Membandingkan Kasus Suap Reklamasi Teluk Jakarta dan Meikarta

22 Oktober 2018 13:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proyek reklamasi Teluk Jakarta dan Proyek Meikarta. (Foto: ANTARA FOTO/Risky Andrianto, Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Proyek reklamasi Teluk Jakarta dan Proyek Meikarta. (Foto: ANTARA FOTO/Risky Andrianto, Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Beberapa kasus suap terkait perizinan proyek berhasil diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika menilik ke belakang, pada pertengahan 2016 salah satu kasus yang berhasil dibongkar lembaga antirasuah itu adalah kasus suap terkait izin reklamasi teluk Jakarta.
ADVERTISEMENT
Sebelum Gubernur DKI Anies Baswedan menghentikan total proyek reklamasi di Teluk Jakarta, sedari awal rencana reklamasi itu memang mengalami berbagai kendala terkait perizinan.
Polemik reklamasi teluk Jakarta dimulai sejak tahun 1995, yakni ketika Presiden RI kala itu, Soeharto, membuat Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Sejak Kepres tersebut diterbitkan, terjadilah tarik ulur terkait perizinan. Hingga pada akhirnya KPK mengungkap kasus suap yang menjerat Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI sekaligus Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohammad Sanusi.
Terpidana kasus suap pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta, Mohammad Sanusi meninggalkan ruangan usai menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/8). (Foto:  ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana kasus suap pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta, Mohammad Sanusi meninggalkan ruangan usai menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/8). (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
KPK membongkar kasus suap yang menyeret Sanusi. Kala itu, Sanusi terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, pada 2016. Selain itu, Sanusi terbukti melakukan pencucian uang Rp 45,28 miliar.
ADVERTISEMENT
Sanusi ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Maret 2016 di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan. Kala itu KPK menangkap Sanusi bersama seorang lainnya. Akibat ulahnya, Sanusi divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Dalam kasus reklamasi teluk Jakarta, suap dilakukan untuk memuluskan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Wilayah Zonasi Pesisir Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Dalam raperda itu, Ariesman keberatan dengan adanya pasal yang memuat tambahan kontribusi 15 persen yang diwajibkan Gubernur DKI saat itu, Basuki Tjahja Purnama kepada semua pengembang pemegang hak reklamasi. Sehingga Ariesman menyuap Sanusi untuk mengubah pasal kontribusi tersebut menjadi lebih rendah, yakni 5 persen.
ADVERTISEMENT
Dua tahun setelah KPK berhasil mengungkap suap dalam proyek reklamasi teluk Jakarta, Anies Baswedan mencabut izin reklamasi untuk 13 pulau di Jakarta Utara. Penghentian itu berdasarkan keputusan Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Pulau D Reklamasi. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pulau D Reklamasi. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Badan yang dibentuk sejak 4 Juni 2018 itu ditugaskan untuk memverifikasi seluruh kegiatan reklamasi di teluk Jakarta. Hasil dari pantauan badan tersebut, para pengembang tidak melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan.
Dari 13 pulau di proyek Reklamasi itu, empat pulau di antaranya sudah jadi. Keempat pulau yang sudah jadi yakni Pulau C, D, G dan N. Nantinya keempat pulau itu akan ditata mengikuti ketentuan dari Pemprov DKI. Sebab, meski lahan tersebut dikelola oleh swasta, hak milik tanah ada di tangan Pemprov DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Setelah membongkar kasus reklamasi teluk Jakarta, KPK saat ini tengah menangani kasus suap perizinan proyek Meikarta di Bekasi, Jawa Barat. Serupa dengan kasus reklamasi teluk jakarta, proyek Meikarta juga diduga terkait perizinan.
Perizinan yang diurus diduga meliputi, rekomendasi penanggulan kebakaran, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), penanggulangan kebakaran, banjir, tempat sampah, dan lahan pemakaman.
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Kasus Meikarta mulai terungkap ketika KPK melakukan OTT di Dinas PUPR Kabupaten Bekasi. Dalam OTT itu KPK berhasil mengamankan bukti Rp 1 miliar (dalam Dolar Singapura dan Rupiah). Selain itu, KPK menangkap 10 orang (PNS dan pihak swasta) yang diduga terlibat. Setelah dilakukan pengembangan, KPK juga menangkap Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.
Meikarta merupakan proyek perusahaan properti PT Lippo Karawaci Tbk dan PT Lippo Cikarang Tbk. Proyek itu dikerjakan oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk.
ADVERTISEMENT
Karena keterikaitan tersebut, KPK berencana memeriksa CEO Lippo Group James Riady sebagai saksi. Penyidik KPK akan mengklarifikasi apa yang diketahui James Riady terkait pertemuan yang membahas perizinan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (Foto: Eny Immanuella Gloria)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (Foto: Eny Immanuella Gloria)
Sebelumnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil angkat bicara mengenai kasus dugaan suap pengurusan izin Meikarta. Ia menyebut seluruh perizinan pembangunan Meikarta di Cikarang merupakan wewenang Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Emil --panggilan Ridwan Kamil-- meminta KPK agar kasus dugaan suap ini segera diselesaikan dengan tegas dan adil.
"Jika ada masalah suap menyuap pada ijin-ijin lanjutannya (IMB/AMDAL), maka itu adalah aspek pidana. Sehingga Pemprov mendorong agar KPK menegakkan hukum dengan tegas dan adil," demikian cuit Emil di akun Twitternya @ridwankamil, Minggu (21/10).
ADVERTISEMENT