Menanti MK Putuskan Nasib Jutaan Pemilih Tak Punya e-KTP

28 Maret 2019 6:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus gugatan materi beberapa pasal dalam UU Pemilu. Di antara Paling krusial adalah syarat e-KTP untuk mencoblos, yang diharapkan dihapus mk.
ADVERTISEMENT
Secara rinci yaitu Pasal 348 ayat 9, Pasal 348 ayat 4, Pasal 210 ayat 1, Pasal 350 ayat 2, dan Pasal 383 ayat 2 Undang-undang Pemilu. Putusan itu akan dibacakan dalam sidang putusan pukul 10.00 WIB, hari ini, di Gedung MK
Putusan MK sangat krusial mengingat putusan ini akan menentukan nasib jutaan orang dalam Pemilu 17 April mendatang. Mulai dari penggunaan e-KTP sebagai syarat wajib memilih, nasib para pemilih yang ingin melakukan pindah memilih atau biasa disebut dengan pemilih DPTb.
Kemudian ketersediaan surat suara untuk pemilih DPTb, pembentukan TPS khusus untuk pemilih DPTb dan DPK, hingga kejelasan terkait proses penghitungan suara yang dimungkinkan akan berjalan lebih dari satu hari setelah pemungutan karena dalam Pemilu 2019 ada sebanyak 5 surat suara yang akan dihitung oleh petugas KPPS.
ADVERTISEMENT
KPU berharap agar MK dapat memutus seluruh pasal yang tengah digugat. Dengan dikabulkan gugatan itu, KPU dapat memberikan kepastian kepada jutaan pemilih yang ingin menggunakan hak pilihnya nanti.
"Ya harapannya semoga (gugatan) dapat diputus seluruhnya. Harapan kita ya, semoga," kata Arief di Kantor KPU Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3).
Titi Annggraini (kiri), Denny Indrayana (tengah), dan Hadar Nafis Gumay (kanan) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (5/3). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Hal senada juga disampaikan oleh pihak penggugat. Kuasa hukum pemohon uji materi UU Pemilu, Integrity (Indrayana Centre for Goverment, Constitution, and Society), berharap MK dapat mengabulkan uji materi UU Pemilu.
"Kesimpulan ini kami masukkan ke Mahkamah Konstitusi sebelum pukul 10.00 pagi tadi (Selasa, 26 Maret). Hal itu untuk memenuhi permintaan MK yang akan memutus perkara ini pada hari Kamis 28 Maret jam 10.00," kata salah satu pemohon, Denny Indrayana, dalam keterangannya pada Rabu (27/3).
ADVERTISEMENT
Denny menegaskan syarat administratif yang tertulis dalam UU Pemilu seharusnya tidak menghilangkan hak memilih warga negara. MK diharapkan bisa membatalkan sejumlah syarat di UU Pemilu yang dinilai bertentangan dengan konstitusi, salah satunya e-KTP.
Berikut kumparan rangkum 5 Pasal yang akan diputus oleh MK dan Rencana tindaklanjut dari KPU:
1. Pasal 348 Ayat 9 
Pasal 348 Ayat 9 menyebabkan pemilih wajib membawa e-KTP saat mencoblos di TPS. Sementara berdasarkan data Dukcapil Kemendagri sebanyak 4.231.823 orang belum melakukan perekaman e-KTP atau sekitar 2% dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 yakni 192 juta orang.
Dalam UU Pemilu kali ini, e-KTP menjadi syarat wajib untuk mencoblos. Sudah bisa dipastikan jika 4,2 juta warga itu sampai dengan 17 April tidak melakukan perekaman, maka mereka tidak akan bisa menggunakan hak pilihnya. 
ADVERTISEMENT
KPU sudah mempunyai strategi jika nanti MK mengabulkan gugatan terhadap Pasal ini. Sebagai alternatif,  pemilih dapat menggunakan identitas lain untuk mencoblos seperti suket yang dikeluarkan oleh Dukcapil, kartu keluarga, dan identitas resmi lainnya. 
"Prinsipnya kita siap mengikuti apapun putusan MK. Kita terus menunggu dan berharap putusannya pagi. Karena perkembangannya bukan lagi hari tapi jam per jam," kata Komisioner KPU Viryan Azis.
2. Pasal 348 ayat 4
Kemudian, Pasal 348 ayat 4 dianggap menyebabkan pemilih yang pindah lokasi memilih atau terdaftar dalam DPTb berpotensi kehilangan hak pilihnya dalam pemilu legislatif. Sebab, jika pemilih memutuskan pindah provinsi, pemilih hanya akan mendapatkan kertas suara untuk pemilihan presiden.
