Legalkan Pansus Angket, MK Dinilai Melanggar Putusannya Sendiri

15 Februari 2018 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi ILR soal Hak Angket DPR Pasca Putusan MK. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi ILR soal Hak Angket DPR Pasca Putusan MK. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi telah memutus perkara uji materi terkait legalitas Pansus Angket DPR terhadap KPK. MK memutus bahwa DPR memiliki legal standing untuk menjadikan KPK sebagai objek pemeriksaan pansus lantaran dianggap bagian dari eksekutif.
ADVERTISEMENT
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari berpendapat, dengan adanya putusan MK tersebut KPK akan semakin lemah dalam upaya penegakan hukum yang rentan intervensi. Apalagi, KPK tidak diatur secara eksplisit dalam UUD 1945. KPK hanya bagian dari lembaga negara lainnya yang tertuang dalam Pasal 23 ayat 4 UUD 1945.
“Jadi, kalau membaca putusan ini, MK tidak memahami hak angket dalam konteks hukum tata negara. MK seakan hanya mempersoalkan KPK semata atas legalitas angket DPR,” kata Feri dalam diskusi bertajuk Hak Angket DPR pasca Putusan MK, di kantor Indonesian Legal Roundtable, Jalan Perdatan VI, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (15/2).
Feri juga mengungkapkan putusan MK nomor 36-37-40/PUU-XV/2017 yang menyatakan KPK adalah bagian dari cabang kekuasaan eksekutif dan bisa menjadi objek angket DPR itu sangat bertentangan dengan putusan MK nomor 012-016-019/PUU-IV/2006.
Konpers pansus angket di Gedung DPR. (Foto: Moch. Fajri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers pansus angket di Gedung DPR. (Foto: Moch. Fajri/kumparan)
ADVERTISEMENT
“Saya kutip di putusan MK Nomor 012/PUU-IV/2006 itu disebutkan bahwa KPK merupakan lembaga yang lumrah di negara mana saja, yang sifatnya independen dan tidak ada kaitannya dengan cabang kekuasaan lainnya (eksekutif, legislatif, yudikatif),” ujarnya.
“Jadi pembagian kekuasan negara eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu sudah jadul kata MK dalam putusan (nomor) 12. Tapi di putusan (nomor) 36, MK malah menyebut pembagian cabang kekuasaan negara hanya ada 3 yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Artinya MK menentang putusannya sendiri yang sifatnya final dan mengikat,” paparnya.
Menurut Feri, pembagian kekuasaan dalam bernegara di abad 21 ini tidak lagi terpaku kepada eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jika menilik buku karya Bruce Ackerman soal pembagian kekuasaan bernegara, di era modern ini sudah dibagi menjadi 5 bagian.
ADVERTISEMENT
“Jadi dari lima pembagian cabang kekuasaan bernegara itu salah satunya adalah lembaga yang berintegritas. Dalam konsep negara kita adalah KPK. Jadi, KPK tidak bisa masuk dalam kolom pembagian kekuasaan eksekutif, tidak bisa,” pungkasnya.