Mahfud MD: Masalah Kesukuan Tak Ada, yang Masih soal Agama dan Ras

11 April 2019 23:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
ADVERTISEMENT
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD; putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Alissa Wahid; dan Edi Brokoli menghadiri kegiatan yang membahas mengenai toleransi di Coffee & Space, Kota Bandung, Kamis (11/4). Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Satu frekuensi dan Second House Bandung.
ADVERTISEMENT
Mahfud memaparkan saat ini permasalahan toleransi masih ada, terutama terkait agama dan ras. Terlebih menjelang pemilu. Oleh sebab itu, dia mengajak agar masyarakat senantiasa bersikap waras dengan tetap menjadi pribadi yang toleran.
"Kesukuan sekarang alhamdulillah sudah tidak ada lagi. Yang ada sekarang adalah masalah agama dan ras. Kita yang waras di sini, mari jaga kehidupan yang penuh toleransi yang telah diletakkan oleh pemimpin bangsa ini. Mari kita menjadi orang waras yang toleran," kata Mahfud.
Menurutnya, perbedaan merupakan fitrah manusia. Sehingga, Mahfud menekankan betapa pentingnya kemajemukan berupa ras, suku, maupun agama di Indonesia.
"Bahwa secara historis, toleransi dan keberagaman merupakan ciri kodrat bangsa Indonesia yang tidak boleh dirusak," terang Mahfud.
ADVERTISEMENT
Dalam diskusi ini, Mahfud mendapat pertanyaan dari seorang ibu Nasrani terkait bisakah masyarakat selain beragama Islam menjadi presiden RI. Ia kemudian menjelaskan setiap warga asli Indonesia dapat menduduki kursi RI-1.
"Pasal 6 itu presiden Indonesia harus orang Indonesia asli dan beragama Islam. Indonesia asli pun waktu itu mau dicoret, tapi maksudnya agar jangan orang Jepang yang jadi presiden. Sehingga kata asli tetap dipakai, beragama Islam dicoret. Nah, itu pedoman konstitusinya. Jadi ibu bisa menjadi presiden," kata Mahfud.
Bersalaman Foto: Johnhain (Pixabay)
Sementara itu, Alissa Wahid mengakui belakangan ini muncul sikap-sikap intoleran di Indonesia. Dia menyebut, munculnya sikap semacam itu disebabkan oleh pasifnya orang yang mendukung keberagaman ke permukaan.
"Diamnya kelompok ini membuka peluang yang besar bagi segelintir kelompok intoleran guna melancarkan aksinya sekaligus mempropagandakan kepercayaan mereka," jelas Alissa.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, bagi Alissa yang beragama Islam, terdapat tiga persaudaraan yang mesti dijaga untuk menegakkan agama Islam, yakni persaudaraan dengan antarumat Muslim, sesama bangsa Indonesia, serta sesama manusia.
"Satu, persaudaraan sesama muslim. Dua, persaudaraan sesama bangsa indonesia. Tiga, persaudaraan sesama manusia. Tiga ini mesti berjalan bersamaan, tidak bisa yang satu ditinggalkan," ungkap Alissa.
Sedangkan, Edi Brokoli mengatakan peran generasi milenial dalam tahun politik ini dengan menyumbangkan suara diperlukan untuk menentukan apakah pemimpin yang terpilih kelak mendukung keberagaman ataukah tidak.
"Suara kita milenial dalam pemilu akan menentukan konfigurasi kepemimpinan yang mendukung atau menolak keberagaman," tutur Edi.