Jika melihat Pemilu sebelumnya, para pindah memilih akan mendapatkan jumlah surat suara yang sama seperti pemilih DPT. Namun untuk Pemilu sekarang dibatasi karena pembentuk UU berpegang pada prinsip representasi. 
ADVERTISEMENT
"Tapi secara teknis menurut pemohon ini bisa terkait dengan hak pemilih mendapat hak suara sama seperti pemilih DPT. Bagaimana MK memutuskan, kita lihat besok," ucap Viryan. 
3. Pasal 210 ayat 1 
Selain itu, Pasal 210 ayat 1 yang mengatur bahwa pendaftaran DPTb hanya dapat dilakukan paling lambat 30 hari juga dianggap berpotensi menghilangkan hak pilih rakyat.
Hasil rekapitulasi akhir pemilih DPTb oleh KPU, tercatat ada sebanyak 796.401 pemilih DPTb. KPU mengklaim masih banyak orang yang ingin mengurus pindah memilih.
Karena terbentur UU yaitu Pemilih DPTb hanya dilayani hingga H-30 sebelum pemilihan, maka KPU sudah tidak melayani pengurusan pindah memilih.
KPU memastikan akan kembali membuka layanan pindah memilih jika MK memutus untuk mengabulkan gugatan ini. Mengenai berapa batas waktu yang diberikan, KPU menyerahkan kepada putusan MK. 
ADVERTISEMENT
"Tergantung kalau MK H-7 kita lakukan. Kalau sampai H-3, juga kita lakukan. KPU sami'na wato'na," ujar Viryan. 
4. Pasal 350 ayat 2
Pasal 350 ayat 2, diajukan pengujian konstitusional bersyarat agar memungkinkan KPU membuat TPS khusus agar pemilih dengan kondisi atau kebutuhan khusus tertentu tidak kehilangan hak pilihnya.
Faktanya, pembentukan TPS berbasis DPTb, sangat diperlukan karena merupakan suatu kebutuhan. KPU terus berusaha mendistribusikan para pemilih DPTb ke TPS sekitar untuk mengantisipasi ketersediaan surat suara. 
"Dalam PKPU nomor 37 tahun 2018 sudah mengatur hal tersebut. Namun ada keterbatasan KPU soal surat suaranya tidak bisa disediakan. Surat suaranya di Pasal 344 ayat 2, KPU hanya boleh mencetak surat suara di TPS plus 2 persen. Sehingga 796.401 pemilih DPTb yang sudah terdata di kami, surat suaranya belum ada," jelas Viryan.  
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, jika kelak MK mengabulkan gugatan terhadap Pasal ini, KPU akan langsung membentuk TPS bagi para pemilih DPTb dan akan langsung mendistribusikan surat suara. Meski waktu pemilihan tinggal menyisakan hitungan hari, KPU yakin mampu melakukan hal itu.
"Apabila MK mengabulkan, pembentukan TPS berbasis DPTb, maka kami juga bisa mencetak surat suaranya," tutur Viryan.
5. Pasal 383 ayat 2
Terakhir, Pasal 383 ayat 2 dimohonkan pengujian agar ada solusi hukum jika perhitungan suara tidak selesai dalam satu hari. Antisipasi hukum yang demikian perlu dilakukan demi menjaga 
Berdasarkan hasil simulasi KPU di beberapa daerah menunjukkan penghitungan di sejumlah TPS selesai di atas pukul 24. Sementara dalam regulasi disebutkan penghitungan harus selesai di hari yang sama. 
ADVERTISEMENT
"Pendapat kami sama seperti pemohon, sebaiknya hal ini dipertimbangkan kembali. Tidak harus selesai pada hari yang sama tapi harus ada masa waktu memadai," ungkap Viryan.
KPU menjelaskan, waktu idealnya pengitungan sangat tergantung dari beberapa faktor. Mulai dari tidak adanya masalah dalam pemungutan dan penghitungan suara, jumlah pemilih, jumlah surat suara, luas wilayah hingga stamina dan cara kerja petugas KPPS.
"Kami sudah memberikan pendapat sebagai pihak terkait, MK yang memutuskan. Penghitungan mulai pukul 13 sampe selesai, nah itu tidak boleh berhenti, misalnya MK mengabulkan, bukan berarti istirahat dulu, lanjut besok, tetap harus hitung terus," tutup Viryan.