news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mahasiswa UGM Pelaku Kekerasan Seksual Saat KKN Belum Bisa Lulus

6 November 2018 18:59 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial HS, yang diduga merupakan pelaku kekerasan seksual terhadap seorang mahasiswi UGM rekannya KKN di Maluku, harus menerima kenyataan belum bisa lulus dari kampus.
ADVERTISEMENT
Diketahui kasus itu terungkap saat majalah internal kampus yang dikelola mahasiswa, Balairung, mempublikasikan artikel berjudul ‘Nalar Pincang UGM Atas Kasus Perkosaan’. Dalam artikel itu korban yang kemudian disebut penyintas dengan nama samaran Agni menceritakan kasus pelecehan yang dialaminya saat menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku, pertengahan tahun 2017.
Kabag Humas dan Protokol UGM, Iva Ariani, mengatakan, meski kewajiban administrasi akademik HS sudah selesai, namun ia belum bisa lulus dari kampus akibat kasus ini. HS pun sampai sekarang belum menjalani yudisium atau tahap penentuan status kelulusan mahasiswa secara resmi.
“Pelaku sampai saat ini kewajiban administrasi akademiknya sudah selesai tetapi belum lulus, karena masih harus menjalani pendampingan psikologi (konseling),” ujar Iva saat ditemui di kantornya, Selasa (6/11).
Kabag Humas dan Protokol UGM, Iva Ariani. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kabag Humas dan Protokol UGM, Iva Ariani. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Tidak hanya HS yang menjalani konseling, penyintas juga sampai sekarang masih menjalani pendampingan psikologis dari pihak kampus. Pendampingan tersebut belum diketahui berlangsung sampai kapan.
ADVERTISEMENT
“Pendampingan saya belum bisa memastikan sampai kapan mungkin tim psikologi yang tahu cukup atau tidak,” jelas Iva.
Sementara itu menanggapi kabar bahwa penyintas mendapat nilai KKN C usai melaporkan kejadian bejat tersebut, Iva menjelaskan bahwa nilai merupakan ranah pembimbing. Namun setelah adanya hasil investigasi, nilai penyintas kini telah diubah menjadi A/B.
Perubahan nilai tersebut berdasarkan rekomendasi dari tim investigasi yang terdiri atas tiga dosen dari Fakultas Teknik, Fisipol, hingga Fakultas Psikologi.
“Nilai sudah berubah tapi yang viral ke mana-mana kan dapat nilai C, tidak (korban) dapat A/B. Iya sempat C pertimbangan itu ada di ranah dosen pembimbing tetapi kemudian dari tim investigasi itu lalu kemudian ada perubahan nilai dan ini masih dalam konsultasi tim psikologi,” jelasnya.
Universitas Gadjah Mada (UGM). (Foto: Dok. ugm.ac.id)
zoom-in-whitePerbesar
Universitas Gadjah Mada (UGM). (Foto: Dok. ugm.ac.id)
Di sisi lain, pihak kampus sebelumnya menganggap kasus ini telah usai setelah adanya pertemuan tim investigasi dengan korban maupun pelaku dan beberapa rekomendasi sanksi untuk HS.
ADVERTISEMENT
Diketahui sanksi bagi HS mulai dari sanksi ringan hingga berat. Untuk sanksi berat, berdasarkan artikel Balairung, HS diwajibkan memberikan surat permohonan maaf yang ditandatangani oleh orang tuanya. HS juga diharuskan mengikuti konseling selama 2-6 bulan.
Namun dengan adanya artikel tersebut, pihak kampus sadar korban masih membutuhkan keadilan. UGM, kata Iva, siap untuk mengadvokasi mahasiswi dengan memproses HS secara hukum agar tercipta keadilan.
“Kita kemarin tidak membawa persoalan itu ke ranah hukum karena dari diskusi tim itu ya ada korban dan tim investigasi pada waktu itu lebih menekankan pada bahwa penyitas ini mendapatkan rasa keadilan saja," ucapnya.
"Tapi kalau memang solusi yang ditawarkan tim investigasi itu ternyata tidak dirasa membawa keadilan, maka akan kita bawa ke ranah hukum sehingga nanti UGM hanya menjalankan hal-hal yang berkaitan sanksi etika,” lanjut Iva.
ADVERTISEMENT
Tak hanya memproses HS secara hukum, pihak kampus juga bisa mengeluarkan keputusan untuk mengeluarkan (DO) yang bersangkutan dari kampus. Sebab UGM, kata dia, selama ini memiliki kebijakan yang ketat soal pelecehan seksual.
Tidak hanya pelecehan seksual, bahkan pelecehan secara akademik (academic harassment) juga telah diatur oleh Rektor sehingga dosen tidak bisa bersikap sewenang-wenang kepada mahasiswa.
“Pelaku pelecehan seksual bisa saja di DO (Drop Out) . Kampus memiliki peraturan Rektor berkaitan sexual harassment dan academic harassment saya (dosen) tidak bisa sewenang-sewenang kepada mahasiswa juga (dalam memberi nilai)," tegasnya.