Menkes Soal Hukuman Kebiri di Mojokerto: Kalau Itu UU, Harus Diikuti

26 Agustus 2019 13:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkes kunjungi terminal Kampung Rambutan Foto: Reki Febrian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkes kunjungi terminal Kampung Rambutan Foto: Reki Febrian/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hukuman kebiri kimia akan dijalankan untuk pertama kali di Mojokerto, Jawa Timur. Hukuman itu akan dijatuhkan kepada Aris (20), pelaku pemerkosaan terhadap 9 orang anak.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menegaskan Kementerian Kesehatan menghormati putusan tersebut. Oleh karena itu, Kemenkes akan mengikuti dan mendukung apa yang sudah ditetapkan undang undang.
“Kan, sudah Undang-Undang Dasar. Kalau UU kita harus ikut, kita tidak boleh melanggar UU,” ujar Nila di gedung Kemenkes RI, Jakarta Selatan, Senin (26/8).
“Kalau seperti itu ya, saya mendukung. Dan saya juga lihat kasusnya seperti demikian, kita harus hormati,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Kementerian Kesehatan, Akmal Taher, mengamini pernyataan Menteri Kesehatan itu. Ia juga menjelaskan soal kebiri kimia memberi dampak untuk menurunkan kadar agresivitas pada lelaki, bukan membuang testis.
“Itu sudah diputuskan oleh pengadilan dan itu juga berdasarkan hasil penelitian juga. Agar tidak terlalu agresif dengan menurunkan kadar testoteronnya, dengan cara itu kita harapkan dia tidak mengganggu juga,” ujar Akmal.
ADVERTISEMENT
“Yang disuntik itu sebenarnya masih bisa balik, enggak bisa hilang semuanya. Yang dianjurkan dengan kimiawi, bukan testisnya dibuang agar sama sekali enggak punya,” lanjutnya.
Meski begitu, Akmal menyatakan hal ini masih akan didiskusikan terlebih dahulu dengan para dokter. Mereka akan membicarakan bagaimana menjalankan perintah hukum di satu sisi, serta menghormati etika profesi sisi lainnya.
Ilustrasi Kebiri Foto: qimono
“Sekarang kita belum melihat secara pasti, tetapi saya kira setiap undang-undang mesti dijalankan. Tetapi profesi juga memiliki etika yang diucapkan sumpah untuk itu, saya yakin ada jalan keluarnya,” ujarnya.
Sebelumnya, terdakwa Aris divonis bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menuntut terdakwa dengan hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Putusan perkara ini lalu naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya. Namun akhirnya, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan PN Mojokerto. Berdasarkan putusan PT Surabaya, putusan kebiri kimia dan pidana 12 tahun kurungan terhadap Aris sudah inkrah.