Kronologi Kasus BLBI Versi Sjamsul Nursalim

19 Juni 2019 22:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Sjamsul Nursalim. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sjamsul Nursalim. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Sjamsul Nursalim melalui kuasa hukumnya menilai bahwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sudah selesai. Sebab sudah ada penandatanganan perjanjian penyelesaian kewajiban pemegang saham dalam bentuk MSAA (Master Settlement And Aquisition Agreement) pada 22 Mei 1999.
ADVERTISEMENT
"Khusus untuk pak Nursalim ini, sesudah ditandatangani dalam SKL (Surat Keterangan Lunas). Pihak kejaksaan mengeluarkan SP3, ini bahwa pemerintah ketika itu sudah melaksanakan kewajiban sesuai MSAA (Master Settlement and acquisition Agreement)," kata pengacara Sjamsul, Maqdir Ismail, di Grand Sahid Hotel, Rabu (19/6)
Sjamsul saat ini berstatus sebagai tersangka KPK terkait kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI. KPK menduga Sjamsul melakukan perbuatan korupsi bersama dengan istrinya, Itjih Nursalim, dan eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Maqdir dan Otto Hasibuan adalah kuasa hukum Sjamsul Nursalim dalam gugatan perdata mengenai audit BPK 2017 di Pengadilan Negeri Tangerang. Di luar konteks itu, keduanya menjabarkan mengenai proses diselesaikannya kasus BLBI versi mereka:
ADVERTISEMENT
Juli 1997
Awal Juli 1997, mata uang sejumlah negara Asia, yaitu Thailand, Korea Selatan, Malaysia merosot drastis terhadap uang asing, terutama US dolar. Gonjang ganjing moneter ini sampai ke Indonesia. Krisis keuangan menghantam Indonesia mengakibatkan nilai rupiah jatuh drastis terhadap US dolar dari Rp 2000 mencapai Rp 16.000
3 September 1997
Sidang kabinet terbatas memutuskan bank-bank nasional yang sehat tapi mengalami kesehatan liquiditas agar dibantu. BDNI saat itu merupakan bank yang masih sehat sehingga menerima bantuan.
31 Oktober 1997
Letter of intent (LOI) untuk IMF ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia.
LOI ini merupakan surat dari Pemerintah Indonesia kepada International Monetary Fund (IMF) yang memaparkan rencana reformasi ekonomi yang akan dilakukan Indonesia sesuai dengan IMF sehingga dapat memperoleh pinjaman.
ADVERTISEMENT
1 November 1997
Melaksanakan LOI, 16 bank ditutup, masyarakat panik, rush besar-besaran, bank kesulitan likuiditas.
31 Desember 1997
BDNI sampai 31 Desember 1997 masih dikategorikan Bank Indonesia sebagai bank yang sehat.
26 Januari 1998
BPPN dibentuk berdasarkan kepres No. 27 Tahun 1998 tentang pembentukan BPPN. Agar BPPN memiliki landasan hukum operasional, pada tanggal 5 Maret 1998, diterbitkan kepres No 34 tahun 1998 tentang tugas dan kewenangan BPPN.
Pada saat BPPN dipimpin Glenn Yusuf, dibentuk Divisi Asset Management Credit (AMC) untuk menangani kredit bermasalah dan Divisi Asset Management Investasi (AMI) untuk menangani aset yang diserahkan pemilik bank berdasarkan perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
14 Februari 1998
BDNI ditetapkan sebagai bank dalam penyehatan.
ADVERTISEMENT
4 April 1998
Pemerintah membekukan 7 bank (Bank kredit Asia, Bank Surya, Bank Centris, Bank Deka, Bank Subentra, Bank Pelita, Bank Hokindo, Bank Surya) dan mengambil alih 7 bank dengan ditetapkan sebagai Bank Take Over yang meliputi BDNI, Bank Danamon, Bank Umum Nasional, Bank Tiara Asia, Bank PDFCI, Bank Modern, dan Bank Exim.
Pengambilalihan BDNI ini oleh BPPN dilakukan berdasarkan kewenangan dalam kepres No 34/1998.
Mei 1998
Di tengah krisis moneter, terjadi kerusuhan di beberapa lokasi salah satunya Jakarta. Kerusuhan ini memperparah kepanikan, di mana dalam upaya menyelamatkan aset-asetnya, basabah bank menarik dananya dari bank. Pasar keuangan Semakin tidak likuid.
21 Agustus 1998
Pemerintah membekukan operasi 3 bank swasta nasional yaitu BDNI, BUN, dan Bank Modern, serta mengambil alih 4 bank lainnya yaitu BCA, Danamon, PDFCI, dan Bank Tiara.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang bersamaan, Pemerintah memberikan waktu satu bulan sampai 21 September 1998 kepada para pemilik bank yang dibekukan untuk membayar kembali BLBI baik secara tunai maupun aset. Pemerintah menunjuk jaksa Agung untuk jadi pengacara negara dan menagih pembayaran itu.
Dengan ditetapkannya BDNI sebagai bank beku operasi, dibuatlah neraca penutupan BDNI per 21 Agustus 1998 oleh Team Manajemen BPPN yang mengendalikan BDNI.
21 September 1998
Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) ditandatangani Pemerintah dengan diwakili BPPN dan Sjamsul Nursalim. Intinya berisi kesepakatan Sjamsul Nursalim untuk menanggung sisa keuangan kewajiban BDNI sebesar Rp 28,4 triliun.
Angka tersebut dibayar dengan tunai sebesar Rp 1 triliun, dan penyerahan aset saham perusahaan senilai Rp 27,495 triliun.
