Megawati: PDIP Tak Pernah Asal Comot Tokoh, Meski Harus Kalah Pemilu

10 Januari 2019 12:30 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana acara HUT Ke- 46 PDI Perjuangan di JIEXPO HALL B3 dan C3 Kemayoran Jakarta, Kamis (10/1) (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana acara HUT Ke- 46 PDI Perjuangan di JIEXPO HALL B3 dan C3 Kemayoran Jakarta, Kamis (10/1) (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
PDIP menggelar perayaan HUT ke-46 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (10/1). Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menegaskan partainya tak pernah asal comot tokoh meski kalah pemilu menjadi taruhannya.
ADVERTISEMENT
"Meskipun kalah dalam pemilu, partai ini tidak pernah memilih jalan pintas, PDIP tidak milih strategi asal comot tokoh lain, apalagi dari partai lain. Asal lolos presidential threshold atau asal menang pemilu.," tegas Megawati di hadapan ribuan kadernya, termasuk Presiden Jokowi.
Meski begitu, ia menjelaskan PDIP selalu terbuka untuk semua orang dengan berbagai latar belakang. Asalkan, kata Megawati, sosok tersebut harus berideologi dan menjaga Pancasila.
"Meskipun terbuka, tetapi saya tidak ingin kader diisi dengan kader karbitan, atau orang yang mendadak kader saat pemilu," kata Megawati.
Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri, Capres 01 Jokowi, cawapres 01 Ma'ruf Amin di Acara HUT PDIP. (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri, Capres 01 Jokowi, cawapres 01 Ma'ruf Amin di Acara HUT PDIP. (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
Terlebih selama ini ia juga menemukan ada orang yang mengaku kader, namun karena saat pemilu tak mendapat rekomendasi, akhirnya pindah ke partailainnya.
"Mengaku kader namun jika tidak direkomendasi atau terpilih, lalu loncat ke partai lain. Partai bagi kami bukan lompatan kekuasaan," ujar Megawati.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan PDIP merupakan sekolah politik bagi para kader. Sehingga ia tak mempermasalahkan orang yang berpikir pragmatis dengan meninggalkan PDIP.
"Tetapi kami tidak berkecil hati kehilangan politisi pragmatis seperti itu. Tapi kami mengibaratkannya, seleksi alam, ideologi, mana yang kader dan mana yang bukan kader," tambahnya.