Meliput Konferensi Iklim PBB di Tengah Hawa Dingin Polandia

7 Desember 2018 16:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kalau ingin menikmati suasana musim dingin terbaik, coba datang ke Eropa
ADVERTISEMENT
Kalimat itu aku baca dalam sebuah blog beberapa waktu lalu, saat mencari informasi tinggal di negara bermusim dingin. Pertanyaannya, apakah orang Indonesia yang setiap waktu selalu terkena terik matahari akan betah tinggal di tempat bersuhu di bawah 10 derajat hingga minus?
Bagi aku yang baru pertama kali ke negara bermusim dingin, tentu tinggal selama beberapa waktu di Eropa saat musim dingin adalah pengalaman yang menarik. Aku cukup penasaran bagaimana rasanya tinggal sehari-hari dengan berpakaian tebal.
Wartawan kumparan, Kelik Wahyu meliput COP24 di Katowice. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wartawan kumparan, Kelik Wahyu meliput COP24 di Katowice. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
Biasanya hanya memakai pakaian 2 lapis, kini harus memakai pakaian 3-4 lapis, ditambah syal, kupluk, dan sarung tangan. Setidaknya, bagaimana caranya agar tubuh tetap hangat.
Tentu saja repot, tapi normal dilakukan oleh masyarakat Eropa yang sudah terbiasa dengan musim dingin.
ADVERTISEMENT
Satu koper sedang dan satu ransel berisi baju hangat dan keperluan lainnya aku bawa ke Polandia. Itu pun hasil bertanya kanan-kiri ke teman yang sudah pernah ke negara bermusim dingin hingga membaca blog tentang persiapan tinggal di Eropa saat musim dingin.
COP24 di Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
COP24 di Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
Aku ditugaskan kumparan untuk menghadiri dan meliput Konferensi Perubahan Iklim PBB atau Conference of Parties (COP) UNFCCC ke-24 di Katowice, Polandia. Tentu pengalaman yang sangat menarik dapat meliput acara sebesar ini. Terlebih mengenai isu lingkungan yang aku pelajari saat di bangku kuliah dua tahun lalu, yakni ilmu politik lingkungan atau environmental politics.
Kaget menjadi hal pertama yang aku rasakan saat tiba di Bandara Katowice, Minggu (2/12). Bukan hanya rasa capek setelah terbang hampir 19 jam dan transit 2 kali di Istanbul dan Athena, namun juga kaget karena hawa dingin yang mencapai 5 derajat celcius.
ADVERTISEMENT
Saat itu, aku hanya memakai kaos tipis berlapis sweater, celana satu lapis, dan sneakers. Tentu aku tak ingin memakai pakaian super tebal dari Jakarta karena akan kepanasan di dalam pesawat. Secepat mungkin aku memakai jaket yang aku bawa, sementara jaket musim dingin yang aku persiapkan berada di dalam koper di bagasi.
Setelah menukarkan uang dari euro ke zloty —hingga sekarang, Polandia masih menggunakan mata uang sendiri— dan membeli kartu perdana internet, aku dan rombongan dari Indonesia berangkat menuju pusat kota dengan bus bandara. Butuh waktu 15 menit dari bandara menuju pusat kota. Sebab, COP24 diadakan di pusat Kota Katowice.
Wartawan kumparan, Kelik Wahyu dan rombongan EcoNusa Foundation di Katowice. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wartawan kumparan, Kelik Wahyu dan rombongan EcoNusa Foundation di Katowice. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
Selama Konferensi COP24, aku tinggal di sebuah apartemen di sekitar daerah Gliwicka, Katowice, bersama rombongan dari EcoNusa Foundation. EcoNusa merupakan organisasi nonprofit atau NGO yang fokus pada isu lingkungan dan sumber daya alam Indonesia.
ADVERTISEMENT
COP24 dimulai sejak Senin (3/12) dengan dibuka langsung oleh Presiden COP24, Michal Kurtyka. Konferensi ini diadakan selama dua minggu, hingga 14 Desember 2018. Fokus COP24 adalah menyelesaikan kerangka kerja dan pedoman implementasi Perjanjian Perubahan Iklim Paris atau Paris Agreement pada COP ke-21 tahun 2015.
Perjanjian Paris itu berisi tentang kesepakatan mengawal pengurangan emisi gas karbon dioksida atau gas rumah kaca yang berlaku sejak 2020. Hal ini untuk mendukung pengurangan laju pemanasan global hingga di bawah 1,5-2 derajat celcius selambat-lambatnya pada 2030.
COP24 dì Katowice. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
COP24 dì Katowice. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
Banyak isu lingkungan dan perubahan iklim yang aku dapatkan dari COP24. Terlebih soal peran dan kontribusi Indonesia dalam mengurangi emisi karbon. Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon hingga 29 persen atau 2,8 giga ton pada 2030. Angka itu masih bisa naik hingga 41 persen jika mendapat dukungan Internasional.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Indonesia yang merupakan negara terbesar ketiga sebagai pemilik hutan hujan atau rainforest berpotensi besar untuk mengurangi emisi karbon secara global. Peran masyarakat adat dan suku pedalaman yang tinggal di hutan Indonesia juga sangat penting dalam mengurangi emisi karbon. Sebab, selama ini mereka berupaya melestrikan hutan dengan menjalankan kearifan lokalnya dalam menghargai alam.
Aku sempat berpikir kenapa konferensi yang mengangkat isu perubahan iklim diadakan di Polandia yang sedang bermusim dingin. Apakah untuk mendramatisir adanya cuaca ekstrem akibat perubahan iklim? Bayangkan, suhu rata-rata Polandia pada musim dingin berkisar antara 10 derajat celcius hingga -10 derajat celcius. Sementara suhu tertinggi saat musim panas hanya berkisar 25 derajat celcius dan terendah 16 derajat celcius.
Suasana Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
Jawabannya, karena Polandia ingin menunjukkan perannya dalam mengatasi perubahan iklim. Sebab, selama ini Polandia adalah negara yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Hampir 80 persen listrik Polandia dipasok dari tenaga batu bara. Sementara itu, Katowice adalah kota pusat industri batu bara di Polandia.
ADVERTISEMENT
Menurut Presiden Polandia, Andrzej Duda, ketergantungan Polandia terhadap batu bara tidak berseberangan dengan perlindungan iklim dan kemajuan yang sudah dicapai. Ia memastikan Polandia dan negara-negara yang masih bergantung pada batu bara membutuhkan waktu untuk mentransisi secara adil bertahap dalam menuju energi terbarukan yang melindungi para penambang dan ketahanan energi nasional.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, memastikan industri memiliki kesadaran dan akan turut berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon. Ia optimistis negosiasi akan berjalan secara baik dan COP24 segera menghasilkan kerangka kerja Perjanjian Paris. Semoga saja COP24 benar-benar dapat menghasilkan suatu keputusan bersama yang adil bagi seluruh pemangku kepentingan.
Suasana Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
Sudah lima hari aku tinggal di Katowice dan masih beberapa hari lagi aku bertugas di sini. Tampaknya aku mulai terbiasa menggunakan pakaian tebal. Aku tak lagi kaget dengan hawa dingin meski terkadang suhu mencapai 3 derajat celcius saat dini hari. Sayangnya hingga saat ini aku belum melihat adanya salju yang turun dari langit.
ADVERTISEMENT
Selama di sini, dalam bermobilisasi, aku biasa mengendarai taksi online, uber. Meski terkadang juga berjalan kaki —jika suhu tak terlalu dingin— dan menggunakan transportasi umum, seperti trem dan bus.
Trem di Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Trem di Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)