Kriminolog: Ahli Palmistry Bantu Polisi Ungkap Kejahatan Supranatural

2 Januari 2019 16:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi garis tangan. (Foto: Dok. Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi garis tangan. (Foto: Dok. Pixabay)
ADVERTISEMENT
Ahli membaca garis tangan (palmistry) tak melulu meramal nasib percintaan atau karier seseorang. Di dunia penegakan hukum, mereka pun ternyata dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon menyebut, Indonesia memiliki latar belakang budaya yang begitu beragam. Tindak kejahatannya pun beragam.
“Terkait dengan ilmu palmistry dan tindak kejahatan berarti ya untuk mengungkap suatu tindak kejahatan. Misalnya dalam aksi pencurian, kadang-kadang kan ada yang tidak umum kasusnya,” kata Josias kepada kumparan, Senin (31/12).
Yang dimaksud Josias unik adalah kejahatan yang berbalut supranatural. Seperti santet, teluh, gendam, guna-guna, dan sebagainya.
“Misalnya rumahnya udah digembok semua, terus kok bisa ya orang tertidur terus pencuri masuk. Nah ternyata itu dikenal dengan adanya ilmu sirep,” tuturnya.
Polisi pun, lanjut dia, tak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan ahli palmistry. Baik dari tokoh daerah setempat maupun ahli yang memang sudah bertugas di instansi kepolisian itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun, Josias tidak merinci di divisi mana, ahli palmistry tersebut ditempatkan. “Ada beberapa kejadian di masyarakat tertentu, penegak hukum juga melakukan itu, menggunakan nilai-nilai lokalnya untuk mengerti kejahatan unik itu,” tuturnya.
“Kan dalam beberapa kasus kan ada saksi ahli yang bisa menjelaskan itu. Mengapa orang bisa terkena santet atau guna-guna yang kemudian menimbulkan korban sehingga ada tindak pidana di situ,” ungkap dia.
Ilustrasi garis tangan. (Foto: Dok. Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi garis tangan. (Foto: Dok. Pixabay)
Menurutnya, undang-undang di Indonesia belum mengatur hal-hal yang terkait dengan kejahatan supranatural atau hal-hal berbau gaib.
Dalam kejahatan pembunuhan misalnya, kata dia, yang disangkakan pelaku hanya pasal terkait dengan pembunuhan. Padahal menurutnya, ada latar budaya yang harus menjadi pertimbangan.
“Kadang-kadang kalau kita pakai rumusan resmi, KUHAP misalnya, itu enggak masuk. Sehingga hukum acaranya harus diperluas, step by step. Ada beberapa bagian penyelidikan atau mungkin penyidikan yang harus diperluas misalnya menggunakan tokoh masyarakat atau ahli palmistry itu,” urai Josias.
ADVERTISEMENT
Namun ia menyadari, hal ini pasti akan menjadi polemik, baik di kalangan masyarakat biasa maupun penegak hukum itu sendiri. Bicara soal adat dan kebiasaan masyarakat lokal tentu tidak bisa diterima oleh semua pihak secara bersamaan.
Ia pribadi mendorong kejahatan supranatural dan bagaimana hukuman yang diterapkan di dalam Undang-Undang. Tetapi, ya itu tadi, ada polemik yang sulit diakhiri.
“Yang kita kenal kejahatan supranatural. Kita pernah mendorong kejahatan ini masuk ke KUHAP tetapi ya sampai sekarang masih polemik. Yang menjadi polemik dalam pembuktiannya, kalau dalam fakta enggak ada polemiknya. Menurut saya harus masuk KUHAP, karena ada beberapa kejadian kejahatan di Indonesia di beberapa wilayahnya khas itu,” beber dia.
Garis telapak tagan manusia. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Garis telapak tagan manusia. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Polisi, kata dia, juga tidak mungkin mengungkapkan bagaimana cara kerja mereka dalam mengungkap kejahatan supranatural. Namun sepengetahuan Josias, ada ahli palmistry yang memang dimasukkan ke dalam tubuh para penegak hukum.
ADVERTISEMENT
“Tetapi itu kan tidak bersifat ilmiah jadi polisi tidak mengemukakan itu. Kalau iya kan pihak kepolisian dipertanyakan penggunaan KUHAP-nya. Jadi itu dipakai buat tupoksi aja. Masa polisi dianggap polisi klenik kan enggak mungkin. Jadi hal itu enggak dimunculkan,” ujar dia.
Di jurusan Kriminologi UI sendiri, Josias menjelaskan ada satu mata kuliah khusus yang membahas soal kejahatan supranatural. Termasuk di dalamnya mengenal ilmu membaca garis tangan.
“Ada satu mata kuliah di kriminologi UI yaitu etnografi kejahatan di Indonesia. Di dalamnya mempelajari terkait dengan latar belakang budaya terjadinya tindakan kriminal atau perilaku menyimpang. Latar belakangnya itu palmistry dalam konteks kebudayaan,” ujar dia.
Namun, palmistry di mata kuliah tersebut tidak dikait-kaitkan dengan ramalan masa depan. Melainkan dipergunakan terkait dengan metode penanggulangan tindak kejahatan tertentu.
ADVERTISEMENT
“Jadi kita palmistry bukan dikaitkan dengan ramalan saja, enggak cuma itu. Tapi terkait dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, terkait dengan penggunaan kekuatan-kekuatan supranatural. Tapi, kekuatan-kekuatan itu basisnya juga ada di masyarakat,” tutupnya.
Pola Garis Tangan Manusia. (Foto: Dok. Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA)
zoom-in-whitePerbesar
Pola Garis Tangan Manusia. (Foto: Dok. Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA)