KPU: Penderita Gangguan Jiwa Bisa Nyoblos dengan Rekomendasi Dokter

22 November 2018 18:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner KPU Hasyim Asyari (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPU Hasyim Asyari (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan penyandang disabilitas mental (gangguan jiwa) tetap dapat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019 mendatang. Meski begitu, mereka harus mendapat rekomendasi dari dokter terlebih dahulu untuk bisa mencoblos.
ADVERTISEMENT
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, surat rekomendasi dokter untuk penderita gangguan mental untuk memastikan yang bersangkutan dalam kondisi stabil pada hari pencoblosan.
"Khusus untuk disability mental (sakit jiwa) tetap didaftar. Hanya saja penggunaan hak pilih pada hari-H sesuai dengan rekomendasi dokter yang merawatnya. Bila hari-H yang bersangkutan waras, maka dapat memilih, demikian pula sebaliknya," ujar Hasyim dalam keterangan resminya, Kamis (22/11).
Hasyim menuturkan para penyandang disabilitas mental akan dibantu pendataan melalui keluarga, dokter, atau tenaga medis yang merawatnya. Karena bila mereka sedang 'kumat', maka tidak mungkin mereka bisa menjawab sendiri dan perlu dibantu.
"Penyandang disability mental yang memungkinkan didaftar adalah hanya yang berada di rumah kumpul keluarga atau sedang dirawat di RS jiwa atau panti," kata dia.
Petugas membantu pemilih difabel di TPS 28 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas membantu pemilih difabel di TPS 28 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Penyandang disabilitas mental dianggap sama perlakukannya seperti anak di bawah umur, yaitu belum dewasa atau tidak cakap dalam bertindak hukum. Maka dari itu, pemilih yang keterbelakangan mental perlu didampingi oleh wali atau keluarga yang sudah dewasa atau sanggup secara hukum.
ADVERTISEMENT
"Itulah alasan kenapa dalam hal penggunaan hak pilih, disability mental harus ada penjamin oleh pihak yang punya otoritas (dokter), bahwa yang bersangkutan pada hari-H sedang waras. Dan karenanya yang bersangkutan cakap melakukan tindakan hukum untuk memilih," jelas Hasyim.
Pada dasarnya, orang yang menderita gangguan jiwa telah didaftarkan sebagai pemilih di Pemilu 2019. Akan tetapi, jika mereka pada hari pencoblosan tak mampu menggunakan hak pilihnya, maka diperlukan surat keterangan dokter.
"Karena itu secara awam muncul pandangan, orang gila didaftar sebagai pemilih ini sebenarnya siapa yang gila? KPU-nya atau siapa?" canda Hasyim.