Mengintip Keseharian 8 Anak di Denpasar yang Lumpuh Otak

16 September 2019 20:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
I Ketut Suartama (19) saat hendak dibawa berkeliling. Foto: Denita br Matondang/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
I Ketut Suartama (19) saat hendak dibawa berkeliling. Foto: Denita br Matondang/kumparan.
ADVERTISEMENT
Delapan orang dari tiga keluarga ini mengalami lumpuh otak dan hidup bertetangga di Kota Denpasar, Bali. Sehari-hari, mereka menjalani aktivitas berbeda selama bertahun-tahun. Meski tak bisa bergerak banyak, mereka masih berupaya beraktivitas dan berkomunikasi seadanya.
ADVERTISEMENT
Kakak-beradik Suastika dan Supartika misalnya. Sepanjang hari, Suastika yang terbaring di kasur dan Supartika yang bergerak dengan membalikkan perlahan tubuhnya, sering berkomunikasi. Keduanya, juga kerap bercanda dengan cara mereka.
“Kalau mau sesuatu biasanya Suastika menyampaikan dengan bergumam kepada Supartika. Lalu, Supartika memberitahukan kepada saya mau apa, tapi keduanya suka malu-malu meminta. Misalnya kalau kami lagi makan roti. Kalau enggak ditawarkan, enggak minta, malu-malu,” cerita Sumerti saat ditemui wartawan di kediamannya di Jalan Tantular, Gang Kehutanan, Denpasar Timur, Kota Denpasar.
Sementara itu, si bungsu Luh Ayu Sukarini masih suka jalan merangkak, keliling rumah, dan teras rumah. “Anaknya periang dan suka membaca,” ujar Sumerti dengan mata berkaca-kaca.
Hidup I Wayan Sudarma, Kadek Sudarsana, I Ketut Surtama, dan Ni Luh Nanda Tebri Astari lebih berwarna. Ketiganya memiliki kesibukan masing-masing. Sudarma dan Sudarsana suka mendengarkan radio. Lagu-lagu Bali wajib diputarkan untuk menghibur dan memenangkan diri.
ADVERTISEMENT
“Kalau dimatikan duh suara tangisnya bikin pusing,” ujar Sarmini.
Surtama masih suka berjalan-jalan dengan kursi rodanya yang diberikan seseorang para pemurah hati. Setiap pagi atau sore, salah satu orangtua atau relawan wajib membawa dia mengelilingi kawasan kota. Astari juga masih suka jalan-jalan berkeliling menyeret kakinya, berkunjung ke rumah Luh Ayu Sukarini. Keduanya kerap bermain bersama.
Surtama senang bila diajak berkeliling, tertawa seharian,” kata Sarmini.
I Wayan Sudarma (23) dan Kadek Sudarsana (21) saat mendengarkan radio Foto: Denita br Matondang/kumparan.
Si seniman Nih Luh Indah juga memiliki kisah sendiri. Dia juga masih sering dibawa berkeliling oleh ibu atau adiknya, Nyoman Sari Asih. Selain itu, dia juga relawan mengajari dia melukis, melatih tangannya bergerak.
“Dulu ada orang asing dari Australia, datang ke sini mengajari lukisan biar tangannya bisa bergerak,” kata Simpan.
ADVERTISEMENT
Tiga ibu ini terlihat pasrah melihat pertumbuhan anak-anaknya. Ketiganya, masih berharap terapi diberikan kepada Sukarini, dan Astari agar tak kunjung lebih parah seperti Suastika dan Wayan Sudarma, Kadek Sudarsana yang cuma terbaring di kasur.