KPK Sudah Petakan Aset Milik Sjamsul Nursalim

12 Juni 2019 19:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Sjamsul Nursalim. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sjamsul Nursalim. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK sudah melakukan penelusuran aset-aset milik Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Bahkan, KPK sudah mengidentifikasi aset-aset tersebut.
ADVERTISEMENT
"Asset tracing (penelusuran aset) sudah kami lakukan dan kami sudah mulai menemukan beberapa aset yang diduga milik dari tersangka, atau pun yang diduga terkait atau terafiliasi dengan tersangka atau perkara ini," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Rabu (12/6).
Kendati demikian Febri enggan merinci di mana lokasi dari sejumlah aset yang terafiliasi dengan Sjamsul tersebut. Sebab, proses penyidikan masih berjalan hingga saat ini.
Penelusuran aset itu dilakukan sebagai upaya pemulihan kerugian negara. Sebab, kerugian negara yang diduga timbul akibat korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Sjamsul Nursalim mencapai triliunan rupiah.
Kasus ini bermula pada saat BDNI milik Sjamsul mendapat BLBI sebesar Rp 37 triliun yang terdiri dari fasilitas surat berharga pasar uang khusus, fasilitas saldo debet dan dana talangan valas. Selain itu, BDNI juga disebut menerima BLBI sebesar Rp 5,4 triliun dalam periode setelah 29 Januari 1999 sampai dengan 30 Juni 2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet.
ADVERTISEMENT
Namun kemudian BDNI melakukan penyimpangan dalam penggunaan dana puluhan triliun tersebut. BPPN kemudian menetapkan BDNI sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum.
Untuk menyelesaikan persoalan hukum tersebut BDNI diwajibkan mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian Master Settlement Aqcusition Agreement (MSAA).
BDNI yang mengikuti MSAA itu menjaminkan aset berupa piutang petambak sebesar Rp 4,8 triliun. Utang itu ternyata dijamin oleh dua perusahaan yang juga milik Sjamsul, PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Sjamsul menjaminkan hal tersebut sebagai piutang lancar. Namun belakangan diketahui bahwa piutang itu merupakan kredit macet.
Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hak tagih utang dari para petambak plasma tersebut hanya sebesar Rp 220 miliar. Meski demikian, sisa utang BDNI yakni sebesar Rp 4,58 triliun belum dibayarkan.
ADVERTISEMENT
Sementara Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN kemudian menandatangani surat yang menjelaskan bahwa Sjamsul sudah menyelesaikan kewajiban PKPS.
Perbuatan Syafruddin tersebut dinilai membuat Sjamsul Nursalim mendapat keuntungan sebesar Rp 4,58 triliun. Hal tersebut pula yang kemudian dihitung sebagai besaran kerugian negara.