news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menahan Laju Populasi Dunia: KB, Sterilisasi, “Jual Beli” Nyawa

8 Desember 2017 11:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
anak menatap dunia
zoom-in-whitePerbesar
anak menatap dunia
ADVERTISEMENT
Ibarat pepatah lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Maka jika dahulu slogan “banyak anak banyak rezeki” riuh diperdengarkan, kini seiring berjalannya waktu, slogan tersebut seolah berbalik menjadi “banyak anak banyak tanggungan”.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, itulah yang terjadi di Indonesia yang giat menyuarakan pengendalian populasi penduduk.
Bermula pada 23 Desember 1957, ketika Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pertama berdiri. Sebagai LSM, PKBI lahir dari keprihatinan atas berbagai masalah kependudukan dan tingginya angka kematian ibu di Indonesia.
Pada periode itu, pemerintah belum menyadari manfaat KB bagi peningkatan kualitas bangsa. Sebagaimana terjadi pada 1950-an, sebagian besar masyarakat dan akademisi cenderung masih melihat KB sebagai upaya pembatasan kehamilan semata, dan bentuk perampasan kemerdekaan.
Baru pada Oktober 1969, perjuangan PKBI melalui program KB direspons pemerintah. Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) kemudian berdiri untuk menyelenggarakan riset, sosialisasi, dan pelayanan KB dengan sasaran awal Jawa dan Bali.
Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1970 kemudian mencanangkan program KB sebagai program nasional. LKBN lalu berubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang kemudian merambah 26 provinsi dengan 249 kabupaten/kota di Indonesia. BKKBN bertujuan untuk menggerakkan peran serta masyarakat dalam Keluarga Berencana.
Ilustrasi Keluarga Berencana (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Keluarga Berencana (Foto: Thinkstock)
Hingga kini, program KB masih terus berjalan. Indonesia bahkan menginisiasi Kampung KB.
ADVERTISEMENT
Bermotokan gerakan sukseskan KB hingga pelosok negeri, Kampung KB dicanangkan untuk meningkatkan kesertaan warga desa dalam Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).
Sejak pertama kali dibentuk Presiden Jokowi pada 14 Januari 2016, Kampung KB yang semula hanya di Kabupaten Cirebon telah dicanangkan sebanyak 1.200 kampung di seluruh kota/kabupaten di Indonesia hingga September 2017 ini.  
Kampung KB utamanya menyasar penduduk yang tinggal di wilayah miskin, padat penduduk, kurang memiliki akses kesehatan, terpencil, pesisir, kumuh, yang kesertaan ikut KB-nya masih rendah.
Contohnya, Desa Riam Tapang di Kecamatan Silat Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, yang kini menjadi model nasional pelaksanaan Kampung KB.  
“Kami merasakan sejak desa kami dicanangkan sebagai Kampung KB, mulai ada sedikit kemajuan. Kampung kami mulai punya sarana jalan, pelayanan kesehatan, berdirinya PAUD, Pustu, dan mulai hidupnya pembangunan ekonomi kerakyatan yang dibangun secara gotong royong,” kata Wakil Bupati Kapuas Hulu, Antonius L Ain Pamero, seperti termuat dalam Jurnal Keluarga edisi ke-3 tahun 2017 oleh BKKBN.
ADVERTISEMENT
Selain mengendalikan kuantitas jumlah penduduk, Kampung KB juga berupaya meningkatkan kualitas penduduk dengan konsep 8 fungsi keluarga. Di antaranya fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi lingkungan.
Perhatian Indonesia terhadap KB, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam Peringatan Hari kependudukan Dunia 2017 (11/7), tak lepas kaitannya untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk dunia, mengingat tren penurunan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya populasi lansia (aging population) di masa mendatang dapat mempengaruhi keseimbangan fiskal Indonesia.
Pada 2017, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melaporkan, pada 2035 jumlah penduduk Indonesia akan menembus 300 juta orang. Indonesia menyandang predikat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
ADVERTISEMENT
Isu populasi penduduk memang menjadi sorotan dunia. Utamanya, pada lima negara dengan populasi terbesar dunia: China, India, Amerika Serikat, Indonesia, dan Brasil.
