Menguak Peran 'Biong', Kunci Suburnya Prostitusi di Puncak, Bogor

8 Oktober 2019 18:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi prostitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi prostitusi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi telah mengamankan lima orang korban prostitusi di kawasan Puncak, Bogor, pada Jumat (4/10) subuh lalu. Dalam penangkapan itu, seorang di antaranya juga merangkap sebagai germo
ADVERTISEMENT
Para PSK ini berada dalam pemantauan sindikat biong (sebutan bagi penjaja/makelar/kontak penyedia jasa prostitusi).
Akan tetapi, dalam kasus penangkapan ini, polisi tidak bisa menetapkan status khusus untuk biong, yang berperan sebagai perantara antara calon pelanggan dengan perempuan-perempuan yang akan dijual ke pria hidung belang.
“Mereka itu kerjanya di vila-vila, muter-muter dan nawarin ke pengunjung,” kata AKBP Arif Rahman, Kasubdit III Dirtipidum Bareskrim Polri, di kantornya di Jakarta, Jumat itu.
Mungkin kita selama ini lebih familiar dengan muncikari. Namun, biong bukanlah muncikari, tapi juga tak bisa dibilang germo. Mereka bekerja berdasarkan kenalan. Hal itulah yang membuat polisi sulit menentukan status biong, sebagai apakah mereka? 
Para biong biasanya merupakan tukang ojek yang mangkal di sekitar vila di kawasan Puncak, Bogor. Biong mengambil peluang dengan menawarkan jasa kepada para pria hidung belang.
ADVERTISEMENT
Setelah mendapat pelanggan, mereka menjemput PSK untuk menemani pelanggan. Biong akan mendapatkan komisi 10 sampai 20 persen dari perempuan yang mereka bawa.
Pelaku prostitusi di bawah umur berinisial A di Kawasan Puncak, Bogor. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
Hal itu dibenarkan oleh A, salah satu korban prostitusi. Ia mengaku selama ini ia bergerak berdasarkan arahan dari biong.
“Ke biong (dapat) Rp 700 ribu, dipotong pek go (Rp 150 ribu). Kalau joget cepek (Rp 100 ribu). Kalau (pelanggan) Indonesia dipotong Rp 200 ribu atau dipotong Rp 100 ribu doang,” tutur A. 
Sementara Y, yang menjadi germo dan istri dari seorang biong mengungkapkan pelanggannya selama ini banyak dari turis-turis Timur Tengah. 
“Iya, kalau kata (orang) Arab kita yang nyamper, cari,” tutur Y.
Punya komunitas khusus Biong
ADVERTISEMENT
Rupanya, para biong --yang belum diketahui berapa jumlah pastinya-- juga memiliki komunitas sendiri. Mereka menetapkan, siapa pun yang tergabung dalam komunitas tersebut, baik itu biong maupun perempuan penghibur, wajib menyetor uang sebesar Rp 100 ribu per bulan.
“Dikumpulin, ada uang (sumbangan) kematian. Dan enggak tahu deh (uang sumbangan) keamanan gitu. Misal, ada yang meninggal, cewek atau biong, uangnya dikasih,” ungkap Y. 
Terkait iuran tersebut, polisi juga masih menyelidiki ke mana uang ini mengalir. Polisi menduga bisa saja uang itu termasuk membayar aparat keamanan agar menutup bisnis prostitusi yang dijalankan biong.
Biong juga pegang peran sentral. Tanpa mereka, arus informasi atau peluang prostitusi tertutup. Mereka juga yang memegang perjanjian antara para hidung belang dan perempuan penghibur.
Pelaku prostitusi di bawah umur berinisial Y di Kawasan Puncak, Bogor. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
Salah satu kasus, misalnya, jika ada wanita penghibur yang mendapat perlakuan kasar, maka biong akan turun tangan menyelesaikan.
ADVERTISEMENT
“Ada kalau dia mabuk dan keras kepala, ada yang nendang, ada yang kasar kata-katain. Nanti kalau sampai terluka, biongnya datang menyelesaikan masalah,” jelas Y.
Setelah diamankan polisi, kelima perempuan penghibur ini menyesali perbuatannya. Y yang membina PSK berusia belasan tahun juga mengakui pekerjaannya terpaksa dilakukan karena terhimpit ekonomi. Ia terpaksa menghidupi keluarga setelah suaminya, yang merupakan seorang biong, meninggal dunia.
Saat ditangkap, seluruh korban termasuk Y sedang melayani tamu tanpa perantara biong. Mereka mengaku diminta salah seorang kenalan berinisial F untuk menemani di Puncak. 
Pada awalnya, Y tidak menyanggupi karena F meminta lima perempuan berusia 15-16 tahun. Dan, baru kali ini juga ia melayani orang Indonesia. Biasanya, ia menjajaki perempuan-perempuan muda ini kepada orang yang disebutnya berwajah Arab.
ADVERTISEMENT
“Aku juga enggak tahu bakal digep kayak gini. Aku enggak tahu kalau dijebak gini, sama orang Arab mah enggak kayak gini, kalau Indonesia kok gini,” jelasnya.
Hingga saat ini polisi masih menyelidiki kasus ini, utamanya mengejar biong yang menjadi penyedia atau perantara jasa haram ini.