news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menengok PLTMH Waerina di Bea Muring, NTT

29 September 2018 13:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sobat Air ADES ikut membantu konservasi air untuk pertanian di Bea Muring bersama Romo Marsel, Manggarai Timur, NTT. (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sobat Air ADES ikut membantu konservasi air untuk pertanian di Bea Muring bersama Romo Marsel, Manggarai Timur, NTT. (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebanyak 150 rumah di Bea Muring, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, sudah menikmati listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidrolik (PLTMH) Waerina selama 6 tahun terakhir. PLTMH tersebut awalnya digagas oleh Romo Marsel saat ditugaskan sebagai parstor paroki Bea Muring.
ADVERTISEMENT
Sobat Air ADES berkesempatan melihat langsung melihat cara kerja PLTMH yang memberikan harapan baru bagi warga Bea Muring. Dari kediaman Marsel, para Sobat Air ADES langsung menuju lokasi menggunakan mobil.
Meski jalan sudah diaspal, namun kebanyakan sudah rusak parah. Belum lagi ditambah medan yang berliku dan curam, membuat perjalanan Sobat Air ADES menuju lokasi PLTMH menjadi semakin menantang.
Sobat Air ADES belajar konservasi air untuk pertanian di Bea Muring bersama Romo Marsel dan ADES, Manggarai Timur, NTT. (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sobat Air ADES belajar konservasi air untuk pertanian di Bea Muring bersama Romo Marsel dan ADES, Manggarai Timur, NTT. (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
"Dulu, waktu pengerjaan, hampir setiap hari saya turun untuk menguatkan masyarakat karena pengerjaannya yang sangat berat. Banyak yang putus asa memecah batu untuk membuat PLTMH ini," kenangnya.
Memecah batu dan membuat jalur air untuk PLTMH bukanlah hal yang mudah karena struktur tanah yang terdiri dari batuan kapur yang sudah mengeras. Dengan tingkat kekerasan yang nyaris seperti marmer, warga Bea Muring harus mengeluarkan tenaga lebih untuk memecahnya dengan alat tradisional.
ADVERTISEMENT
"Kita datang jam 09.00, pulang jam 16.00 sore. Biasanya mereka bawa makanan sendiri-sendiri dan perjuangan itu tidak sia-sia," lanjut Marsel.
Setelah lima bulan, PLTMH akhirnya bisa dibangun dengan gotong royong warga. Setelah listrik berhasil menyala untuk pertama kalinya banyak warga yang menangis terharu membayangkan perjuangannya yang sangat berat.
"Banyak yang tidak tidur juga. Mereka cerita, hewan peliharaan mereka juga tidak bisa tidur. Bahkan yang lain, karena listrik menyala sampai pagi, pada waktu mau tidur lampunya ditutup kain," terangnya sembari tertawa.
Usai menceritakan proses pembangunan PLTMH yang berliku, Marsel lalu mengajak para Sobat Air ADES turun, menyusuri proses di PLTMH. Untuk menuju ke sungainya saja, Sobat Air ADES harus berjuang turun bukit yang cukup curam dan tanpa tangga atau alat bantu apapun.
Sobat Air ADES ikut membantu konservasi air untuk pertanian di Bea Muring bersama Romo Marsel, Manggarai Timur, NTT. (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sobat Air ADES ikut membantu konservasi air untuk pertanian di Bea Muring bersama Romo Marsel, Manggarai Timur, NTT. (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
Aliran sungai tersebut dipersempit dengan semacam bendungan, sehingga arus air bisa semakin deras dan bisa diubah menjadi listrik. Sayang, setelah 6 tahun dibangun, aliran tersebut mulai surut karena terkena longsoran pasir.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Sobat Air ADES mulai menyusuri aliran air menuju mesin turbin PLTMH. Medan yang dilalui jauh lebih berat dan cukup jauh.
Apalagi, hanya ada jalan setapak yang curam dan penuh batu. Sesekali Sobat Air ADES harus turun dalam posisi duduk agar tidak tergelincir. Tak hanya itu, mereka juga harus melewati dua jembatan yang dibuat dengan papan seadanya.
Sebelum sampai ruang turbin, ada rumah penjaga. Rumah kecil yang hanya berukuran 3 meter x 2,5 meter tersebut digunakan sebagai tempat tinggal warga yang piket jaga.
"Biasanya ada dua orang yang bertugas jaga di sini. Jadi kalau ada apa-apa dengan turbin, mereka bisa cepat menangani," jelas Marsel.
Ruang turbin yang dimaksud, terletak persis di bawah kamar penjaga. Turbin tersebut terlihat masih terlihat cukup baru karena baru beberapa bulan lalu dibangun kembali oleh warga.
ADVERTISEMENT
"Rumah turbin ini sempat hanyut saat ada banjir bandang di sini. Benar-benar habis. Baru beberapa bulan yang lalu kejadian dan sudah langsung dibangun kembali," kata Marsel.
Saat musim hujan tiba, PLTMH bisa menerangi rumah warga dari 16.30 sore hingga 08.00 pagi. Namun, saat musim kemarau tiba, listrik hanya menyala selama 2-3 jam saja.
"Belum lagi saat ada penumpukan pasir. Itu debit airnya mengecil, jadi harus mengandalkan penampungan agar listriknya menyala. Kalau tidak akan sulit, PLTMH ini tidak bisa beroperasi maksimal," kata Marsel.
Penumpukan tersebut terjadi akibat longsoran pasir karena tidak adanya pepohonan yang membantu mengikat tanah di sekitar sungai. Untuk itu, para Sobat Air ADES berinisiatif membantu menanam pohon untuk mencegah longsoran tanah di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Setelah puas melihat proses di PLTMH, masing-masing Sobat Air ADES menanam satu bibit pohon, mulai dari kelengkeng hingga nangka di sekitaran sungai. Jika sudah tumbuh, akar pohon tersebut akan membantu mengikat tanah di sekitarnya dan mencegah agar air hujan tidak langsung masuk ke sungai dan membawa endapan pasir.