MA Dinilai Keliru dan Salah Analisis Vonis PK Baiq Nuril

14 Juli 2019 12:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (10/7). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (10/7). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Kritik terhadap Mahkamah Agung (MA) yang menolak Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril semakin kencang didengungkan. Sejumlah pihak menilai MA telah salah kaprah memutus tak ada kekhilafan hakim dalam memvonis Baiq Nuril di kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MA menyatakan Baiq Nuril terbukti memberikan informasi elektronik kepada orang lain yang memuat kesusilaan, merekam pembicaraannya dengan Muslim --pria yang diduga melecehkannya secara seksual-verbal. MA juga berpendapat, Baiq Nuril dalam keadaan sadar ketika mentransmisikan atau mentransfer rekaman tersebut dari telepon genggam ke laptop milik temannya, HIM.
Baiq Nuril tetap divonis hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Salah satu pihak yang mempertanyakan putusan MA tersebut adalah Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Direktur Eksekutif ICJR, Anggara, menilai MA gagal mencermati fakta persidangan Baiq Nuril.
"ICJR menilai, bahwa dalam pertimbangannya ini, Mahkamah Agung sekali lagi gagal dalam mencermati fakta-fakta persidangan yang dikemukakan, baik di dalam pengadilan tingkat pertama, dan gagal dalam memahami konstruksi Pasal 27 (1) UU ITE.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut Anggara, dalam konstruksi pasal tersebut, tindakan yang dilarang adalah melakukan distribusi, transmisi dokumen elektronik, bukan melakukan perekaman. Secara jelas di dalam pengadilan tingkat pertama diungkapkan saksi, orang yang memindahkan rekaman tersebut adalah HIM, bukan Baiq Nuril.
"Sehingga, fokus dalam pemeriksaan perkara ini oleh MA di tingkat PK seharusnya adalah: Apakah benar Ibu Nuril melakukan distribusi, transmisi, dan membuat dapat diaksesnya suatu informasi elektronik yang bermuatan kesusilaan? Namun, justru di sinilah MA melakukan kesalahan dalam menganalisis alat bukti yang dihadirkan di persidangan tingkat pertama," tuturnya.
Lipsus Jalan Panjang Baiq Nuril Mencari Keadilan Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
"Jelas, hal ini merupakan suatu kekeliruan yang dilakukan oleh MA dalam menimbang fakta di tingkat PK, karena MA telah salah dalam mengidentifikasi siapa sesungguhnya pelaku tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum," sebut dia.
ADVERTISEMENT
Menurut Anggara, sebelum dapat menyatakan kebenaran dari isi suatu alat bukti, MA wajib menguji terlebih dulu apakah alat bukti tersebut sah atau tidak. Sementara, pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan lima barang bukti digital elektronik yang diajukan oleh jaksa tidak dapat dijadikan dasar.
"Sayangnya, di dalam pemeriksaan tingkat kasasi, Majelis Hakim sama sekali tidak menyinggung masalah alat bukti elektronik ini. Padahal, masalah pembuktian di dalam perkara yang diadili berdasarkan ketentuan di dalam UU ITE adalah hal yang paling penting untuk kemudian diperhatikan," imbuh Anggara.
"Pertimbangan MA yang menyatakan bahwa karena tidak ada keberatan dari Ibu Nuril sejak awal diperdengarkannya rekaman pembicaraan di pengadilan, tidaklah relevan sama sekali di dalam perkara ini dan telah melenceng dari permasalahan hukum yang sebenarnya harus dijawab di dalam pemeriksaan PK perkara ini," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Menanti Amnesti
Baiq Nuril tak tinggal diam ketika PK-nya ditolak. Nuril sudah menemui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk mengusulkan permintaan amnesti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pihak Kemenkumham juga sudah mengkaji hal itu.
"Kalau nanti sudah masuk ke meja saya ada rekomendasi-rekomendasi dari kementerian terkait, saya putuskan secepatnya. Akan saya selesaikan secepatnya," ungkap Jokowi usai perempuan pembukaan KKI di JCC, Jakarta, Jumat (12/7).
Baiq Nuril berharap amnesti bisa dikeluarkan Presiden sehingga ia bisa menyaksikan putrinya mengibarkan bendera merah putih pada HUT RI 17 Agustus 2019 nanti. Saat mengungkapkan itu, Nuril tak kuasa membendung tangis.
"Mudah-mudahan amnesti diberikan saat putri saya mengibarkan bendera merah putih dan kemenangan itu kemenangan untuk Indonesia," ucap Baiq Nuril di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (12/7).
ADVERTISEMENT