Letkol CZI Hidayati: Perempuan Pencetak Sejarah TNI Angkatan Darat

28 Januari 2018 16:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hidayati tidak pernah membayangkan bahwa kelak dirinya akan menjadi seorang tentara. Kuliah di jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, ia memasang cita-cita tinggi untuk menjadi insinyur. Ketika lulus tahun 1996, langkah Hidayati muda untuk jadi insinyur tinggal sedikit lagi.
ADVERTISEMENT
Sebuah pengumuman perekrutan anggota TNI dari jalur mahasiswa berprestasi sampai ke Hidayati. Ia kemudian memutuskan untuk mengikuti seleksi Mahasiswa berprestasi dan mendaftar Sekolah Pertama Perwira Prajurit Karier 98 (Sema PaPK 98), sebuah jalur perekrutan perwira TNI AD untuk para sarjana universitas.
Saat itu, belum terbayang ia bakal jadi prajurit. Lowongan di TNI AD yang ia lihat sesuai dengan minatnya untuk menekuni dunia keinsinyuran. Ia langsung memasukkan dokumen nilai kuliahnya serta surat izin dari kampus.
Indeks prestasinya mampu membawa Hidayati lolos. Tapi, seleksi tidak berhenti di situ, masih ada ujian lain yang menanti Hidayati. Ia masih harus melalui tes fisik, mental ideologi, dan psikologi.
Teman-teman sejawatnya lalu menyampaikan bahwa hasil seleksi tersebut merupakan tahapan untuk rekruitmen seorang prajurit yang saat itu masih bernama ABRI. Hidayati baru menyadari bahwa dirinya akan masuk TNI sebagai prajurit.
ADVERTISEMENT
Ia sempat mengkhawatirkan akan seperti apa kehidupan sebagai prajurit. Tapi sebuah keyakinan muncul dalam dirinya yang kemudian memantapkan langkahnya untuk melanjutkan seleksi.
“Bagi saya tidak masalah, karena berkeyakinan di semua bidang pekerjaan kita bisa mengabdi sesuai dengan ilmu kita,” ujar Hidayati kepada kumparan (kumparan.com) beberapa waktu lalu.
Tapi jalan hidup siapa yang tahu. 20 tahun setelahnya, Hidayati kini berseragam loreng dengan pangkat Letnan Kolonel. Perwira menengah perempuan ini kini memegang jabatan sebagai Komandan Kodim 0608 Cianjur. Ia memimpin Komando Distrik Militer, sebuah satuan teritorial TNI AD lingkup kerja di level kota atau kabupaten.
Letkol CZI Hidayati (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Malam yang dingin di kawasan Puncak, Cianjur, begitu ramai kendaraan lalu lalang. Malam tahun baru menjadi malam yang sibuk bagi anggota Polres Cianjur dan Kodim Cianjur. Hidayati bertugas membantu Polri dalam pengamanan Tahun bersama sahabatnya Kapolres Cianjur, AKBP Soliyah, di Pos Pengamanan 5.
ADVERTISEMENT
Duduk menyantap secangkir minuman ronde di pos polisi adalah kegiatan paling santai yang ia lakukan dalam satu hari itu. Ia mulai berkegiatan sejak pagi pukul 10.00. Setelah selesai dengan urusannya, Hidayati meluncur ke Polres Cianjur untuk mengikuti apel persiapan pengamanan tahun baru.
Sejak Soliyah dilantik menjadi Kapolres Cianjur pada Desember 2017, ia langsung menjadi duet ikonik dengan Hidayati. Soliyah sendiri adalah satu dari lima Kapolres perempuan dari 400 lebih jabatan setingkat yang didominasi oleh laki-laki.
Hidayati juga seorang perempuan yang mencatatkan sejarah di matranya. Ia merupakan perempuan pertama yang menjabat Dandim dalam sejarah TNI AD. Pos Dandim jumlah 301 tersebar di seluruh Indonesia diisi oleh 300 perwira laki-laki sebagai jalur menuju jenderal.
Letkol CZI Hidayati (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Jalan karier yang ditempuh oleh perempuan kelahiran Surabaya 2 okrober 1974 tidak mudah. Hidayati dibesarkan di Korps Zeni, fungsi khusus yang mengurusi infrastruktur militer. “Kebetulan saya Korps Zen tugas yang saya tangani perencanaan bangunan militer,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Perencana bangunan militer memang tidak jauh dari pendidikannya sebagai insinyur. Ia pernah ditempatkan di beberapa pos yang sebagian besar menangani sarana dan prasarana kantor dan perumahan prajurit mulai dari Diretorat Zeni AD (Ditziad), Kodam V Brawijaya di Jawa Timur dan Kodam III Siliwangi di Jawa Barat.
Tantangan terbesar Hidayati justru terletak tentang berbagi peran sebagai seorang ibu. Saat ini, ia memiliki dua anak laki-laki yang sudah duduk di kelas 3 SMA dan kelas 1 SMP. Suaminya bekerja di perusahaan swasta di kota Bandung
Hidayati lulus dari pendidikan dasar dan kecabangan pada tahun 1998. Ia kemudian menikah sesaat setelah lulus pendidikan. Hidayati mengandung anak pertamanya pada tahun 2001.
ADVERTISEMENT
Kerepotan pada masa ini begitu luar biasa bagi Hidayati. Ia harus memastikan bahwa pondasi kariernya tetap terbangun dengan kuat dengan tetap menjadi ibu yang baik bagi buah hatinya.
