KPU: Dalil Gugatan BPN soal Situng Tidak Nyambung

15 Juni 2019 18:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tantohwi. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tantohwi. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
ADVERTISEMENT
KPU kembali menyoroti isi gugatan revisi yang dimohonkan BPN Prabowo-Sandi dalam sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). KPU menyoroti dalil gugatan BPN yang menyebut adanya kecurangan dengan merekayasa sistem informasi penghitungan (Situng) dalam Pemilu 2019. Akan tetapi dalam permohonannya BPN meminta MK membatalkan hasil rekapitulasi manual yang dilakukan oleh KPU.
ADVERTISEMENT
"Dalam permohonan yang dibacakan kemarin, pemohon mendalilkan bahwa KPU melakukan kecurangan dengan cara merekayasa Situng. Namun dalam petitum, mereka meminta MK untuk membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi secara manual. Ini namanya enggak nyambung," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tantohwi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/6).
Menurutnya, dalil yang disampaikan oleh BPN tentang situng banyak tidak relevan. Pramono menyebut banyak asumsi yang disampaikan dalam dalil gugatan BPN.
"Pemohon mencoba menyusun teori 'adjustment' atau 'penyesuaian' dalam asumsi pemohon, angka di dalam Situng direkayasa sedemikian rupa oleh KPU untuk menyesuaikan dengan target angka tertentu, atau angka hasil rekap secara manual. Ini adalah asumsi yang tidak tepat," ujar Pramono.
Tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Bambang Widjojanto (kanan) dan Denny Indrayana (kiri) selaku pihak pemohon mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pramono menjelaskan, proses rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan menggunakan situng dan secara manual. Menurut dia, meski sama-sama menggunakan formulir C1, hasil penghitungan situng tidak dapat dijadikan acuan.
ADVERTISEMENT
"Meski berangkat dari titik yang sama (C1), namun mengikuti alur yang berbeda. C1 dari setiap TPS (selain yang dibagi ke saksi dan Pengawas TPS) yang satu di-scan dan di-upload ke Situng oleh KPU Kab/Kota apa adanya. Jalur kedua, direkap secara berjenjang. Nah, angka yang digunakan untuk menetapkan perolehan suara setiap peserta pemilu adalah angka yang direkap secara berjenjang itu," papar Pramono.
Oleh karenanya, KPU beranggapan seharusnya BPN menggugat hasil rekapitulasi situng bukan hasil rekapitulasi manual. KPU juga menilai teori dan logika yang digunakan BPN dalam gugatan ini tidak memiliki korelasi.
"Kalau begitu, harusnya angka yang di Situng dong yang dikoreksi, bukan angka hasil rekap manual. Kenapa? Karena angka hasil rekap secara manual tidak dibahas kecurangannya oleh pemohon di TPS mana, di kecamatan mana, atau di Kabupaten/Kota mana sebagaimana dituangkan dalam dokumen2 C1, DA1, atau DB1 sama sekali tidak ada," ujar Pramono.
ADVERTISEMENT
"Jadi, tuntutan agar hasil rekap manual dibatalkan, karena Situng katanya direkayasa, itu didasarkan pada logika yang tidak nyambung," tutupnya.