Melihat Nasib Tukang Becak di Depok yang Semakin Tergusur

23 November 2017 14:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yono, tukang becak sedang menunggu penumpang. (Foto: Brian Hikari Janna/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Yono, tukang becak sedang menunggu penumpang. (Foto: Brian Hikari Janna/kumparan)
ADVERTISEMENT
Alat transportasi tradisional semakin tergerus seiring dengan kemajuan zaman. Namun, di sudut jalanan di Depok, masih ada tukang becak dan penumpang setianya.
ADVERTISEMENT
Salah satu tukang becak tersebut adalah Yono (47). Pria asal Pemalang, Jawa Tengah, itu biasa mangkal di Perumnas Depok. Dia sudah menjadi tukang becak sejak tahun 1991.
Yono bercerita saat ini profesi tukang becak sepi peminat. Kebanyakan tukang becak yang ada sudah berumur di atas 40 tahun.
"Kalau yang muda sudah tidak ada, bahkan belum lama ada yang meninggal dua orang karena sakit,” kata Yono saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com) di atas becaknya, Kamis (23/11).
Yono, tukang becak di Perumnas Depok. (Foto: Brian Hikari Janna/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Yono, tukang becak di Perumnas Depok. (Foto: Brian Hikari Janna/kumparan)
Menurutnya, hal ini terjadi karena mereka yang muda-muda lebih memilih menjadi sopir angkot atau ojek online. Yono hingga saat ini belum terpikir untuk beralih profesi. Dia masih akan setiap kepada becak tercintanya.
“Jalani saja dulu, kalau memang sudah tidak mungkin lagi nanti, ya, baru berhenti,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Alasan lain mengapa dia tidak ingin berhenti adalah karena tuntutan hidup. Pria yang punya tiga anak ini mengaku, selain harus menghidupi keluarga di kampung, dia juga harus membayar barang cicilan. Yono tetap bersyukur meski penghasilannya minim.
"Sehari biasanya Rp 80 ribu, itu tambah dari uang bantu-bantu. Kalau nariknya bersih nggak sampai Rp 50 ribu," katanya.
Menurut Yono, di kawasan Perumnas Depok masih banyak warga yang memakai jasanya untuk mengangkut barang belanjaan, khususnya ibu-ibu yang biasa pergi ke pasar.
Bahkan Yono biasa dimintai tolong untuk mengantre nomor BPJS di rumah sakit dari malam hingga pagi, sehingga tak jarang Yono tidak pulang ke kontrakannya yang tak jauh dari lokasinya mangkal.
ADVERTISEMENT
Becak nasibmu kini (Foto: Brian Hikari Janna/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Becak nasibmu kini (Foto: Brian Hikari Janna/kumparan)
Lain orang, lain cerita. Kalau Yono masih ingin bertahan, Tarno, yang juga tukang becak, justru punya keinginan untuk berhenti dari profesi yang ia jalani sekarang.
“Penginnya ya berhenti, tapi kalau begitu mau makan apa sehari-hari?” ujar Tarno.
Dia sebetulnya punya lahan seluas satu hektare di Pemalang, kampung halamannya. Namun, kebunnya yang ditanami cengkih dan melinjo itu tidak bisa terus menerus menghasilkan uang sepanjang tahun.
“Panen cengkih kan setahun sekali, melinjo tiga kali, tapi ya kalau sudah tanam masa kita diam?” ucap Tarno.
Pria kelahiran 3 Agustus 1965 ini juga berkata, daripada diam menunggu hasil panen, lebih baik dia mencari penghasilan sebagai tukang becak. “Setidaknya buat kirim uang ke anak istri,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Yono dan Tarno adalah dua dari segelintir tukang becak yang masih tersisa di pinggiran Ibu Kota. Berapa lama lagi profesi ini akan bertahan?