Menguji Presidential Threshold 20 Persen yang Dinilai Batasi Demokrasi

17 Juni 2018 5:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemilu. (Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemilu. (Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP)
ADVERTISEMENT
Sejumlah pihak mengajukan uji materi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai besaran PT tersebut membatasi demokrasi.
ADVERTISEMENT
Kuasa Hukum dalam gugatan ini, Denny Indrayana, mengatakan PT 20 persen yang tertuang di Pasal 222 UU No 7 Tahun 2007 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Ia mengatakan pihaknya meminta agar uji materi selesai sebelum pendaftaran Pilpres 2019 berakhir, yakni 10 Agustus 2018.
"Syarat tersebut telah menyebabkan rakyat tidak bebas memilih, karena pilihannya menjadi sangat terbatas. Maka, syarat demikian harus lagi-lagi diuji ke hadapan Mahkamah Konstitusi, karena nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945," jelas Denny dalam keterangan yang diterima kumparan pada Rabu (13/6).
Denny Indrayana berpidato (Foto: Akun Facebook Denny Indrayana)
zoom-in-whitePerbesar
Denny Indrayana berpidato (Foto: Akun Facebook Denny Indrayana)
Gugatan ini diajukan oleh 12 orang, yakni M. Busyro Muqoddas (mantan Ketua KPK dan Ketua KY), M. Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan), Faisal Basri, Hadar N. Gumay (mantan Pimpinan KPU), Bambang Widjojanto (mantan Pimpinan KPK), Rocky Gerung (Akademisi), Robertus Robet (Akademisi), Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas).
ADVERTISEMENT
Kemudian Angga Dwimas Sasongko (Profesional/Sutradara Film), Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah), Titi Anggraini (Direktur Perludem), dan Hasan Yahya (Profesional). Bertindak sebagai kuasa hukum atas permohonan ini adalah INTEGRITY (Indrayana Centre for Government, Constitution and Society).
Beberapa pendapat pun muncul, mulai dari tokoh hingga partai politik. Tentu ada yang sepakat dengan gugatan itu, ada juga pihak yang berkukuh agar mengikuti UU yang telah ada.
Jimly Asshiddiqie (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jimly Asshiddiqie (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie tak berkomentar banyak soal uji materi PT 20 persen. Namun, mantan Ketua MK tersebut mengatakan demokrasi yang tepat menggunakan PT 0 persen.
"Jadi idealnya 0 persen, tapi itu enggak wajib, itu sunah aja. Nah, threshold yang sekarang juga enggak haram namun lebih baik apa yang sudah disepakati kita tunduk kepada apa yang sudah disepakati," ucap Jimly di Rumah Dinas Ketua DPD di Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (16/6).
ADVERTISEMENT
Kata sepakat terkait uji materi itu dilontarkan oleh Partai Gerindra . Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan partainya memang tak setuju dengan besaran PT tersebut karena membatasi pilihan untuk masyarakat.
"Presidential threshold itu melukai dan menodai demokrasi. Itu meniadakan kesetaraan dan keadilan. Makanya di Pansus Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilu, kami Gerindra menolak, karena bagi kami itu sangat tidak bijaksana," ucap Riza ditemui di Rumah Dinas Ketua DPD, Sabtu (16/6).
Ia berharap MK bijaksana dalam memutuskan permohonan uji materi PT 20 persen tersebut. Serta, kata Riza, MK dapat memutuskannya dalam waktu yang cepat.
Oso Hadiri Rakor pemenangan Hanura. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Oso Hadiri Rakor pemenangan Hanura. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
Namun, Partai Hanura tampaknya tak sepaham dengan uji materi. Ketum Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) tetap mendukung PT sebesar 20 persen.
ADVERTISEMENT
OSO meminta semua pihak menghormati apa yang sudah diputuskan pemerintah dan DPR serta KPU. Sebab menurutnya hidup bernegara harus diatur dan aturan harus ditaati.
"Kita ini harus diatur hidupnya, negara harus diatur, partai juga harus diatur oleh yang mengatur yaitu KPU. Kalau KPU sudah memutuskan harus dilaksanakan, kalau umpamanya belum sepakat kembali lakukan kesepakatan," kata OSO di rumah Dinas Ketua DPD RI, Sabtu (16/6).
Menurut OSO, partai pendukung pemerintah ini belum berencana untuk mengubah sikap soal ambang batas pencalonan presiden. Jika terpaksa mengubah sikap, OSO menuturkan harus ada mekanisme pembahasan di internal partai.