KPK Tetapkan Sjamsul Nursalim dan Istrinya Sebagai Buronan

30 September 2019 20:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Sjamsul Nursalim. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sjamsul Nursalim. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK menerbitkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) bagi pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim. Sjamsul ditetapkan sebagai buronan bersama istrinya, Itjih Nursalim.
ADVERTISEMENT
Penerbitan status DPO dilakukan KPK setelah keduanya mangkir dari dua panggilan sebelumnya dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk BDNI.
KPK mengirimkan surat DPO Sjamsul dan Itjih ke Polri. KPK meminta Polri membantu pencarian Sjamsul dan Itjih.
"KPK mengirimkan surat pada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Up. Kabareskrim Polri perihal DPO tersebut. KPK meminta bantuan Polri untuk melakukan pencarian tersangka SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim)," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, dalam keterangannya, Senin (30/9).
Semenjak ditetapkan KPK sebagai tersangka, Sjamsul dan Itjih telah dipanggil dua kali sebagai tersangka pada 28 Juni dan 19 Juli. Namun keduanya mangkir dari panggilan itu.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/9/2019). Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Padahal KPK telah mengirimkan surat panggilan kepada keduanya ke 5 alamat berbeda yang tersebar di Indonesia dan Singapura. Di Indonesia, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan Sjamsul dan Itjih ke rumah mereka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan, pada Kamis, 20 Juni 2019.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk alamat di Singapura, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia ke empat alamat yaitu 20 Cluny Road; Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West; 9 Oxley Rise, The Oaxley dan 18C Chatsworth Rd.
Dalam kasus ini, Sjamsul dan Itjih diduga merugikan keuangan negara Rp 4,8 triliun. Kerugian itu lantaran piutang yang dijaminkan Sjamsul untuk membayar sisa BLBI berupa aset petambak kepada pemerintah, merupakan kredit macet.