news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengapa Pakistan Tak Mengeksekusi Mati Pilot Jet Tempur India?

8 Maret 2019 19:04 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah warga yang memegang foto seorang pilot Angkatan Udara India Abhinandan Varthaman di Kolkata, India. Foto: AFP/Dibyangshu SARKAR
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah warga yang memegang foto seorang pilot Angkatan Udara India Abhinandan Varthaman di Kolkata, India. Foto: AFP/Dibyangshu SARKAR
ADVERTISEMENT
Hubungan India dan Pakistan belakangan ini kembali memanas. Musababnya serangan bom pada 14 Februari lalu yang menewaskan 40 paramiliter India di Kashmir. New Delhi menuding Islamabad menyokong Jaish-e-Mohammed (JeM), kelompok teroris yang diduga berada di balik serangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebagai balasan, India balik menyerang kamp latihan JeM di wilayah Kashmir yang dipersengketakan kedua negara itu. Baku tembak antara militer Pakistan dan India justru terjadi. Tak ketinggalan, Angkatan Udara India juga turut serta melancarkan serangan.
Ketegangan kedua negara di Asia Selatan itu sempat memuncak saat Pakistan mengumumkan telah menembak jatuh jet tempur India pada 27 Februari. Sebagaimana diwartakan AP, seorang pilot bernama Abhinandan Varthaman selamat dengan kursi pelontar dari pesawat MiG-21 yang dikendarainya.
Saat mendarat, Abhinandan langsung disambut kerumunan warga setempat yang marah kepadanya. Muka sang pilot babak belur, dari kepalanya mengucur darah. Tak jelas apakah karena pendaratan parasut yang kurang mulus, atau dampak dari kemarahan warga.
Tentara Pakistan yang melihat kejadian itu menyelamatkan pilot India tersebut dari amukan warga dan menjadikannya sebagai tawanan.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya adalah mengapa tentara Pakistan tidak langsung mengeksekusi mati Abhinandan? Padahal dikabarkan jet tempur India yang ditembak jatuh itu sempat memakan korban seorang warga sipil Pakistan.
Ternyata hukum perang atau biasa dikenal hukum humaniter internasional memang mengatur adanya perlindungan bagi tentara seperti Abhinandan. Itulah salah satu sebab yang melatarbelakangi tindakan tentara Pakistan menyelamatkannya.
“Memang harusnya begitu, memang harusnya diselamatkan enggak boleh ditembak, apalagi ketika di parasut ditembaki, enggak boleh. Itu hukum humaniter. Berdasarkan ketentuan (Konvensi) Jenewa (1949),” kata Hasan Sidik, Dosen Hukum Diplomatik dan Hukum Internasional Program Studi Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran kepada kumparan.
Pilot Angkatan Udara India Abhinandan Varthaman. Foto: Militer Pakistan/AP
Hasan menjelaskan bahwa dalam konvensi yang mengatur hukum perang tersebut sang pilot sudah termasuk ke dalam kategori orang yang dilindungi (protected person). Ini sejalan dengan apa yang tertulis dalam Konvensi Jenewa 1949 bagian I pasal 3 ayat 1:
ADVERTISEMENT
“Seseorang yang tak aktif dalam berperang, termasuk anggota tentara yang telah meletakkan persenjataannya dan sudah tak berdaya mengikuti peperangan (hors de combat) karena sakit, terluka, ditawan, atau karena sebab lain, dalam kondisi apapun harus diperlakukan secara manusiawi...”
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa tentara musuh yang mendapati protected person tidak boleh membunuh, menganiaya, menyiksa, menyandera, hingga dijatuhkan harkat dan martabatnya karena perlakuan tertentu. Bahkan mereka yang terluka dan sakit harus dirawat.
“Pilot itu dikategorikan sebagai orang yang sudah tidak berdaya. Nah, kecuali (saat terjun pakai parasut) dia pegang senjata, menembaki orang yang di bawah, itu lain soal. Itu boleh ditembak menurut hukum perang,” terang Hasan.
Memang pilot India yang selamat dari penembakan pesawatnya sudah tampak tak melawan saat hendak ditawan tentara Pakistan. Maka dari itu Pakistan, menurut Hasan, punya kewajiban untuk melindunginya.
