Mahfud MD: Ada Pasal Selundupan di RKUHP

26 September 2019 15:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahfud MD hadiri dialog kehidupan beragama dengan tema "Konservatisme Beragama di Tahun Politik" di Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mahfud MD hadiri dialog kehidupan beragama dengan tema "Konservatisme Beragama di Tahun Politik" di Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menanggapi masifnya gelombang penolakan terhadap revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
ADVERTISEMENT
Menurut Mahfud, masifnya penolakan yang tercermin dari demo besar-besaran di beberapa daerah itu lantaran draf RKUHP bermasalah. Ia menilai terdapat beberapa pasal selundupan yang tiba-tiba masuk di draf RKUHP.
"Sudah tepat kita memang bahwa RUU KUHP ini ditunda karena saya dengar (ada) pasal-pasal yang terselundupkan, saya kaget. Dulu kita punya UU Tembakau ada 1 pasalnya (selundupan), terus UU ITE ada 1 pasal, nah ini ada lagi gitu," kata Mahfud di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/9).
Mahfud mencontohkan, salah satu pasal selundupan itu mengenai kewenangan kepala desa melaporkan pasangan kumpul kebo ke polisi. Aturan kepala desa bisa melaporkan pasangan kumpul kebo di RKUHP memang baru muncul dalam rapat terakhir antara DPR dan pemerintah pada 15 September.
ADVERTISEMENT
"Misal barang siapa berhubungan badan zina dengan bukan suami, yang bukan istri, dijatuhi pidana kalau ada keluarga yang lapor itu delik aduan. Tapi ada pasal masuk kades boleh melaporkan ke polisi," ucap Mahfud.
"Pasal itu masuk, padahal dulu sudah disepakati itu di luar. Kan celaka orang nanti kalau kades tidak ada kerjaan, kerjanya cuma ngintipin rumah orang terus lapor polisi," lanjutnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD hadiri acara konferensi 'Gerakan Suluh Kebangsaan bersama Tokoh Bangsa Menyikapi Sitiasi Papua' di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (23/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Aturan yang dimaksud Mahfud ada di Pasal 419 ayat (3) RKUHP yang berbunyi:
Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya.
Mahfud mengaku mengonfirmasi pasal itu ke salah satu tim perumus RKUHP dari pemerintah yakni Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof Eddy Hiariej. Berdasarkan pernyataan Prof Eddy, kata Mahfud, memang banyak pasal selundupan dalam RKUHP.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah bicara kemarin sore sama Prof Eddy, dia yang nyusun (RKUHP). Dia (Prof Eddy) bilang benar banyak," kata Mahfud menirukan ucapan Prof Eddy.
Adanya pasal selundupan itu membuat Mahfud geram. Sebab ia menganggap menyelundupkan pasal dalam sebuah RUU itu sebagai kejahatan.
"Besok harus diusut itu. Makanya buru-buru mau disahkan sesudah ditunda, gitu dibaca lagi memang ada yang (pasal) masuk padahal sudah keluar. Saya enggak tahu siapa itu," tutur Mahfud.
"Mestinya kesekjenan (DPR) harus ada pengamanan yang maksimum, seharusnya enggak boleh terjadi seperti itu. Kalau itu terus apa gunanya kita punya wakil rakyat sudah berjuang habis-habisan, tiba-tiba ada kata (dan) koma diganti, dan itu sudah lain artinya loh. Dan diganti atau itu sudah lain artinya. Dan itu sudah ada berapa kasus begitu misalnya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Mahfud pun mengusulkan agar pihak kepolisian dilibatkan dalam pembuatan UU. Sehingga pihak luar yang mengubah atau memasukkan pasal selundupan dapat dijerat pidana.
"Harus ada polisi, kalau perlu ditambah 1 pasal (di RKUHP) siapa yang ngubah kalimat UU ada pidana 5 tahun, itu perlu ditambah hukum pidana. Merusak dokumen negara hasil kesepakatan dan macam-macam itu bisa," tutup Mahfud.