Melawan Politik Uang dari Desa Murtigading

7 Maret 2019 10:34 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Topi anti politik uang. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Topi anti politik uang. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
ADVERTISEMENT
Asmadi, 58 tahun, masih ingat tantangan PJ Lurah Desa Murtigading, Rudi Suharto, 2016 lalu. Suatu siang, Ranting Muhammadiyah Desa Murtigading, Bantul, Yogyakarta, baru saja menetapkan pengurus baru. Selepas rapat, pembicaraan melebar ke urusan politik.
ADVERTISEMENT
Di sela obrolan, Rudi Suharto, menantang pengurus baru. “Kita itu di sini kan terkenal dengan adanya politik uang. Wani ora? Dari orang-orang Muhammadiyah itu mengawali tanpa uang,” kata Asmadi menirukan pernyataan Rudi kala itu. Momentumnya saat itu tepat menjelang pemilihan lurah desa (Pilurdes) yang akan digelar Desa Murtigading.
Kantor Lurah Desa Murtigading. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Usul spontan itu mengejutkan peserta pertemuan. Faktanya, politik uang sudah mengakar kuat di Desa Murtigading, bahkan hingga tingkatan Pilurdes. Mulanya, suara pengurus ranting Muhammadiyah Murtigading tak bulat menanggapi tantangan Rudi. Ada yang menyambutnya antusias, tapi ada pula yang enggan terlibat.
Yang tak mau bergabung, bukannya tak setuju. Menurut Asmadi, beberapa pengurus ranting Muhammadiyah masih bingung bagaimana harus memulai gerakan itu. Mereka berubah pikiran setelah diyakinkan.
Asmadi, Ketua Tim 11 Desa Murtigading. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Pengurus ranting Muhammadiyah lantas menggelar rapat dadakan. Dibentuklah tim beranggotakan 11 untuk mengawal pilurdes, mereka kemudian disebut tim 11. Tim ini diketuai oleh Asmadi. “Kita membentuk kisi-kisinya, apa langkah-langkah yang akan kita jalankan untuk membendung politik uang ini,” ujar Asmadi.
ADVERTISEMENT
Mulanya, Tim 11 mengundang tiga calon kepala desa Murtigading. Mereka dimintai komitmen mendukung gerakan antipolitik uang. Selanjutnya, Tim memfasilitasi para calon untuk menyampaikan visi misi dan berdebat di hadapan warga Murtigading.
Masyarakat anti politik uang di Desa Murtigading. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Tak cuma itu, Tim 11 membuka posko pengaduan politik uang. Beberapa laporan yang mereka terima ditindaklanjuti. Namun, dengan pertimbangan tertentu, kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan. Para pelaku hanya diberi sanksi ‘ringan’, fotonya diunggah ke media sosial dengan diberi predikat terlibat politik uang.
Komik Desa Antipolitik Uang Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Langkah-langkah itu cukup manjur menekan politik uang di Pilurdes. Setelah sukses mengawal Pilurdes, Tim 11 yang merasa tugasnya rampung berencana bubar. Tapi niatan itu dicegah Ketua Ranting Muhammadiyah Murtigading, Sumarno. Ia ingin Tim 11 juga mengawal Pileg dan Pilpres 2019 di Desa Murtigading. Hal ini mendapat dukungan kepala desa terpilih, Sutrisno, yang berkaca dari pengalaman di Pemilu 2014.
ADVERTISEMENT
“Kita prihatin dengan pemilu 2014. Saya lihat paling terjelek di sini. Karena setiap calon keluar dengan money politic-nya. Kalau itu berkembang lama-lama saya yakin desa kita akan penuh dengan korupsi,” ungkap Sutrisno. Alhasil, Tim 11 urung dibubarkan.
Sutrisno, Lurah Desa Murtigading. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Kabar keberhasilan Tim 11 mengawal Pilurdes juga sampai ke Bawaslu. Salah satu anggota Tim 11, Fauzi Ahmad Noor, merupakan mahasiswa dari Bambang Eka Cahya Widodo, Ketua Bawaslu RI periode 2008-2012, di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Fauzi menceritakan perjuangan Tim 11 menumpas praktik politik uang di Murtigading. Bambang lantas menyampaikan hal tersebut kepada ketua Bawaslu DIY. Bak gayung bersambut, Bawaslu juga tengah memformulasikan program antipolitik uang di desa-desa pada akhir 2017.
