Mahfud MD soal Baiq Nuril: Pengadilan Hanya Tegakkan Hukum Formal

19 November 2018 13:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
ADVERTISEMENT
Kasus Baiq Nuril menyita perhatian luas. Guru honorer itu divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan karena menyebarkan rekaman pembicaraannya dengan kepala sekolah yang bernada mesum.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang menyorot bicara soal kasus ini adalah pakar hukum tata negara Mahfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut hakim yang melaksanakan putusan secara formal.
"Dalam kasus Bu Nuril, pengadilan hanya menegakkan hukum (formal) tidak menegakkan keadilan (substansial)," jelas Mahfud dikutip dari akun Twitternya @mohmahfudmd, Minggu (19/11).
Keadilan substansial dimaksud sebagaimana disuarakan para pegiat hukum bahwa Baiq Nuril adalah korban. Dalam UU ITE yang dituduhkan, rekaman pembicaraan yang dianggap merugikan kepala sekolah itu disebarkan oleh rekannya, bukan Baiq Nuril.
Mahfud tidak menjelaskan lebih lanjut soal pandangan hukummnya dan tak memberi penilaian atas kasus ini. Ia hanya menjawab pertanyaan dari seorang netizen @BUDIYANTO250754 yang bertanya mengenai kasus Baiq Nuril.
ADVERTISEMENT
Kasus ini bermula, saat Baiq Nuril yang merupakan staf honorer di SMAN 7 Mataram, merekam percakapan telepon antara dirinya dengan Muslim yang merupakan kepala sekolah di sana.
Percakapan itu direkam oleh Nuril lantaran Muslim melontarkan kata-kata yang mengandung unsur asusila. Karena merasa terganggu dan terancam, Nuril kemudian merekam kata-kata Muslim tanpa sepengetahuan Muslim.
Peristiwa itu terjadi pada Agustus 2012 silam. Namun, kasus mulai muncul pada Desember 2014, ketika seorang rekan Nuril bernama Imam Mudawim meminjam telepon genggam Nuril. Ia menemukan rekaman tersebut, dan kemudian menyalin rekaman itu.
Setelah disalin oleh rekannya, rekaman yang bernada asusila itu kemudian dengan seketika menyebar luas ke sejumlah guru maupun siswa. Hal itu pun membuat Muslim merasa malu karena namanya telah dicemarkan hingga akhirnya melapor ke kepolisian dengan tuduhan melanggar UU ITE.
ADVERTISEMENT
Hakim PN Mataram memutus bebas Baiq Nuril sehingga jaksa mengajukan kasasi. Namun, pada 26 September 2018, MA menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan akibat pelanggaran UU ITE.
Hampir 100 ribu orang meneken petisi melalui change.org yang mendesak agar Baiq Nuril dibebaskan. Petisi yang lain mengumpulkan uang untuk menebus denda yang dibebankan pengadilan kepada Baiq Nuril.