Mahfud MD: Situasi MK Sekarang Sama Seperti Tahun 2009

29 Mei 2019 20:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahfud MD dalam Dialog Kebangsaan dan Seruan Perdamaian di Universitas Alma Ata, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (29/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mahfud MD dalam Dialog Kebangsaan dan Seruan Perdamaian di Universitas Alma Ata, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (29/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua MK, Mahfud MD, mengomentari sengketa Pilpres 2019 yang tengah berlangsung. Mahfud menyadari ada kekhawatiran sejumlah pihak bahwa MK akan didikte pemerintah terkait sengketa ini.
ADVERTISEMENT
Namun, Mahfud memastikan hal itu tidak akan terjadi. Mahfud bercerita situasi politik usai pemilu saat ini tidak jauh berbeda dengan Pilpres 2009, ketika ia masih menjabat sebagai Ketua MK.
“Saya pernah jadi hakim MK. Sama menghadapi situasi sekarang. Ketika Pak SBY menang (Pemilu 2009), lalu digugat Bu Mega yang berpasangan dengan Prabowo (dan) digugat oleh JK yang berpasangan dengan Pak Wiranto waktu itu. Situasinya sama seperti ini. MK diteror,” kata Mahfud dalam Dialog Kebangsaan dan Seruan Perdamaian di Universitas Alma Ata, Bantul, Yogyakarta, Rabu (29/5).
Megawati dan Prabowo saat Pilpres 2009 Foto: AFP/Romeo Gacad
Mahfud mengatakan, MK saat itu dituduh didekte oleh pemerintah. Mahfud yang saat itu menjabat Ketua MK bahkan disebut pernah dipanggil SBY ke Cikeas pukul 01.00 WIB. Cerita itu terus diberitakan dan MK didemo selama seminggu.
ADVERTISEMENT
“Saya katakan ndak mungkin MK diintervensi karena mekanisme sangat ketat, sidang terbuka, hakimnya sembilan membuka semua. Enggak bisa seorang presiden memanggil Ketua MK lalu akan menentukan keputusan, itu ndak bisa,” jelasnya.
Ia menjelaskan presiden tidak berhak memanggil Ketua MK. Namun sebaliknya, Ketua MK mempunyai hak untuk memanggil presiden.
“Malah saya waktu itu Presiden SBY tak boleh memanggil Ketua MK. Tapi Ketua MK (boleh) manggil Presiden SBY. Enggak mungkin saya dipanggil tengah malam. Dia (SBY) ngantuk, saya juga ngantuk,” tuturnya.
Pemilu 2009, Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati (kiri), Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto (tengah kiri), Jusuf Kalla (tengah kanan), dan Prabowo Subianto (Kanan). Foto: AFP/ADEK BERRY
Meski situasi politik sempat memanas kala itu, namun paslon capres dan cawapres yang menggugat menerima keputusan MK yang diketuk pada 12 Agustus 2009.
“Panas situasinya, saling ancam. Tapi pada 12 Agustus 2009, saya mengucapkan putusan jam 02.00, diketuk jam 04.00. Jam 04.30 Bu Mega sudah menyatakan karena MK sudah memutuskan maka kami menerima putusan itu. Bersamaan itu juga, JK bersama Wiranto mengumumkan sudah turun persoalan politik, sudah selesai, kami menerima keputusan itu. Damai. Sesudah itu lancar pemerintahan,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dari apa yang dia alami sendiri pada sengketa Pilpres 2009, ia pun berharap seluruh pihak dapat menerima apapun keputusan MK nanti. Ia berharap agar masing-masing pihak dapat menerima hasilnya dengan lapang dada.
“Pemerintahan harus berjalan. Itulah cara hidup yang beradab,” pungkasnya.