aturan pidana yang menjadi produk sendiri dan menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum. Namun kita harus sangat hati-hati, jangan sampai program-program regulasi seperti ini ditumpangi kepentingan untuk melemahkan pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya," kata Febri.