Madrasah Jadi Tempat Belajar Anak-anak Pengungsi Rohingya di Kamp

8 Oktober 2018 5:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak Pengungsi Rohingya Belajar di Madrasah (Foto: AFP/CHANDAN KHANNA)
zoom-in-whitePerbesar
Anak Pengungsi Rohingya Belajar di Madrasah (Foto: AFP/CHANDAN KHANNA)
ADVERTISEMENT
Saleema Khanam, anak perempuan berusia delapan tahun meletakan selendang kuning di atas kepalanya saat berada di dalam gubuk yang terbuat dari bambu. Ia lalu melangkah keluar dari gubuknya dengan menggenggam sebuah Alquran yang sangat berharga baginya.
ADVERTISEMENT
Dia adalah salah satu anak perempuan yang belajar di sebuah madrasah di kamp pengungsian. Dilansir dari AFP, Senin (8/10), murid-murid madrasah ini kebanyakan anak-anak Rohingya yang diusir dari Myanmar, negara dengan penduduk mayoritas beragama Budha.
Mereka diusir dengan kekerasan melalui genosida. Madrasah menjadi satu-satunya tempat belajar bagi anak-anak Rohingya. Karena sekolah formal yang permanen dilarang di kamp.
Anak Pengungsi Rohingya Belajar di Madrasah (Foto: AFP/CHANDAN KHANNA)
zoom-in-whitePerbesar
Anak Pengungsi Rohingya Belajar di Madrasah (Foto: AFP/CHANDAN KHANNA)
Madrasah tersebut letaknya tak jauh dari gubuk Khanam. Khanam melangkahkan kakinya dengan hati-hati menyusuri gang-gang yang penuh sesak di Kutupalong.
Alqurannya masih ia genggam erat dan ditempelkan di dadanya. Setibanya di madrasah, Khanam langsung melepaskan sepatunya dan memasuki ruang kelas yang remang-remang.
Ada sekitar 12 anak laki-laki yang memakai peci putih sedang membaca ayat-ayat suci Alquran saat Khanam masuk. Kemudian, Khanam mengambil posisi paling depan dekat dengan dua saudara laki-lakinya.
ADVERTISEMENT
"Saya datang ke sini untuk belajar Alquran. Ibu saya ingin saya dan saudara-saudara saya belajar, untuk menjadi orang yang lebih baik," kata Khanam kepada AFP.
Anak Pengungsi Rohingya Belajar di Madrasah (Foto: AFP/CHANDAN KHANNA)
zoom-in-whitePerbesar
Anak Pengungsi Rohingya Belajar di Madrasah (Foto: AFP/CHANDAN KHANNA)
Rohingya adalah kaum minoritas Muslim yang sangat konservatif dari Myanmar barat. Penindasan yang disahkan oleh negara dan penganiayaan yang kejam selama berabad-abad telah memaksa mereka berbondong-bondong untuk mengungsi.
Lebih dari 700.000 orang Rohingya melintasi perbatasan Myanmar ke Bangladesh dan kebanyakan dari mereka adalah anak-anak sejak Agustus 2017 lalu. Saat itu, sekolah-sekolah Islam dan rumah-rumah ibadah dibakar dalam penggerebekan oleh pasukan Myanmar dan kelompok-kelompok Buddhis.
Menurut para pencari fakta dari PBB, tindakan itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida terhadap Rohingya.
"Dengan menargetkan madrasah dan masjid kami, mereka mencoba menghapus budaya dan agama kami dari Rakhine," kata aktivis Rohingya, Rafique bin Habib, mengacu pada negara bagian paling barat Myanmar tempat minoritas tinggal.
ADVERTISEMENT
"Tetapi banyak dari guru madrasah kami yang bertahan dan melarikan diri ke Bangladesh, di mana mereka telah mendirikan sekolah di kamp-kamp sehingga generasi baru kami dapat berakar dalam budaya dan agama kami," tutur dia.