ADVERTISEMENT
Apabila kewajiban tersebut dipenuhi maka pemerintah berjanji akan memberikan kepada Sjamsul dan afiliasinya release and discharge yang membebaskan dan melepaskan Sjamsul dan afiliasinya dari pembayaran lebih lanjut atas BLBI.
Pemerintah juga berjanji dan menjamin tidak akan mengambil tindakan hukum apapun terhadap Sjamsul dan afiliasinya.
25 Mei 1999
Sjamsul memenuhi kewajiban berdasarkan MSAA. Atas pemenuhan tersebut, pemerintah memberikan surat release and discharge kepada Sjamsul sebagaimana bukti dari dua buah surat R&D tertanggal 25 Mei 1999 yang diperkuat oleh Letter of Statement yang tertuang dalam akta No 48 tertanggal 25 Mei 1999.
Pemenuhan kewajiban Sjamsul tersebut telah dikonfirmasi oleh BPK dalam laporan audit investigasi tahun 2002 yang menyatakan bahwa Closing MSAA terjadi pada 25 Mei 1999.
ADVERTISEMENT
1 November 1999
Glenn Yusuf selaku Kepala BPPN menyatakan Sjamsul melakukan misrepresentasi. Surat itu sudah ditanggapi Sjamsul pada 12 November. BPPN tak lagi mempersoalkan soal misrepresentasi itu.
20 November 2000
Akibat berita yang simpang siur mengenai penyelesaian BLBI sehingga membuat adanya keresahan dan ketidak pastian hukum, diundangkanlah UU Propernas No 25 Tahun 2000 yang memerintahkan: " ... bagi debitor yang telah menandatangani dan telah memenuhi MSAA perlu diberikan jaminan kepastian hukum"
9 November 2001
Dengan adanya kepastian hukum kepada sejumlah pemegang saham bank yang menandatangani PKPS dengan Pemerintah, MPR mengeluarkan Tap MPR No X/2001 yang menugaskan Presiden unruk segera mengambil langkah konkret memilihkan perekonomian nasional dan konsisten terhadap perjanjian PKPS.
ADVERTISEMENT
22 April 2002
Syafruddin Arsyad Temenggung jadi Kepala BPPN
Terdakwa kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
31 Mei 2002
BPK menerbitkan Laporan Audit Investigasi 2002 atas penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) BDNI No 02/04/Auditama/II/AI/05/2002 tanggal 31 Mei 2002 yang isinya menyatakan Sjamsul telah menyelesaikan kewajibannya pada tanggal 25 Mei 1999.
11 Agustus 2002
TAP MPR No.VI/2002 merekomendasikan kepada Presiden unruk mengambil langkah konkret melaksanakan tap MPR X/MPR/2001 hingga tuntas.
30 Desember 2002
Sebagai implementasi dari UU No 25 Tahun 2000 tentang propernas, Tap MPR X/2001 , Tap MPR VI/2002, Presiden menerbitkan Inpres No 8/2002 yang pada intinya agar debitur uang telah menyelesaikan kewajibannya diberikan bukti penyelesaian berip pelepasan dan pembebasan debitur dari segala aspek pidana. Mencakup penghentian penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang terkait langsung dengan program PKPS dalam rangka jaminan kepastian hukum.
ADVERTISEMENT
Oktober 2003
Pertemuan resmi di kantor BPPN, dihadiri tim BPPN dan konsultan keuangan Ernst & Young dan pihak Sjamsul. Hasilnya dituangkan secara resmi dalam berita acara. Pertemuan itu dalam rangka memberikan penjelasan kepada Ernst & Young dan BPPN sehubungan dengan melaksanakan MSAA.
November 2003
Dalam melaksanakan Inpres nomor 8/2002, BPPN meminta bantuan konsultan keuangan internasional EY unruk melakukan Financial due Diligence terhadap perjanjian PKPS-BDNI (MSAA). Laporannya menyimpulkan tidak ada misrepresentasi karena semua kondisi sudah diungkapkan dalam MSAA, bahkan ada kelebihan bayar USD 1,3 juta.
26 April 2004
Surat keterangan lunas (SKL) diterbitkan, dikeluarkan oleh BPPB pada 26 April 2016. Intinya menyebut Sjamsul telah melaksanakan kewajibannya.
30 November 2006
Laporan audit BPK diterbitkan dengan kesimpulan: " ... BPK RI berpendapat bahwa SKL tersebut layak diberikan kepada PS BDNI karena PS telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA ... "
ADVERTISEMENT
12 Februari 2008
Keterangan Pemerintah oleh Menko Perekonomian Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR menyatakan bahwa Sjamsul telah memenuhi seluruh kewajibannya dan dibebaskan dari aspek pidana yang terkait langsung dengan program PKPS.
Menurut kuasa hukum Sjamsul, Otto Hasibuan, hingga tahap ini seharusnya kasus Sjamsul dengan BLBI sudah selesai.
Namun kasus kemudian berkembang lagi dengan adanya audit baru dari BPK tahun 2017.
28 April 2017
Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Sonny Loho mengatakan sisa utang BLBI yang belum dibayarkan adalah Rp 31 triliun dan Sjamsul tidak masuk dalam utang tersebut. Karena sudah ada keterangan SKL yang dikeluarkan.
25 Agustus 2017
Atas permintaan KPK, BPK menerbitkan laporan audit investigasi BPK nomor 12/LPH/XXI/08/2017 tanggal 25 Agustus 2017 yang menyimpulkan adanya kerugian negara.
ADVERTISEMENT
12 Februari 2019
Sjamsul mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap I Nyoman acara selalu auditor penanggung jawab penerbitan laporan audit investigasi BPK 2017 dan BPK.