“Fauzi kita undang juga di sini untuk presentasi. Kita gali pengalaman dia macam-macam. Kebetulan kita saat itu juga sedang merancang, jadi wah cocok ini. Kalau kata orang Jawa tumbu ketemu tutup,” urai Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu DIY, Muh. Amir Nashirudin.
Muh. Amir Nashirudin, Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu DIY. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Bawaslu juga menurunkan tim ke Murtigading untuk meninjau. Dari pertemuan dengan kepala desa dan Tim 11, Bawaslu mendorong Desa Murtigading menjadi desa antipolitik uang. Singkatnya, pada 22 April 2018, Murti Gading resmi menjadi desa pertama di Indonesia yang mendeklarasikan diri sebagai desa antipolitik uang.
ADVERTISEMENT
Seremoni deklarasi bahkan dihadiri perwakilan Bawaslu RI. Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin mengungkapkan apresiasinya atas komitmen warga Desa Murtigading.
“Ini merupakan sejarah baik di Yogyakarta maupun di Indonesia karena sampai saat ini belum ada desa yang berani mendeklarasikan diri sebagai Desa Anti Politik Uang,” katanya.
Suasana di sekitar Desa Murtigading. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Berbagai tantangan muncul selepas deklarasi ini. Menurut Lurah Murtigading Sutrisno, hitungan kasarnya sekitar 70 persen warga mendukung gerakan ini. Sisanya, 20 persen ragu-ragu dan 10 persen lainnya menolak.
Hal ini tak mengendurkan semangat Tim 11. Mereka menggandeng tokoh masyarakat dan kepala dukuh untuk menyosialisasikan gerakan antipolitik uang.
“Kita bergerilya lewat tokoh agama, tokoh masyarakat. Kita ajak diskusi di pertemuan resmi atau tidak, untuk menggerakkan hati masyarakat agar anti politik uang,” sebut Ketua Tim 11, Asmadi.
Sudiharjo, Kepala Dukuh Dagan, Murtigading. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Tak cuma sosialisasi, Tim 11 juga merancang program untuk melawan praktik politik uang. Cara yang ditempuh, misalnya, dengan menyelenggarakan deklarasi caleg anti politik uang. Tim 11 mengundang 60 caleg DPRD Bantul dari daerah pemilihan V, yang meliputi wilayah Murtigading dan caleg DPRD DIY.
ADVERTISEMENT
Di hari H, cuma 24 caleg yang memenuhi undangan. Bertempat di balai desa, Minggu (24/2), mereka bertemu masyarakat dan menyatakan komitmen menolak praktik politik uang dalam gelaran pemilu tahun ini. Salah satu anggota Tim 11, Karyanto, turun langsung mengirim surat undangan ke setiap caleg. “Itu tiga hari saya tempuh pas hujan-hujanan,” ucap Karyanto berkelakar.
Karyanto Anggota Tim 11 Desa Murtigading. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Semua kegiatan Tim 11 didanai secara mandiri. Anggota Tim 11 urunan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan. Untuk menutupi kekurangan biaya, mereka memproduksi kaus dan topi—dengan pesan anti politik uang—yang dijual ke masyarakat. Keuntungannya digunakan bagi program antipolitik uang.
Berkat kegigihan Tim 11, Desa Murtigading kini menjadi model percontohan desa antipolitik uang di Indonesia. Inisiatif Desa Murtigading mematik tempat lain untuk melakukan hal yang sama. Kini, di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 26 desa yang telah mendeklarasikan diri sebagai desa antipolitik uang.
ADVERTISEMENT
Meski kini disebut sebagai perintis gerakan desa antipolitik uang, Tim 11 sebenarnya tak punya keinginan muluk. Bagi mereka, apa yang saat ini tengah diperjuangkan merupakan investasi untuk demokrasi di masa depan.
“Yang jelas kita ingin perubahan. Perubahan untuk mendidik generasi muda sekarang ini. Ya enggak jauh-jauh kalau saya ini, untuk anak saya sendiri. Biar tahu (bahaya) politik uang itu seperti apa,” jelas salah satu anggota Tim 11, Muh Irfan Al Amin.
Setelah Murtigading mendeklarasikan diri sebagai desa antipolitik uang, beberapa desa di DIY berbondong-bondong melakukan langkah serupa. kumparan mengulas kisah perjuangan mereka menumpas praktik politik uang dalam topik Konten Spesial.