KPK Periksa Politikus Golkar Nawafie Saleh Terkait Kasus PLTU Riau-1

24 September 2018 10:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Merah Putih KPK. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Merah Putih KPK. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK memeriksa anggota Komisi VII DPR Nawafie Saleh sebagai saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Selain memanggil Nawafie, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan satu orang lainnya, yakni Indra Purmandani selaku Direktur PT Nugas Trans Energy dan Direktur PT Raya Energi Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Yang bersangkutan kami periksa sebagai saksi untuk tersangka IM (Idrus Marham, eks Sekjen Golkar)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Senin (24/9).
Politisi Golkar Nawafie Saleh (ketiga dari kanan) diperiksa KPK terkait kasus PLTU Riau-1 (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Politisi Golkar Nawafie Saleh (ketiga dari kanan) diperiksa KPK terkait kasus PLTU Riau-1 (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Pantauan kumparan, Nawafie sudah memenuhi panggilan KPK sejak pukul 09.30 WIB. Dia enggan berkomentar terkait pemeriksaannya dan lebih memilih masuk ke dalam lobi gedung.
Sebelum memanggil Nawafie, KPK telah memanggil sejumlah anggota DPR dan politisi Golkar. Dua di antaranya, adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto dan Melchias Markus Mekeng. Saat kasus berjalan, Mekeng sudah menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar, sedangkan Novanto menduduki kursi ketua umum.
Keduanya sudah membantah terlibat dalam kasus ini.
Idrus Marham usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Idrus Marham usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Kami masih fokus pada pengetahuan para saksi terkait dengan salah satunya terkait dengan aliran dana pada pihak-pihak tertentu di PLTU Riau 1 ini," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Rabu (19/9).
ADVERTISEMENT
Kasus yang menjerat Idrus terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 14 Juli 2018. Saat itu, KPK menangkap eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi Golkar, Eni Maulani Saragih, saat sedang menghadiri sebuah acara di rumah Idrus. Dalam perkembangannya, KPK turut menjerat Idrus menjadi tersangka.
Di kasusnya, Eni diduga menerima suap Rp 4,8 miliar dari pemegang saham perusahaan batubara bernama PT Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Eni, Idrus, dan Johannes kini telah dijebloskan ke penjara.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI nonaktif, Eni Maulani Saragih, menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/9/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI nonaktif, Eni Maulani Saragih, menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/9/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Adapun, suap itu diduga diberikan agar Eni bisa mempengaruhi manajemen PLN untuk memasukkan nama Blackgold dalam proyek PLTU Riau-1. Meski sebagai anggota DPR tak punya kewenangan dalam proses pengadaan pembangkit listrik di PLN, Eni diduga memiliki pengaruh. Sedangkan Idrus diduga dijanjikan uang USD 1,5 juta oleh Johannes untuk mendorong terjadinya kesepakatan kerja sama PLTU Riau.
Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka suap pembangunan PLTU Riau-1, usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/08/2018). (Foto: Nadia K. Putri)
zoom-in-whitePerbesar
Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka suap pembangunan PLTU Riau-1, usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/08/2018). (Foto: Nadia K. Putri)
PLTU Riau-1 dijadwalkan beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date/COD) pada 2024 dengan kapasitas sebesar 600 MW. PLTU ini akan dibangun di Kecamatan Penarap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Nilai investasi proyek PLTU Riau 1 mencapai USD 900 juta atau Rp 12,87 triliun.
ADVERTISEMENT