Mengunjungi Masjid Tertua di Medan dan Tradisi Bubur Pedas Ramadhan

23 Mei 2018 20:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampak luar Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak luar Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tidak banyak masyarakat yang tahu bahwa Masjid Al-Osmani merupakan masjid tertua di Medan. Masjid yang berada di Jalan K. L. Yos Sudarso, Kel. Pekan Labuhan, Kota Medan. Masjid ini juga terasa sangat berbeda karena warnanya yang sangat terang.
ADVERTISEMENT
Masjid Al-Osamni didominasi warna kuning dengan sedikit guratan warna hijaunya tampak mencolok dengan gaya bangunan khas Kesultanan Deli.
Suasana di Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
Pada bagian depan, kiri dan kanan terlihat deretan makam yang beberapa di antaranya adalah makam Sultan ke-5 hingga Sultan ke-8 Kesultanan Deli, termasuk makam permaisuri dari kesultanan Malaysia.
Ketua Pengurus Masjid, Ahmad Fahruni mengatakan, makam permaisuri dari kesultanan Malaysia ada di Masjid Al-Osmani karena saat itu perjalanan menuju Malaysia sangat jauh. Akhirnya diputuskan, permaisuri dimakamkan di Masjid Al-Osmani.
“Karena saat itu, perjalanan ke Malaysia memakan waktu yang cukup lama. Maka akhirnya permaisuri dimakamkan di sini,” ujar pria yang akrab disapa Fahruni itu kepada, kumparan (23/5).
Suasana di Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
Berbeda dengan masjid lainnya, Masjid Raya Al-Osmani memiliki tradisi unik dalam penyajian menu berbuka. Setiap hari Kamis, bubur pedas menjadi hidangan utama.
ADVERTISEMENT
“Bubur pedas ini juga merupakan makanan khas Kesultanan Deli saat itu,” imbuh pria yang berprofesi sebagai guru Agama Islam di Sekolah Yaspi Medan itu.
Masjid Raya Al-Osmani berdiri pada tahun 1854, yang dibangun oleh sultan ke-7 Kesultanan Deli, yakni Sultan Osman Perkasa Alam. Mulanya masjid tersebut berbahan kayu dengan ukuran 16x16 meter berbentuk rumah panggung.
“Keinginan Sultan Osman mendirikan rumah ibadah dengan ukuran yang sangat sederhana pada saat itu tujuannya untuk mengumpulkan umat Islam, suku Melayu, yang berkembang di daerah kita ini dan juga sebagai tempat pertemuan sultan dengan rakyatnya,” terang Fahruni.
Tempat wudhu di Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tempat wudhu di Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
Ketika tahta turun ke anak kandung Sultan Osman, yakni Sultan Mahmud Perkasa Alam, Masjid Raya Al-Osmani mengalami perombakan yang besar-besaran sejak tahun 1870 hingga tahun 1872.
ADVERTISEMENT
Perubahan dilakukan pada ukuran dan desain bangunan. Selain itu, bangunan yang semula kayu juga diubah menjadi batu permanen.
Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
Fahruni menuturkan, arsitekt masjid yang berasal dari Jerman tersebut diberi waktu oleh Sultan Mahmud selama 3 bulan untuk memikirkan agar tampilan masjid tidak hanya populer pada masa itu, tetapi juga sepanjang masa.
Arsitek asal Jerman itu akhirnya memilih perpaduan gaya India, Timur Tengah, Eropa dan Melayu dan masih berdiri kokoh hingga saat ini.
“Banyak sekali renovasi masjid kita ini, lebih kurang 7 kali renovasi,” ucap Fahruni.
Suasana di dalam Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di dalam Masjid Raya Al Osmani. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
Masjid seluas 2 hektare ini, lanjut Fahruni, bisa menampung hingga seribu jemaah. Bagian depannya 500 orang, dan bagian belakangnya 500 orang.
Meski sudah berusia lebih seratus tahun, Masjid Raya Al-Osmani baru dinobatkan sebagai salah satu cagar budaya Kota Medan pada tahun 2016.
ADVERTISEMENT
“Pengunjung asing tidak pernah mendatangi masjid ini, bahkan pengunjung lokal juga jarang ada yang tahu dengan Masjid Raya Al-Osmani ini. Karena mungkin terkendala jarak ya, tidak seperti Masjid Raya Al-Mashun dan Masjid Lama Gang Bengkok,” paparnya.