KPK soal Suap Wali Kota Kendari Rp 2,8 M: untuk Biaya Politik

9 Maret 2018 19:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang bukti kasus suap walkot Kendari  (Foto: Apriliandika Hendra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti kasus suap walkot Kendari (Foto: Apriliandika Hendra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Uang sebanyak Rp 2,78 miliar disita KPK terkait dengan kasus suap Wali Kota nonaktif Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Cagub Sulawesi Tenggara Asrun. Uang yang disita itu diduga akan dibagikan kepada masyarakat terkait pencalonan Asrun dalam pilkada.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan tidak menampik bahwa hal tersebut masih terkait dengan mahalnya biaya politik dalam pilkada.
"Adalah permintaan untuk biaya politik mengingat biaya politik semakin mahal, kalau biaya politik bisa saja untuk baliho dan yang lain, tapi kalau kita lihat dari awal, penukaran Rp 50 ribu itu prediksi dari penyidik itu akan dibagikan ke masyarakat," kata Basaria saat jumpa pers di KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (9/3).
Barang bukti kasus suap walkot Kendari  (Foto: Apriliandika Hendra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Barang bukti kasus suap walkot Kendari (Foto: Apriliandika Hendra/kumparan)
Basaria menyebut bahwa pihaknya masih mendalami soal sumber uang dari Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah itu. Hasmun disebut merupakan rekanan Pemkot Kendari yang sering mendapat proyek pengadaan di sana.
"Lalu terkait proyek apa saja masih dalam pengembangan penyidikan tapi kita pastikan HAS itu sudah mulai dari periode sebelumnya, yang bersangkutan sudah mendapatkan tender beberapa kali dari pemerintah," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Hasmun diduga memberikan suap sebesar Rp 2,8 kepada Adriatma dan Asrun. Diduga uang itu diberikan atas permintaan dari Asrun untuk biaya pencalonannya maju sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara.
Namun kemudian kasus itu terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan. Pada konferensi pers OTT, KPK tidak menunjukkan uang tunai dalam penangkapan tersebut sebagai barang bukti. Sebagai gantinya, KPK hanya menunjukkan buku tabungan Bank Mega dan STNK serta kunci kendaraan.
Belakangan, penyidik menemukan uang sebesar Rp 2,79 miliar yang diduga merupakan suap tersebut.