LIPI soal MA Izinkan Eks Koruptor Nyaleg: Abaikan Keadilan Masyarakat

15 September 2018 14:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti Senior LIPI, Prof. Dr. Syamsuddin Haris. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti Senior LIPI, Prof. Dr. Syamsuddin Haris. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Putusan Mahkamah Agung menolak Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang larangan eks napi koruptor nyaleg menimbulkan plemik. Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Syamsuddin Haris, menilai putusan itu tak mempertimbangkan keadilan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Syamsuddin menegaskan, masyarakat berhak mendapatkan calon pemimpin yang terbaik. Tak hanya kinerjanya, tapi juga integritasnya dalam memimpin sebuah daerah.
"Mengabaikan rasa keadilan masyarakat sebab bagaimanapun publik berhak untuk mendapatkan caleg yang baik, yang bersih, dan berintegritas," ujar Syamsuddin usai hadiri diskusi populi centre di Gado-gado Boplo, Sabtu (15/9).
Syamsuddin memang tak menyalahkan acuan MA dalam menolak PKPU larangan eks napi korupsi nyaleg, yakni karena bertentangan dengan UU Pemilu No 7 tahun 2017. Meski begitu, menurutnya MA hendaknya dapat menarik kesimpulan sendiri atas PKPU yang diterbitkan KPU sebelumnya.
Hal itu dimaksudkan Syamsuddin semata agar para pemilih tak menjatuhkan pilihannya lagi pada pihak yang salah. Pasalnya, rekam jejak kasus seseorang hingga saat ini belum cukup transparan untuk dapat diakses langsung oleh para pemilih.
ADVERTISEMENT
"Memang acuan MA UU Pemilu sebab fungsi MA menilai melakukan judicial review atas semua ketentuan peraturan di bawah UU itu wilayah MA," ucap Syamsuddin.
"Tapi bagi kita sebagai pemilih mestinya (MA) mengikuti apa yang sudah diputuskan KPU yaitu supaya kita tidak memilih caleg mantan napi koruptor," imbuhnya.
Mahkamah Agung (MA) secara resmi menyatakan mantan koruptor dapat maju sebagai caleg. Keputusan ini diambil setelah MA membatalkan Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Keputusan diambil dalam sidang yang berlangsung pada Kamis (13/9). Sidang itu dipimpin tiga hakim agung, yaitu Irfan Fachrudin, Yodi Martono, dan Supandi. Permohonan uji materi Peraturan KPU ini diajukan sekitar 12 pemohon. Antara lain M Taufik, Djekmon Ambisi, Wa Ode Nurhayato, Jumanto, Masyhur Masie Abunawas, Abdulgani AUP, Usman Effendi dan Ririn Rosiana.