MA soal Kasus Baiq Nuril: Hakim Terikat Fakta Hukum
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung buka suara terkait putusan bersalah terhadap Baiq Nuril, staf honorer SMA Negeri 7 Mataram, dalam kasus pelanggaran UU ITE. Majelis kasasi MA menghukum Baiq Nuril dengan hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah mengatakan, dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim hanya terikat pada fakta hukum, termasuk dalam kasus Baiq Nuril.
"Hakim hanya terikat fakta hukum yang terungkap di persidangan, karena keterangan tersebut disampaikan setelah mengucap sumpah," ujar Abdullah dikutip dari Antara, Kamis (22/11).
Karena terikat pada fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, lanjut Abdullah, maka seluruh informasi yang beredar di luar persidangan tidak akan menjadi pertimbangan hakim.
Abdullah menjelaskan berdasarkan fakta persidangan, Baiq Nuril didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Ketentuan tersebut mengatur tentang dokumen elektronik dengan muatan yang melanggar kesusilaan.
ADVERTISEMENT
"Dokumen yang diperkarakan adalah dokumen elektronik berupa rekaman pembicaraan via telepon, yang kemudian beredar itu," kata Abdullah.
Baiq Nuril diputus bersalah oleh tiga hakim MA yang menangani perkara ini. Putusan dalam tahap kasasi itu diputus tiga hakim agung Sri Murwahyuni, Marupa Dohmatiga Pasaribu, dan Edy Army. Ketiga hakim itu membatalkan putusan Pengadilan Negeri Mataram yang membebaskan Baiq Nuril.
Pada Rabu (21/11) Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, memutuskan untuk menunda eksekusi Baiq Nuril Maknun menyusul keputusan penundaan oleh Kejaksaan Agung.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mataram I Ketut Sumadana, mengatakan penundaan eksekusi tersebut berdasarkan pertimbangan hukum, kemanusiaan, dan keadilan.