Mari Ingat-ingat Para Pelaku Pelecehan Seksual

28 Januari 2018 10:37 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilham Sinna, pelaku peremas payudara di Depok (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Ilham Sinna, pelaku peremas payudara di Depok (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Hukuman yang ringan bagi pelaku, korban enggan melapor karena malu, aparat tidak merespons aduan dengan baik, adalah sejumlah faktor mengapa kasus pelecehan seksual terus berulang. Menciptakan rasa aman dari predator seksual rasanya masih jauh dari harapan. Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan?
ADVERTISEMENT
Beberapa negara ada yang melakukan langkah-langkah preventif dengan melakukan pendataan dan pengenalan identitas bagi para pelaku pelecehan seksual. Tujuannya, agar masyarakat bisa menghindari kemungkinan pelaku mengulangi aksinya.
Sepintas rasanya agak kurang adil bagi para pelaku karena seolah menjadi hukuman ‘seumur hidup’. Sebab ada kemungkinan mereka sudah berubah atau bertaubat. Namun, database ini dianggap penting untuk memenuhi ekspektasi publik yang lebih luas.
Database Predator Seksual
Kejahatan seksual, termasuk kepada anak-anak, di Guatemala tidak dianggap serius. Banyak pelaku yang tidak mendapat hukuman setimpal atas perbuatannya.
Dikutip dari Reuters via Antara, sedikitnya ada 10 kasus pelecehan seksual anak setiap hari yang dilaporkan di Guatemala. Pelakunya rata-rata berasal dari anggota keluarga sendiri atau lingkaran dekat korban. Sayangnya, para pelaku jarang sekali mendapat hukuman.
WS alias Babeh pelaku pelecehan seksual anak (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
WS alias Babeh pelaku pelecehan seksual anak (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
Menurut laporan pada 2009 oleh Komisi Perserikatan Bangsa Bangsa untuk menentang Impunitas di Guatemala (CICIG), hampir 90 persen kasus kejahatan terhadap anak-anak tidak dihukum.
ADVERTISEMENT
Salah satu konsekuensi kekerasan seksual adalah tingginya tingkat kehamilan remaja. Ribuan anak perempuan, beberapa di antaranya berusia 10 tahun, hamil setiap tahun akibat perkosaan. Demikian laporan aktivis antikekerasan seksual di Guatemala.
Karena itu, dibuatlah sebuah aturan baru yang mengharuskan orang dewasa yang hendak masuk kerja di lingkungan bersama anak-anak, untuk menunjukkan sertifikat tidak pernah memiliki tuntutan pelecehan seksual. Para pemberi kerja juga diminta melakukan pemeriksaan latar belakang sebelum menerima karyawan.
"Kami percaya hal ini mencegah terjadinya kekerasan sejak awal, karena pelaku dapat dikeluarkan dari posisi otoritas di mana mereka bisa menyakiti lebih banyak anak, " kata Brad Twedt, direktur Misi Keadilan Internasional (IJM) di Guatemala.
ADVERTISEMENT
Dalam waktu beberapa minggu sejak undang-undang tersebut mulai berlaku, ada lebih dari 223.000 sertifikat telah dikeluarkan. Demikian dilaporkan IJM selaku kelompok hak asasi manusia yang telah berkampanye untuk mengupayakan pengesahan undang-undang tersebut.
Menghadapi pelecehan seksual (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menghadapi pelecehan seksual (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan)
Undang-undang itu juga telah mengungkap lebih dari 30 guru sekolah dan pekerja lain yang telah dihukum karena melakukan pelecehan seksual pada anak yang bekerja di sekolah-sekolah di Guatemala.
Daftar itu akan mengumpulkan informasi tentang orang-orang yang dihukum karena kejahatan seksual, termasuk pemerkosaan, dan membantu pihak berwenang melacaknya selama lima tahun setelah dibebaskan dari penjara.
Pelecehan seksual oleh perawat di rumah sakit. (Foto: Instagram @thelovewidya)
zoom-in-whitePerbesar
Pelecehan seksual oleh perawat di rumah sakit. (Foto: Instagram @thelovewidya)
Sebagai bagian dari undang-undang itu, database asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid/DNA) akan menyimpan informasi genetik dari orang-orang yang ditahan atas tuduhan kejahatan seksual, yang dapat membantu jaksa untuk mengidentifikasi dan menghukum pelaku dengan lebih baik.
ADVERTISEMENT
Tanda Pengenal ‘Penjahat’ di Paspor
Berbeda dengan Guatemala, Amerika Serikat punya cara khusus untuk mengenali para pelaku pelecehan seksual. Selain tentunya mendata mereka, Amerika Serikat juga menandai penjahat seksual di paspor.
Pada tahun 2017 lalu, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan kebijakan menarik paspor para pelaku kejahatan seksual. Mereka yang paspornya ditarik kemudian diminta untuk mendaftarkan ulang. Nah, dalam paspor barunya tersebut ada ‘penanda unik’ sebagai pengenal bahwa pemilik paspor pernah melakukan kejahatan.
Para korban produser cabul di Hollywood  (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Para korban produser cabul di Hollywood (Foto: Wikimedia Commons)
Langkah ini dilakukan sebagai upaya pemerintah AS memberikan kemudahan pada negara lain untuk mengenali predator seksual yang masuk ke sebuah negara. Tak hanya itu, tanda ini juga memudahkan bagi Departemen Kehakiman AS dalam melakukan pelacakan terhadap para penjahat, sekaligus mencegah kemungkinan ada aksi yang terulang di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Mengingat Para Pelaku
Dua langkah pemerintah di atas adalah sebagai upaya untuk mengingat para pelaku kejahatan seksual. Tujuannya tentu agar mencegah mereka mengulangi perbuatannya dengan cara pengawasan yang ketat.
Bicara tentang pengulangan kejahatan, belum diketahui secara pasti data pelaku kejahatan seksual yang mengulangi perbuatannya di Indonesia. Namun di Amerika Serikat, ada sebuah penelitian khusus terhadap para residivis penjahat seksual.
Peneliti kejahatan seksual Jill Levenson dari Universitas Lynn di Florida menemukan data bahwa 75 persen publik percaya bahwa pelaku kejahatan seksual pasti akan mengulangi perbuatannya. Namun ternyata hasil penelitian terhadap para pelaku, membuktikan sebaliknya.
Pelecehan Seksual di Tempat Kerja  (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pelecehan Seksual di Tempat Kerja (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
R. Karl Hanson dan Kelly E.Morton-Bourgon dari Badan Keselamatan Publik Kanada pernah mendata para residivis kasus seksual. Angka menunjukkan, 14 persen residivis yang melakukan kejahatan seksualnya, dalam periode 5-6 tahun. Lalu angka itu naik sampai 24 persen dalam rentang waktu sampai 15 tahun setelah keluar penjara.
ADVERTISEMENT
Jumlahnya jauh dari persepsi publik memang. Tapi, hasil ini bisa jadi tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya di masyarakat. Sebab banyak kejahatan seksual berulang yang tidak pernah terungkap.
Para penelliti akhirnya sepakat bahwa untuk pelaku kejahatan seksual, terutama yang sudah pernah tertangkap, dibutuhkan pengawasan ketat terhadap mereka. Tujuannya, selain memberikan efek jera, juga mencegah perbuatannya berulang.
Jadi, mari kita ingat-ingat pelaku kejahatan seksual yang pernah tertangkap.