Jika Indonesia memilih program KB sebagai cara mengendalikan membeludaknya jumlah penduduk, bagaimana dengan negara-negara berpopulasi padat lainnya?
Kita mulai dari negara terpadat kelima di dunia setelah Indonesia, Brasil.
Negara Brasil. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Negara Brasil. (Foto: Pixabay)
Pemerintah Brasil dalam Family Planning and Population Policy in Brazil mengatakan, pada 1950 dan 1960-an mereka mulai mempraktikkan program perencanaan keluarga pada kelas menengah dan atas. Pada 1965, tingkat kesuburan penduduk Brasil mulai menurun. Namun, tidak pada kelas bawah yang masih tetap tinggi angka kelahirannya.
Akhirnya, pada 1965, organisasi profesi medis di Brasil membentuk Brazilian Society of Family Welfare (BEMFAM) untuk mempromosikan dan menyediakan layanan keluarga berencana, terutama bagi masyarakat miskin.
ADVERTISEMENT
Organisasi itu menyediakan layanan melalui jaringan fasilitas kesehatan swasta dan kota, serta bekerja sama dengan banyak pemerintah daerah dan negara bagian. Tujuannya, untuk mempromosikan kesejahteraan individu dan keluarga di Brasil.  
Pada 1974, pemerintah Brasil mengumumkan kabar baik bagi warganya pada Konferensi Kependudukan Dunia di Bukares, Rumania. Pernyataan itu mengakui hak semua pasangan untuk memiliki jumlah anak yang mereka inginkan, dan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan bahwa orang miskin juga memiliki hak atasnya.
Namun, kebijakan itu bukannya tanpa syarat. Untuk menekan populasi yang nyatanya semakin meningkat sebanyak 19 juta pada 1980 menjadi 185 juta pada tahun 2000, pemerintah menyediakan layanan keluarga berencana terbatas melalui jaringan rumah sakit dan klinik swasta yang ada.
ADVERTISEMENT
Program itu menghadapi kendala serius karena kekurangan dana. Akibatnya, komponen keluarga berencana sering diabaikan. Tak heran jika jumlah kelahiran bayi di Brasil pada 2016 mencapai 2,79 juta jiwa.  
Kini, kita beralih ke negara ketiga terpadat di dunia, Amerika Serikat.
New York, Amerika Serikat. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
New York, Amerika Serikat. (Foto: Pixabay)
Kebijakan populasi di Amerika Serikat tergolong maju. Negara yang diprediksi PBB pada 2050 akan mencapai 9,7 miliar jiwa itu menerapkan kebijakan-kebijakan yang terlihat menjunjung hak asasi penduduknya.
Pemerintah AS, seperti dimuat dalam Population, menyampaikan tujuan dari kebijakan populasi internasional mereka adalah untuk mempromosikan populasi sehat dan berpendidikan, dengan mendukung kesehatan reproduksi dan hak, perencanaan keluarga sukarela, pemberdayaan perempuan, pembangunan, dan upaya untuk memerangi HIV/AIDS.
Namun, Amerika tidak mendukung “stabilisasi” atau “kontrol” populasi. Ukuran keluarga ideal harus ditentukan oleh keinginan pasangan, bukan pemerintah. Negara Paman Sam itu menentang segala bentuk program pemaksaan populasi.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, negara terpadat nomor dua di dunia, India.
perempuan india dan anak
zoom-in-whitePerbesar
perempuan india dan anak
Dilansir The Guardian, India belum berhasil merumuskan kebijakan untuk mengelola pertumbuhan populasi mereka. India diperkirakan akan menjadi negara berpenduduk paling banyak di dunia pada 2030, naik dari 1,25 miliar kini menjadi hampir 1,5 miliar.
Pemerintah India memandang kebijakan sterilisasi wanita jauh lebih murah ketimbang penyediaan alat kontrasepsi di desa-desa terpencil.