“Saya seperti ibu-ibu yang lain. Menikah, hamil, dan melahirkan anak. Sama seperti ibu-ibu yang lain yang sangat repot pada saat anak masih balita,” tutur Hidayati.
Letkol CZI Hidayati memberi selamat personil polri (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Meski harinya sebagai ibu dan prajurit tidak mudah, ia tidak menjadikan kerepotan seorang ibu yang memiliki anak seorang balita sebagai alasan untuk mengorbankan kariernya. Hidayati siap siaga, baik sebagai seorang prajurit dan sebagai ibu, dan istri.
“Pada saat bekerja, saya total dari pagi sampai sore. Begitu saya kembali di rumah, saya menjadi seorang ibu. Walaupun anak saya rewel saya tetap menggendong. Dia sakit saya tetap menggendong, menyusui, sampai pagi tidak tidur,” kenangnya.
ADVERTISEMENT
Disiplin semacam ini membuat karier militernya tak terganggu. Ia naik pangkat dari Letnan Dua ke Letnan Satu pada tahun 2002.
Sesaat setelah pangkatnya naik menjadi Kapten, putra keduanya lahir tahun 2005. Tanggung jawab pekerjaan sebagai prajurit dan seorang ibu otomatis bertambah. Ia tidak menampik bahwa dedikasi untuk kedua peran itu memang berat dan melelahkan.
AKBP Soliyah dan Letkol CZI Hidayati (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Tapi ia punya cara pandang lain. Baginya, sukses sebagai seorang prajurit dan berhasil membesarkan anak akan ikut membantu perannya sebagai seorang ibu. “Saya berpikiran ini sebuah tantangan kalau bisa dilewati dengan baik dan saya berprestasi. Tentunya anak saya akan bangga terhadap ibunya.”
Dengan mantap ia melanjutkan kariernya. Pada tahun 2006, ia melanjutkan kuliah Fakultas Sekolah Arsitek, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung. (SAPPK ITB). Saat itu ia mengambil risiko untuk mengambil tiga peran; mahasiswi S2, prajurit, dan ibu dengan dua putra yang sedang tumbuh.
ADVERTISEMENT
Hidayati meyakini, bahwa ibu yang disiplin dan mampu membagi waktu akan memberi kebaikan baik di rumah maupun pekerjaan. Ia membuat perencanaan kapan harus fokus belajar dan kapan bermain bersama anak.
“Pada saat saya belajar, walaupun anak rewel seperti apa saya belajar. Saat waktu belajar saya habis, saya hentikan belajar dan bermain dengan anak. Itu harus diatur dengan baik.”
Ia tidak bermaksud mengabaikan waktunya bersama anak. Hidayati meyakini bahwa ketika ia menjadi ibu yang memiliki prestasi, capaian ini akan diikuti oleh sang anak. “Itu harus diatur dengan baik. Kalau tidak, tentunya akan terbengkalai prestasi saya dan anak saya belum tentu pandai,” terangnya.
AKBP Soliyah dan Letkol CZI Hidayati (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Kini Hidayati melesat mencatatkan sejarah penting. Ia adalah salah satu dari Korps Wanita Angkatan Darat atau yang sering disebut Kowad yang paling menonjol saat ini. Ia kini memimpin satuan teritorial yang membawahi 597 personel.
ADVERTISEMENT
Di saat yang bersamaan, prestasi ini menular ke kedua anaknya. Anak tertuanya kini duduk kelas 3 SMA di salah satu sekolah favorit di Bandung. “Anak saya selalu ranking dan mencetak prestasi. Dia ingin masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia”
Ia sebisa mungkin tetap membagi waktu dengan keluarganya yang tinggal di Bandung.
Di usia yang baru menginjak 43 tahun, kariernya di TNI AD masih panjang. Sebagai prajurit, ia hanya berpegang teguh pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit serta siap menjalankan perintah pimpinan. Ia tak tahu karier ke depan seperti apa. Yang bisa ia lakukan hanya menjalankan tugas sebaik-baiknya.
Saat ini, ia ingin mengajak kaum perempuan untuk bisa berprestasi di berbagai tantangan mulai dari rumah hingga lingkungan. “Kita harus berwawasan luas dengan menempuh pendidikan S1 dan S2 serta melihat prestasi dari ibu-ibu Kowad pendahulu kemudian bagaimana cara mendidik anak supaya bisa berhasil.”
Letkol CZI Hidayati (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Ia mencontohkan kehidupannya sebagai prajurit. Hidayati selalu menekankan bahwa peran perempuan di institusi seperti TNI AD tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam setiap struktur masyarakat, perempuan justru menjadi motor penting.
ADVERTISEMENT
“Saya sampaikan bahwa "bapak-bapak bisa seperti saat ini menjadi militer itu yang mendidik siapa? yang mendidik adalah ibu. Berarti ibu adalah memimpin di dalam rumah untuk mendidik anak-anaknya.” ujarnya.
Ia juga mendorong para prajurit perempuan untuk berani unjuk kemampuan. “Untuk TNI Wanita atau WANTNI tidak berarti harus berpangku tangan kita tidak bisa berprestasi di antara hiruk pikuk rekan-rekan kita yang laki-laki.”
Sukses sebagai ibu berarti harus seirama dengan kesuksesan dalam karier. Terkadang, seorang ibu mengorbankan karier karena merasa waktunya tersita dengan urusan di rumah.
“Pada saat itu menyelimuti kita apakah berkutik di domestik atau kita berprestasi, kita harus berpikiran luas bahwa dua-duanya harus jalan.”