KPU Bandingkan Kasus Ma'ruf Amin dengan Caleg DPR Gerindra yang Lolos

11 Juni 2019 20:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ma'ruf Amin di kediamannya Jalan Situbondo, Jakarta, Kamis (18/4/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ma'ruf Amin di kediamannya Jalan Situbondo, Jakarta, Kamis (18/4/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Materi gugatan baru tim hukum Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyoal Ma'ruf Amin tak mundur dari jabatan di BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri (BSM), memicu perdebatan.
ADVERTISEMENT
KPU menilai Ma'ruf Amin tak perlu mundur karena kedua bank tersebut bukan BUMN sebagaimana diatur UU Pemilu. BNI Syariah dan BSM adalah anak perusahaan yang dalam UU BUMN bukan BUMN.
"Nah, yang dipastikan itu lembaganya dulu, lembaganya BUMN atau bukan BUMN. Nah kalau bukan BUMN, berarti kan tidak wajib mengundurkan diri. Tapi kalau BUMN itu wajib mengundurkan diri dan perkara ini sebetulnya bukan perkara yang pertama kali," kata Komisioner KPU Hasyim Asy'ari di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/6).
Dalam Pasal 227 huruf p UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, disebutkan capres atau cawapres harus berhenti sebagai karyawan atau pejabat dari BUMN. Berikut bunyi pasalnya:
Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dilengkapi persyaratan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
(p) surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.
Nah, KPU lalu membandingkan dengan kasus caleg Gerindra asal Bekasi bernam Mirah Sumirat yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai caleg oleh KPU karena bekerja di salah satu anak perusahaan BUMN.
KPU menyebut Mirah dicoret dari daftar caleg alias TMS karena ada masukan masyarakat yang menginformasikan kepada KPU bahwa perusahaan tempat Mirah bekerja termasuk BUMN.
"Calon anggota DPR RI dari Gerindra atas nama Mirah Sumirat, itu adalah pegawai dari anak perusahaan BUMN. Waktu itu karena ada laporan masyarakat keberatan kemudian kami TMS-kan oleh KPU dinyatakan tidak memenuhi syarat," ucap Hasyim.
ADVERTISEMENT
Mirah bersama Gerindra kemudian mengadukan KPU ke Bawaslu terkait pencoretannya. Setelah gelar sidang, Bawaslu merekomendasikan agar Mirah tetap dimasukan sebagai caleg DPR RI.
"Menurut keterangan ahli dalam persidangan Bawaslu, disebutkan bahwa anak perusahaan itu, anak perusahaan BUMN itu bukan BUMN, sehingga kalau ada pejabat atau pegawai anak perusahaan BUMN kalau nyaleg itu enggak perlu mengundurkan diri karena anak perusahaan BUMN bukan BUMN," jelas Hasyim.
Secara garis besar, KPU melihat ada persamaan antara kasus Ma'ruf dan Mirah Sumirat. KPU berharap dengan pembandingan ini dapat menjadi penjelasan kepada masyarakat.
"Ini pembanding bahwa ini loh ada orang pegawai anak perusahaan BUMN, pernah di TMS-kan KPU, tapi kemudian menggugat dan ternyata menurut keterangan ahli yang diajukan bahwa anak perusahaan BUMN itu beda dengan BUMN," ujar Hasyim.
ADVERTISEMENT
"Makanya dalam perkara Pak Kiai Ma'ruf Amin ini, kan bisa diambil sebagai contoh kasus yang sama karena waktu itu yang menangani pendaftaran KPU. Maka KPU meyakini bukan BUMN, kalau anak perusahaan BUMN tidak ada kewajiban untuk mundur, yang ada kewajiban pejabat atau pegawai BUMN," tutup Hasyim.
KPU Inkonsisten?
Paslon capres-cawapres nomor urut 01 dan 02, Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi menunjukkan nomor urut pengundian di KPU. Foto: AFP/Bay Ismoyo
KPU memperlakukan Ma'ruf Amin dan Mirah Sumirat secara berbeda dalam hal keduanya sama-sama bekerja di perusahaana anak BUMN, lalu menjadi peserta Pemilu. Ma'ruf diloloskan sebagai cawapres, namun Mirah Sumirat dicoret sebagai caleg. Padahal, keduanya dikenakan aturan yang sama.
Penting dicatat, penetapan Daftar Caleg Tetap (DCT) yang tidak ada nama Mirah Sumiratnya, dan penetapan Ma'ruf Amin sebagai cawapres, sama-sama digelar pada 20 September 2018. Jika bekerja di anak perusahaan BUMN tak perlu mundur, Mirah seharusnya lolos di DCT.
ADVERTISEMENT
Alasan KPU yang mempertimbangkan masukan masyarakat bahwa anak perusahaan tempat Mirah bekerja adalah BUMN, menuai tanda tanya. Pasalnya, kesimpulan yang sama tidak diterapkan untuk Ma'ruf Amin sebagai cawapres.
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari Foto: Fadjar Hadi/kumparan
Soal ini, komisioner KPU Hasyim Asy'ari, beralasan KPU meyakini lebih dulu perusahaan tempat Ma'ruf bekerja yaitu BNI Syariah dan BSM bukanlah BUMN, sehingga saat itu tidak ada perdebatan.
"Kalau Ma'ruf dari dulu KPU sudah tahu kalau dia kerja di anak perusahaan BUMN, jadi enggak melanggar," kata Hasyim.
Nah, berbeda dengan Mirah Sumirat yang status perusahaannya diragukan KPU. Ternyata, masyarakat yang disebut mengadu ke KPU adalah perusahaan tempat Mirah bekerja. Mirah yang semula dianggap KPU bisa jadi caleg, akhirnya dicoret. Dia lalu mengadu ke Bawaslu dan keputusan KPU dikoreksi Bawaslu.
ADVERTISEMENT
"Kalau Sumriat itu pas mau ditetapkan DCT, perusahaannya lapor ke KPU bilang Sumirat kerja di perusahaan BUMN. Tapi diaduin ke Bawaslu, terus saksi ahli bilang itu perusahaan bukan BUMN, tapi anak perusahaan BUMN. Makanya Sumirat dari TMS jadi MS (Memenuhi Syarat)," papar Hasyim.