Membaca Motif DPR Kebut Pengesahan Revisi UU KPK

18 September 2019 16:53 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kurnia Ramadhana peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kurnia Ramadhana peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
DPR dan Pemerintah telah resmi mengesahkan RUU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dalam rapat paripurna, Selasa (17/9). Proses dari pembahasan hingga akhirnya RUU ini disahkan terbilang sangat cepat dan juga mengabaikan suara publik.
ADVERTISEMENT
Kritik datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW), yang menilai UU KPK hasil revisi ini cacat dan jelas melemahkan KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi. Mereka yakin ada unsur politik di balik tindakan mengesahkan RUU KPK itu.
"Membaca apa motif di balik DPR sehingga mereka sangat cepat dan serampangan membahas RUU KPK, kalau kita membacanya, sangat mudah mengaitkan benang merah dengan kejadian yang selama ini yang KPK kerjakan dengan RUU KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (18/9).
Kurnia mengatakan, ICW baru saja mengumpulkan data mengenai anggota DPR yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Dari tahun 2014-2019 setidaknya ada 23 orang (anggota DPR) sudah ditetapkan tersangka oleh KPK, pimpinan parpol ada 5 yang sudah tersangka selebihnya Setnov (Golkar), Romy (PPP), Anas Urbaningrum (PD), Suryadharma Ali (PPP), dan Luthfi Hasan Ishaaq (PKS)," ucap Kurnia.
ADVERTISEMENT
ICW melihat terdapat benang merah antara anggota DPR maupun pimpinan parpol yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK dengan pengesahan RUU KPK. Menurutnya, seluruh parpol yang kader maupun ketua umumnya ditetapkan tersangka oleh KPK, sepakat untuk merevisi UU KPK.
"Kalau kita lihat lebih jauh, siapa pengusung RUU KPK dan siapa yang setuju maka tergabunglah dalam parpol 23 orang ini dan juga ketum parpol yang 5 orang ini ditangani KPK. Praktis 9 dari 10 parpol yang duduk di DPR hari ini, seluruh hampir setiap Parpol selalu mengirimkan wakil terbaiknya menjadi tersangka di KPK, 9 dari 10 jadi praktis hanya 1 parpol yang tidak kirimkan wakilnya," jelas Kurnia.
Selain itu, ICW juga melihat anggota DPR dan pemerintah sengaja mempercepat RUU KPK untuk menutup kasus besar yang tengah ditangani KPK. ICW menduga, masih ada anggota DPR yang akan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
ADVERTISEMENT
"Kita juga melihat yaitu tadi kasus-kasus besar masih banyak sedang berjalan di KPK, dan diduga melibatkan anggota DPR. Kasus paling jelas itu e-KTP. Kalau teman-teman amati secara spesifik dalam pembacaan dakwaan jaksa KPK untuk terdakwa Imran dan Sugiharto dalam kasus e-KTP, disebutkan puluhan politisi diduga menerima dana Rp 2,3 triliun, jadi kausalitasnya itu terbentuk begitu. Mungkin karena ada kekhawatiran, mereka harus kebiri KPK, bahkan membunuh KPK," ujar Kurnia.
Disahkannya UU KPK ini juga membuat ICW kecewa terhadap Presiden Joko Widodo. ICW menilai Jokowi telah ingkar janji terhadap cita-cita antikorupsi.
"Sebenarnya Presiden Jokowi sudah ingkar janji ketika Jokowi menyebutkan 1 pasal saja yang disetujui pemerintah, maka janji Nawacita antikorupsi sudah luntur di situ," kata Kurnia.
ADVERTISEMENT
Salah satu butir Nawacita adalah "Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya".
Seharusnya Jokowi memperkuat KPK mengingat akan banyak proyek pembangunan yang dilakukan beberapa tahun ke depan. Terlebih, pembangunan itu menghabiskan anggaran mencapai triliunan rupiah.
"Jangan lupa beberapa waktu ke depan banyak sekali proyek-proyek pembangunan strategis nasional yang jumlahnya ratusan triliun yang mana harusnya Presiden Jokowi bisa berpikir ketika ada banyak proyek yang nilainya ratusan triliun," ucap Kurnia.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (kiri), Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati (kanan). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"KPK harus diperkuat agar fungsi pengawasan dan percepatan penyelesaian proyek ini cepat selesai, bukan justru berbalik badan dengan melemahkan KPK," lanjutnya.
ICW yakin pemerintah dan DPR sudah bersepakat sejak awal untuk melemahkan KPK. Pelemahan dilakukan di semua sektor, mulai dari pemilihan pimpinan yang cacat dan RUU yang mengebiri KPK.
ADVERTISEMENT
"Lengkap sudah pelemahan KPK dan lengkap sudah kebohongan-kebohongan yang dilakukan Presiden dengan menarasikan keberpihakan pada KPK dan penguatan pemberantasan korupsi," tutup Kurnia.