news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Masjid di Donggala yang Masih Berdiri Kokoh Meski Dihantam Tsunami

6 Oktober 2018 16:06 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Ar Rahmat kokoh berdiri meski dihantam tsunami. (Foto: Mirsan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Ar Rahmat kokoh berdiri meski dihantam tsunami. (Foto: Mirsan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perumahan sepanjang pesisir pantai Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, hancur lebur dihantam gempa dan tsunami. Hampir semua warga mengungsi ke pegunungan. Beberapa warga bahkan sudah meninggalkan Donggala.
ADVERTISEMENT
kumparan yang menyisiri pantai Donggala, Sabtu (6/10), melihat pemukiman warga bak kota mati. Namun, tercatat ada dua rumah ibadah yang masih kokoh berdiri, padahal berada di bibir pantai.
Masjid-masjid yang berdiri kokoh tersebut yakni Masjid Ar Rahmat di Desa Loli Londo dan Masjid Babul Jannah, Desa Loli Saluran, Donggala. Kemarin Jumat (5/10), kumparan juga menemukan Masjid Al Amiin di pantai timur Donggala. Masjid ini juga masih berdiri kokoh.
Masjid Babul Jannah, Desa Loli Saluran, Donggala. Masjid kokoh meski dihantam tsunami. (Foto: Mirsan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Babul Jannah, Desa Loli Saluran, Donggala. Masjid kokoh meski dihantam tsunami. (Foto: Mirsan/kumparan)
Kesaksian warga di Desa Loli Londo, Masjid Ar Rahmat dihantam tsunami dengan ketinggian air laut mencapai 9 meter. Awalnya, kata seorang warga yang bernama Samiun, air laut sempat surut sebelum menghempas masjid.
“Air sempat surut, terlihat batu karangnya. Air seperti mendidih. Kami langsung lari ke gunung. Air laut mendorong rumah warga. Kami kira habis itu masjid,” kata Samiun di Desa Loli Londo.
ADVERTISEMENT
Samiun menyebut Masjid Ar Rahmat baru mengalami renovasi, setelah berdiri selama hampir 20 tahun.
“Ini baru diperbaiki, tapi alhamdulillah, enggak ada kerusakan parah. Kami pikir ini sudah hancur,” imbuh Samiun.
Sementara itu, Nana (42), warga Desa Loli Saluran, menceritakan detik-detik saat gempa membuat keluarganya dan warga lain berhamburan ke luar. Mereka melihat air laut sudah menjilat pondasi rumahnya.
“Gempa pertama air laut (seperti) mendidih. Begitu selesai air laut mendidih, air laut kayak dihisap baru dihantam ke kami,” ujar Nana yang masih trauma mengingat peristiwa pertama dalam hidupnya itu.
Mas'ulin berfoto bersama anaknya di depan Masjid Al-Amiin, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (5/10). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan )
zoom-in-whitePerbesar
Mas'ulin berfoto bersama anaknya di depan Masjid Al-Amiin, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (5/10). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan )
Nana mengatakan, setelah mereka turun dari bukit kemudian menuju masjid Babul Jannahlah yang menjadi tempat mereka beristirahat. Masjid Babul, kata Nana, sudah lama dibangun.
ADVERTISEMENT
“Sekitar 1990-an,” ucap Nana.
Pengungsi di Donggala menyakini, masjid-masjid tersebut dilindungi yang Mahakuasa dari bencana alam. “Ini biar yang lain ingat sama Allah,” pungkasnya.
Mas'ulin berfoto bersama anaknya Putri Ramadhani (tengah), Nur Nissa (kanan) dan Ainun Naziah di depan Masjid Al-Amiin. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mas'ulin berfoto bersama anaknya Putri Ramadhani (tengah), Nur Nissa (kanan) dan Ainun Naziah di depan Masjid Al-Amiin. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)