ADVERTISEMENT
“Ya, (kalau tidak dilindungi) itu sudah masuk ke dalam pelanggaran hukum perang Konvensi Jenewa. Kalau melanggar ketentuan Jenewa, ya penjahat perang namanya,” tuturnya.
Pertimbangan politis
Pilot asal India, Abhinandan Varthaman berdiri di bawah pengawalan bersenjata dekat perbatasan Pakistan-India di Wagah, Pakistan, Jumat (1/3). Foto: Reuters
Ada yang menarik dalam penawanan pilot India ini. Sebab, menurut Hasan, dalam hal pengembalian tawanan, lumrahnya dilakukan ketika perangnya sudah usai. Ini berkebalikan dengan apa yang dilakukan Pakistan mengembalikan sang pilot ke pihak India hanya tiga hari setelah dia ditawan. Padahal tensi juga belum mereda.
“Pengembalian tawanan itu kalau sudah dalam posisi damai, tidak berperang, itu malah wajib dikembalikan. Kalau dalam kondisi perang, boleh menawan,” kata Hasan.
Dosen yang mengajar mata kuliah Hukum Humaniter Internasional di kampusnya ini tak menampik kalau memang pengembalian tawanan India adalah itikad baik Pakistan. Karena, menurut Hasan, secara hukum pengembalian tawanan saat masih perang sifatnya sukarela.
ADVERTISEMENT
Pengamat Politik Kawasan Asia Selatan Yunizar Adiputera menilai kejadian itu tak cuma semata-mata karena menaati hukum humaniter internasional. Ada pertimbangan politis juga di balik pengembalian tawanan India oleh Pakistan.
“Saya kira yang dilakukan oleh Pakistan dalam hal pengembalian pilot ini merupakan sinyal diberikan oleh pemerintah Pakistan bahwa mereka ingin mendeeskalasi tensi yang sekarang sedang muncul,” ujar dosen Prodi HI Universitas Gadjah Mada (UGM) yang akrab disapa Yudi ini saat dihubungi kumparan.
Yudi menjelaskan kalau pilot Abhinandan tetap ditawan, bakal ada tekanan dari masyarakat India agar pemerintah terus melancarkan eskalasi perang. Dalam situasi ini, pemerintah India tak mungkin menghentikan eskalasi, meskipun, misalnya, pemerintah tak betul-betul ingin berperang.
Warga India sambut pembebasan pilot jet tempur India, Abhinandan Varthaman, yang ditawan Pakistan Foto: DANISH SIDDIQUI
“Kalau masyarakat tahu ada pilot mereka yang ditawan segala macam, maka mereka akan melawan (menekan pemerintah). Saya kira Pakistan paham betul bahwa mereka harus melakukan upaya untuk menenangkan situasi,” ujar Yudi.
ADVERTISEMENT
Meski pilot sudah dikembalikan, nyatanya ketegangan masih terus terjadi di antara dua negara. Belakangan dilaporkan drone Pakistan sempat ditembak oleh India, sementara di lautan kapal selam India sempat dicegat oleh kapal selam Pakistan.
Yudi mengakui sulitnya mengurangi ketegangan India-Pakistan karena kedua negara memiliki sejarah panjang dalam berkonflik. Dalam sejarah, tercatat ada empat perang besar dan bermula sejak kedua negara lahir.
“Zaman dulu itu ada AS yang bisa memainkan peran fasilitas mediasi yang lebih berpengaruh. Dulu Amerika Serikat memiliki hubungan yang dekat dengan kedua belah negara, baik Pakistan maupun India,” katanya.
Namun, belakangan menurut Yudi hubungan AS dan Pakistan kurang terlalu baik. Apalagi saat ini China sudah semakin dekat dengan Pakistan.
ADVERTISEMENT
“Saya kira peran dari AS yang dulu dari tahun 1998-99 secara efektif memainkan peran penengah yang baik itu sekarang menjadi lebih sulit situasinya, karena peta aliansinya menjadi sedikit bergeser dalam konteks ini, mencari solusi menarik deeskalasi ini menjadi lebih sulit,” pungkasnya.