Mengapa Malaysia Khawatir Indonesia Moratorium TKI?

23 Februari 2018 14:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
TKI di Malaysia. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.)
zoom-in-whitePerbesar
TKI di Malaysia. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Malaysia berkali-kali menyampaikan kekhawatirannya soal wacana moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia menyusul kasus kematian Adelina Sau. Hal ini disampaikan bahkan oleh Wakil Perdana Menteri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi.
ADVERTISEMENT
Hamidi akhirnya mengundang Menteri Tenaga Kerja RI Hanif Dhakiri ke Indonesia untuk membahas beberapa hal soal kesejahteraan TKI. Malaysia juga berjanji kasus yang menimpa Adelina tidak akan terjadi di masa mendatang.
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, kekhawatiran Malaysia ini cukup beralasan. Dia mengatakan, pekerja Indonesia sangat penting bagi Malaysia.
"Malaysia akan kekurangan tenaga kerja untuk sektor PRT (pembantu rumah tangga) dan perkebunan," kata Wahyu ketika dihubungi kumparan pada Jumat (23/2).
Selain itu, lanjut Wahyu, program pemutihan tenaga kerja ilegal di Malaysia yang targetnya 650 ribu orang ternyata tidak tercapai. Hanya ada 230 ribu pekerja ilegal yang mengikuti program pemutihan tahun lalu. Artinya, kebutuhan tenaga kerja yang awalnya diperkirakan akan terpenuhi dengan pemutihan ini, ternyata tidak tercapai.
ADVERTISEMENT
"Jadi jika tidak ada supply, maka akan terjadi krisis," ujar Wahyu.
TKI di Malaysia. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.)
zoom-in-whitePerbesar
TKI di Malaysia. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.)
Saat ini Indonesia adalah negara pengirim pekerja terbanyak ke Malaysia, sekitar 2,7 juta orang. Wahyu mengatakan, tenaga kerja Indonesia memiliki keunggulan dibanding pekerja dari negara lain.
Salah satunya adalah kedekatan jarak dan kesamaan kultur dua negara serumpun. Hal ini, kata Wahyu, yang kemudian menjadikan upah pekerja Indonesia lebih murah dibanding negara lain.
"Dan ini sebenarnya juga jebakan bagi Indonesia. Jebakan upah murah. Yang dikedepankan Indonesia adalah keunggulan komparatif, bukan keunggulan kompetitif," ujar Wahyu.
Hal ini dibenarkan oleh Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah yang juga mengatakan bahwa TKI diminati Malaysia karena pekerja keras.
"Dari aspek itu, Indonesia punya bargaining position," ujar Anis.
ADVERTISEMENT
Walau Malaysia akan merugi jika moratorium diterapkan, namun menurut Anis hal itu juga tidak akan menguntungkan Indonesia. Anis menegaskan, moratorium tidak efektif jadi solusi dalam menghentikan kekerasan terhadap TKI.
Menurut Anis, moratorium yang diterapkan sebelumnya hanya berlangsung sepihak. Indonesia berhenti mengirim, tapi Malaysia tidak berhenti menerima.
Pada kasus moratorium 2009 misalnya, Malaysia kata Anies menerbitkan job performance visa untuk menerima tenaga kerja Indonesia.
"Kita tidak dianggap. Pemerintah Indonesia harus berhati-hati memutuskan moratorium yang berpotensi menuai masalah baru," kata Anis.
"Pengawasan moratorium tidak ada, penegakan hukum lemah, itu hanya di atas kertas," lanjut dia.
Hal yang sama disampaikan anggota DPR Komisi IX Irma Suryani Chaniago. Dia mengatakan moratorium bukan jalan keluar karena berarti menutup lapangan kerja bagi banyak orang di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Yang perlu diperbaiki itu komunikasi diplomatik antara Indonesia dan Malaysia. MoU dilakukan dalam kesepakatan dan kebutuhan bersama. Malaysia butuh tenaga kerja, Indonesia butuh lapangan kerja," kata Irma kepada kumparan.
"Moratorium bukan jalan keluar, lapangan pekerjaan di dalam negeri masih sempit," kata Irma lagi.