KPK Tolak JC Eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih

6 Februari 2019 13:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih di Pengadilan Tipikor. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih di Pengadilan Tipikor. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih. Eni dinilai belum memenuhi syarat untuk mendapatkan status JC.
ADVERTISEMENT
"Permohonan JC yang diajukan terdakwa tidak dapat dikabulkan," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan Eni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/2). Dalam pertimbangannya, penuntut umum menyebutkan bahwa Eni adalah pelaku utama dalam kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1. Eni dinilai terbukti menerima uang Rp 4,75 miliar dari pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo. Tak hanya suap, Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha yang jumlahnya Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu. Kendati demikian, jaksa menyebutkan keterangan Eni dalam persidangan membantu KPK dalam menyelesaikan kasus ini. "Bahwa terdakwa cukup kooperatif mengakui perbuatannya di dalam proses persidangan sehingga membantu penuntut umum dalam penyelesaian perkara ini," ujar jaksa. Eni dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Eni juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun usai menjalani pidana pokok. Selain itu, Eni diharuskan membayar uang pengganti sebesar 10,350 miliar dan SGD 40 ribu. "Dikurangi dengan uang yang telah disetorkan oleh terdakwa," tutur jaksa KPK Lie Putra. Dalam perkara ini, suap diberikan agar Eni membantu Johanes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.
Terdakwa suap pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo menyimak keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/11). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Eni dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara pada kasus gratifikasi, Eni diduga telah menerima uang dari sejumlah pengusaha yang berkaitan dengan mitra kerja dari Komisi VII. Beberapa pihak yang memberikan gratifikasi kepada Eni, yakni: 1. Rp 250 juta dari Prihadi Santoso selaku Direktur PT Smelting. 2. Rp 100 juta dan SGD 40 ribu dari Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia. 3. Rp 5 miliar dari Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal . 4. Rp 250 juta dari Iswan Ibrahim selaku Presiden Direktur PT Isargas. Menurut jaksa, uang yang diterima Eni dipakai untuk keperluan pribadinya serta pencalonan suaminya, M.Al Khadziq yang maju sebagai calon Bupati Temanggung pada Pilkada 2018. Hal yang memberatkan tuntutan Eni yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hal yang meringankan bersikap koperatif, sopan dalam persidangan, mengakui dan menyesali perbuatanya. Perbuatan Eni tersebut dianggap telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
ADVERTISEMENT