Menilik Sebab Tumbangnya Calon yang Diusung PDIP dalam Pilkada 2018

28 Juni 2018 6:19 WIB
Ilustrasi PDIP (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PDIP (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejumlah hasil hitung cepat Pilkada 2018 yang telah diumumkan beberapa lembaga survei, bisa jadi bukan kabar menggembirakan untuk PDIP. Pasangan calon yang diusung partai pemerintah itu di beberapa provinsi tidak berada di urutan pertama.
ADVERTISEMENT
Di provinsi dengan jumlah pemilih cukup besar, semisal Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat, calon yang diusung partai banteng bertumbangan. Bukan hanya itu, di Jawa Tengah yang menjadi basis tradisional PDIP, perolehan suaranya tergerus cukup besar.
Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, bertumbangannya calon yang diusung PDIP berakar dari masalah kaderisasi partai tersebut. Sebagai partai mapan, PDIP masih menempatkan calon yang dirasakan agak dipaksakan.
Siti mencontohkan keputusan untuk mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat sebaga calon Gubernur Sumatera Utara dan Puti Guntur Soekarno sebagai calon Wakil Gubernur Jawa Timur. Pertimbangan mencalonkan dua orang tersebut dinilai tidak jelas.
ADVERTISEMENT
"Harusnya partai yang sudah firm pemetaannya jelas. tidak seperti ujug-ujug Djarot ditaruh di Sumatera Utara, itu berat sekali. Ujug-ujug Puti di Jawa Timur, sudah tahu basisnya di Jawa Barat," kata Siti, Rabu (27/6).
Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
Faktor 'like and dislike' dalam PDIP untuk menentukan calon kepala daerah yang hendak diusung dirasa Siti masih kental. Alasan itu dipandangnya membuat penempatan calon kepala daerah tidak diperhitungkan dengan baik.
"Yang diperhitungkan bukan faktor bukan kompetensi atau kualifikasi calon," sebutnya.
Kampanye terbuka Gus Ipul dan Puti (Foto:  ANTARA FOTO/Seno)
zoom-in-whitePerbesar
Kampanye terbuka Gus Ipul dan Puti (Foto: ANTARA FOTO/Seno)
Padahal, kata Siti, jika PDIP mempertimbangkan calon yang hendak diusung dengan baik hasilnya terbilang dominan secara raihan suara. Dia mencontohkan keputusan untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah dan Herman Heru sebagai Gubernur Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Siti Zuhro, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai orang-orang yang dicalonkan PDIP di beberapa daerah kurang memerhatikan faktor sosiologis masyarakat.
"Ketika calon yang diusung dan dipasangkan jauh dari harapan masyarakat atau kurang dikenal masyarakat itu jadi problem," ujar Ujang.
Cawagub Jabar, Anton Charliyan (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Cawagub Jabar, Anton Charliyan (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
Kurangnya perhatian PDIP kepada harapan masyarakat, disebut Ujang terlihat dalam pencalonan Anton Charliyan sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat. Meski sempat menjadi tokoh masyarakat saat menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat, purnawirawan polisi itu tidak disenangi kalangan tertentu di Bumi Pasundan.
"Sudah tahu Anton Charliyan bermasalah dengan FPI dan sebagainya, kenapa didukung?" sebutnya.