Mencari Solusi Aman Berkendara saat Menggunakan GPS

6 Februari 2019 6:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi GPS. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi GPS. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi telah membuat putusan terkait penggunaan GPS (Global Positioning System) saat berkendara bisa dikenakan pidana. Aturan itu ditegaskan MK pada saat uji materi penjelasan Pasal 106 ayat (1) dan Pasal 283 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Regulasi itu dianggap secara mutlak melarang pengendara menggunakan telepon genggam, bahkan untuk mengakses fitur GPS. Uji materi ini diajukan organisasi Toyota Soluna Community (TSC) dan seorang penggedara ojek online bernama Irfan pada Maret 2018. Mereka merasa aturan tidak boleh menggunakan telepon genggam untuk melihat GPS merugikan banyak pengguna jalan. "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata hakim konstitusi Anwar Usman dalam sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (30/1) lalu. Para pemohon mempermasalahkan frasa ‘melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan’ yang terdapat dalam Pasal 283 UU 22 Nomor 2009 bertentangan dengan UUD 1945. Mereka meminta frasa tersebut dikecualikan untuk penggunaan aplikasi sistem navigasi yang berbasiskan satelit yang biasa disebut GPS yang terdapat dalam smartphone. Namun, hakim menolak gugatan tersebut. "Tidak beralasan menurut hukum," ujar hakim.
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Ferio Pristiawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Sementara terkait Pasal 106 ayat (1) UU 22 Nomor 2009, yang dipermasalahkan adalah frasa ‘penuh konsentrasi’. Namun menurut hakim, aturan itu dimaksudkan untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan. "Tidak ada persoalan inkonstitusionalitas terkait dengan penjelasan Pasal 106 ayat (1) UU 22 Nomor 2009. Dengan demikian dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum," kata hakim. Penegasan MK itu membuat Pasal 283 UU LLAJ tidak berubah dan yang melanggar bisa dipidana kurungan selama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu. Pasal itu berbunyi 'setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di alan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 750.000' . MK beralasan aturan itu ditegaskan melalui putusannya, untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang semakin tinggi. Tentu tujuannya menciptakan jaminan ketertiban serta keselamatan berlalu lintas. Menurut MK UU LLAJ merupakan sarana bagi masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Menurut MK, menggunakan telepon hanya salah satu penyebab yang dapat mempengaruhi kemampuan pengemudi saat mengemudikan kendaraannya dengan konsentrasi. Aturan ini kemudian menjadi permasalahan baru di kalangan ojek online atau taksi online saat ini. Kenapa tidak? Sebab, dalam kesehariannya mereka menggunakan GPS untuk menjemput ataupun mengantar pengguna jasa mereka.
Sejumlah Ojek online bentangkan spanduk saat aksi di Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Minggu (3/2). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mereka pun ramai-ramai berunjuk rasa, menuntut solusi dari permasalahan regulasi penggunaan GPS tersebut. Komunitas ojek online (ojol) menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Minggu (3/2). Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah mulai regulasi hingga penegakan hukum. Massa berkumpul dengan membentangkan empat spanduk besar. “Kami dari Garda Indonesia mengawal dan mendukung peraturan Kementerian Perhubungan (Permenhub) mengenai ojek online. Ketiga kami ojek online Garda Indonesia mendorong Kementerian Kominfo memberikan payung hukum bagi ojek online dalam sisi teknologi karena kita adalah pelaku dari industri digital 4.0,” kata salah satu koordinator aksi Igun Wicaksono dalam aksinya, Minggu (3/2) lalu. Tak berpangku tangan, Kementerian Perhubungan sebagai regulator memberikan berbagai macam solusi untuk mengakomodasi tuntutan para ojol dan pengemudi taksi online ini.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memberikan sambutan pada acara Simposium Internasional Lingkungan Kelautan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Perhubugan Budi Karya Sumadi memberikan solusi alternatif bagi mereka. Menurut Budi, jangan menganggap seram aturan tersebut. Menurutnya aturan itu dibuat untuk meminimalisir kecelakaan dalam berkendara. "Kalau ngomong larangan GPS, itu bukan larangan," kata Budi, di Surabaya, Senin (4/2). " “Tapi larangan saat mengendarai. Kalau mau pakai GPS, pakai saja. Jadi tidak dikontroversikan. Jangan dianggap seramlah". Budi mengatakan aturan itu sebenarnya tidak hanya ditujukan untuk pengendara ojek atau taksi online, melainkan untuk semua pengemudi kendaraan bermotor. Dia juga mengatakan pengemudi boleh menggunakan GPS, asal kendaraannya tidak sedang berjalan. "GPS itu boleh tapi berhenti," ujar dia. "Jangan pas lagi jalan, sambil pakai GPS". Kemudian pertanyaannya, bagaimana supaya kita masih bisa menggunakan GPS, dengan tetap memenuhi aspek keselamatan dan legal secara hukum? Sebab GPS sudah jadi kebutuhan era ini. Berikut beberapa tips yang bisa dijalankan, Pertama, tepikan dan berhentikan kendaraan ketika hendak mengoperasikan GPS. Ini seperti yang disampaikan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dirinya mengungkapkan kalau pemakaian GPS sebenarnya tidak dilarang, asal tidak dioperasikan ketika berkendara. Kedua, tidak melakukan gerakan-gerakan motorik seperti mencari alamat, memperbesar layar, memindahkan halaman (dengan menggenggam ponsel atau menggerakkan tangan kiri menyentuh layar head unit) pada saat kendaraan berjalan. Ketiga, selama perjalanan hanya mendengar instruksi suara dari aplikasi navigasi. Suaranya juga wajib terdengar jelas, bila menggunakan sepeda motor baiknya menggunakan headset. Keempat, posisi ponsel atau alat GPS pada kendaraan direkomendasikan untuk diletakkan searah lurus pandangan pengemudi. Jadi persis di atas dashboard depan pengemudi, atau kalau tidak mengganggu dan ada ruang, ditempatkan di panel instrumen di belakang kemudi. Jadi kesimpulannya, yang dilarang adalah ketika pengemudi menambah pekerjaan multi tasking, melakukan gerakan atau aktivitas yang bisa mengganggu konsentrasi berkendara, dan berujung pada kecelakaan.
ADVERTISEMENT