LBH Yogya: Ada Indikasi Kriminalisasi Balairung soal Berita Perkosaan

17 Januari 2019 14:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yogi Zul Fadhli, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta selaku pendamping hukum Thovan saat ditemui di Polda DIY, Kamis (17/1/2019).    (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Yogi Zul Fadhli, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta selaku pendamping hukum Thovan saat ditemui di Polda DIY, Kamis (17/1/2019). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penyidik Polda DIY kembali memanggil pihak Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa mahasiswi UGM saat KKN di Pulau Seram, Maluku 2017.
ADVERTISEMENT
Kali ini Thovan, editor Balairung yang diperiksa penyidik setelah sebelumnya penulis artikel ‘Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan', Citra Maudy, dipanggil penyidik Polda DIY pada Senin (7/1) lalu. Thovan dicecar 30 pertanyaan dalam pemeriksaan yang berlangsung selama 1,5 jam di Unit PPA Polda DIY.
“Soal materi pertanyaannya kurang lebih sama dengan materi yang diajukan penyidik ke Citra beberapa waktu lalu. Ditanyain soal sumber (berita), di mana ketemunya dan macam-macam berkaitan dengan konten dan isi berita tersebut,” jelas Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli, yang mendampingin Thovan selama pemeriksaan di Polda DIY, Kamis (17/1).
Yogi mengatakan, pihaknya masih keberatan dengan pemanggilan dan materi pemeriksaan yang diajukan penyidik. Sebab materi pemeriksaan yang diajukan penyidik tidak selaras dengan unsur-unsur penyidikan yaitu pasal 285 dan pasal 289 KUHP soal dugaan tindak pidana pemerkosaan dan pencabulan.
ADVERTISEMENT
Sementara posisi Balairung, kata Yogi, hanya sebagai pewarta yang kerjanya terikat dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan UU Pers.
“Karena materi pernyataan penyidik kemudian justru banyak mengeksplorasi pemberitaan Balairung dan menurut kami ini menjadi ganjil tidak selaras dengan peristiwa yang dilaporkan yaitu perkosaan dan pencabulannya. Tapi kenapa penyidik justru banyak mempertanyakan dengan hal-hal pemberitaan baik isinya maupun proses peliputan,” ketusnya,
Sejumlah mahasiwa UGM menggelar aksi solidaritas atas kasus kekerasan seksual di UGM, Kamis (22/11/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah mahasiwa UGM menggelar aksi solidaritas atas kasus kekerasan seksual di UGM, Kamis (22/11/2018). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Yogi menjelaskan, selama pemeriksaan Thovan juga memposisikan dirinya sebagai jurnalis. Sehingga Thovan tetap menolak mengungkapkan nama-nama narasumber untuk melindungi mereka.
Berkaca dari pemeriksaan Citra dan Thovan, Yogi menganggap ada indikasi kriminalisasi kepada awak Balairung. Ia meminta kepada polisi dan UGM agar tidak gegabah dalam menangani kasus ini.
ADVERTISEMENT
“Indikasi itu (kriminalisasi) tetap ada kita juga harus tetap waspada. Kami berharap kemudian polisi atau ugm tidak gegabah tidak asal-asalan dalam menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.
Sementara itu Kabid Humas Polda DIY, AKBP Yuliyanto, mengatakan awak Balairung kembali dipanggil karena penyidik masih menganggap keterangan saksi dari Balairung masih diperlukan.
“Kalaupun misal dulu sudah dipanggil sekarang dipanggil lagi berarti masih ada keterangan yang dianggap perlu oleh penyidik dari saksi,” kata Yuliyanto.
Pihaknya juga menegaskan tidak ada upaya mengkriminalisasi Balairung. Menurutnya pihak Balairung hanya salah persepsi soal pertanyaan yang diajukan penyidik.
“Kriminalisasi enggak ada. Kalau penyidik, tidak ada maksud untuk menyinggung-menyinggung pemberitaan. Pertanyaan-pertanyaan penyidik dalam rangka membuat terang peristiwa itu. Apa metode pertanyaan, itu kan keahlian penyidik,” katanya.
ADVERTISEMENT