Menag: Penghapusan Kata Kafir, Konteksnya Kehidupan Berbangsa

11 Maret 2019 15:33 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Agama RI, Lukman Hakim Syaifuddin usai membuka agenda Halaqah Pengembangan Pendidikan Islam di Mercure Hotel Convention, Ancol, Jakarta Utara pada Senin (11/3). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Agama RI, Lukman Hakim Syaifuddin usai membuka agenda Halaqah Pengembangan Pendidikan Islam di Mercure Hotel Convention, Ancol, Jakarta Utara pada Senin (11/3). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Usulan penghapusan kata kafir sebagai rekomendasi Munas Alim Ulama NU 2019 terus menjadi polemik. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai, masyarakat harus melihatnya secara utuh bahwa rekomendasi ini berkaitan dengan tatanan hidup bernegara.
ADVERTISEMENT
“Ya itu kan ajakan, ajakan Nahdlatul Ulama melalui para ulama-ulamanya untuk bagaimana agar dalam konteks Indonesia, saya ingin menggaris-bawahi, bahwa ajakan ini adalah rekomendasi dalam konteks kehidupan kita sebagai sebuah bangsa yang heterogen, yang majemuk,” ungkap Lukman usai membuka agenda Halaqah Pengembangan Pendidikan Islam di Mercure Hotel Convention, Ancol, Jakarta Utara pada Senin (11/3).
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, memberi sambutan dalam Halaqah Pengembangan Pendidikan Islam, bertempat di Hotel Mercure, Ancol, Senin (11/3). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Menurut Lukman, penghapusan kata kafir dalam tatanan hidup bernegara dapat menjadi upaya meminimalisir konflik yang muncul. Terlebih bila masih ada yang merasa tidak nyaman dengen sebutan itu.
“Sehingga, sebutan-sebutan kepada yang berbeda agama itu tidak menggunakan sebutan-sebutan yang berpotensi atau bisa diduga (sebagai) sesuatu sebutan yang tidak dikehendaki oleh yang disebut itu,” kata Lukman.
Suasana acara Halaqah Pengembangan Pendidikan Islam, bertempat di Hotel Mercure, Ancol, Senin (11/3). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Lukman mengimbau agar masyarakat bisa memahami seutuhnya imbauan itu. Karena apapun agama yang dianut, setiap orang di Indonesia bertanggung-jawab menjaga agar nilai-nilai keagamaan yang damai.
ADVERTISEMENT
“Oleh karenanya, mari kita, sekali lagi, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kita menyebut (dengan istilah) sesama warga negara. Karena, terlepas apapun keimanan atau agama yang dianut, kita punya tanggung jawab yang sama untuk menjaga negara bangsa ini agar senantiasa mampu mengimplementasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan keseharian kita,” ungkapnya.