Menurut PBB, sekitar 4,6 juta wanita India disterilkan pada tahun 2011 dan 2012. Tingkat sterilisasi wanita India bahkan yang tertinggi di dunia, yaitu sekitar 37% wanita telah dioperasi dibandingkan dengan 29% di China.  
Praktik sterilisasi tersebut banyak menuai kecaman. Bukan hanya karena kampanye sterilisasi yang agresif pada wanita, namun juga menargetkan pria. Meski, hanya sebagian kecil pria yang memilih vasektomi. Sebab sterilisasi pada pria tak diterima masyarakat konservatif India.
ADVERTISEMENT
Tak ayal, wanitalah yang tetap menjadi korban.
Di negara bagian Chhattisgarh, setidaknya ada puluhan wanita yang hidup di kawasan miskin meninggal tiap proses operasi sterilisasi. Mirisnya, nyawa-nyawa itu melayang hanya demi iming-iming 1.400 rupee (setara 293.937 rupiah)
“Pembayaran adalah bentuk pemaksaan, terutama saat anda berurusan dengan masyarakat marjinal,” kata Kerry McBroom, Direktur Prakarsa Hak Reproduksi di Jaringan Hukum Hak Asasi Manusia, New Delhi.
Para ahli berpendapat, strategi pengendalian populasi berhubungan dengan sederet masalah lain yang rawan diskriminasi terhadap perempuan dan masyarakat terpinggirkan. Terlebih, India adalah negara di mana tingkat melek huruf perempuannya tidak setinggi tingkat kesuburannya.
Sungguh ironis, di mana pengurangan populasi penduduk layaknya “jual beli” nyawa.
Setelah India, negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia adalah China.
Kota Shanghai, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kota Shanghai, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
Violent Population Control Continoues in China melaporkan, pengurangan jumlah penduduk China bisa dikatakan lebih manusiawi setelah disetujuinya pengajuan izin kelahiran kedua oleh pemerintah pada November 2013.
ADVERTISEMENT
Aturan yang semula menerapkan pengendalian populasi secara sistematis seperti pemberlakuan aborsi, sterilisasi, dan pengabaian anak secara paksa, dihentikan. Ini terkait pula dengan gugatan masif dari masyarakat China terhadap propaganda, pemaksaan, hingga kekerasan oleh Polisi Keluarga Berencana yang melanggar hak wanita, pria, dan calon anak-anak mereka.
“Perubahan tahun 2013 dalam kebijakan satu anak bukanlah yang pertama. Pada pertengahan tahun 1980-an, pemerintah mengizinkan pasangan pedesaan yang anak pertamanya perempuan, untuk mengajukan izin kelahiran kedua dalam usaha untuk meredakan gendercide bencana negara tersebut,” kata Steven Mosher, Presiden Lembaga Penelitian Kependudukan di China.
Meski begitu, pemerintah China masih memegang kendali reproduksi. Menurut Business Spectator, 28.464 pasangan China mengajukan izin kelahiran kedua tahun lalu di Sichuan, provinsi terpadat di China. Dari angka 28.464 itu, hanya 5.530 aplikasi pasangan yang disetujui pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Kita berbicara tentang 20 juta sampai 30 juta pemuda yang tidak akan bisa mencari istri. Itu menciptakan masalah sosial dan membuat sejumlah besar orang frustasi,” kata Steve Tsang, profesor studi China kontemporer di University of Nottingham, seperti dilansir The Guardian.
Penduduk India, kedua terpadat di dunia. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Penduduk India, kedua terpadat di dunia. (Foto: Thinkstock)
Populasi penduduk dunia yang terus melaju nyatanya akan tetap jadi persoalan pelik dari zaman ke zaman. Tak heran sebagian manusia mengidamkan tempat tinggal baru bagi manusia--di luar Bumi.
Infografis Prediksi Populasi Dunia Mendatang (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Prediksi Populasi Dunia Mendatang (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!