Menperin Tagih Realisasi Investasi Sektor Industri Korsel di Indonesia

3 Juli 2017 17:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menperin Airlangga Hartarto dan Irianto Nambrie. (Foto: Novan Nurul Alam/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menperin Airlangga Hartarto dan Irianto Nambrie. (Foto: Novan Nurul Alam/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melakukan kunjungan kerja ke Korea Selatan pada 3-6 Juli 2017. Agenda kunjungan tersebut antara lain meliputi pertemuan bisnis dengan jajaran direksi Lotte dan LG, menjadi pembicara pada kegiatan ASEAN Leadership Conference, serta mengunjungi pabrik baja Posco.
ADVERTISEMENT
Dalam kunjungannya, Menperin didampingi Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono serta Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan.
Menurut Airlangga, hubungan kerja sama ekonomi khususnya di sektor industri antara Indonesia dan Korea Selatan harus diperkuat. Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Korea Selatan adalah investor nomor tiga terbesar di Indonesia.
Di sektor industri manufaktur, perusahaan-perusahaan Korea Selatan berkontribusi hingga 71 persen dari total investasi selama lima tahun terakhir sebesar 7,5 miliar dolar AS. Investasi tersebut diklaim mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 900 ribu orang.
Airlangga mengaku tengah membidik investor Korea Selatan, Lotte Chemical Titan, agar segera merealisasikan penanaman modalnya sebesar 3 miliar dolar AS hingga 4 miliar dolar AS yang akan memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak 2 juta ton per tahun.
ADVERTISEMENT
“Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lain,” kata Airlangga di Seoul, Korea Selatan, seperti dikutip dari laman Kementerian Perindustrian, Senin (3/7).
Apalagi, kata dia, Kementerian Perindustrian tengah memfokuskan industri petrokimia sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pembangunannya di dalam negeri karena berperan penting sebagai pemasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetika, hingga farmasi.
Menurut Airlangga, kemenperin juga telah mengusulkan agar industri petrokimia, termasuk sektor yang perlu mendapatkan penurunan harga gas karena merupakan sektor pengguna gas terbesar dalam proses produksinya.
“Dengan harga gas yang kompetitif, daya saing industri petrokimia nasional semakin meningkat,” ujarnya.
Selain itu, sektor strategis lainnya yang sedang dipacu pengembangannya di Indonesia adalah industri baja. Upaya ini untuk mendorong pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten, yang akan memproduksi hingga 10 juta ton baja pada tahun 2025.
ADVERTISEMENT
“Sektor ini sebagai mother of industry karena produknya merupakan bahan baku utama bagi kegiatan sektor industri lainnya,” katanya.
PT Krakatau Steel (KS) dan perusahaan baja Korea Selatan, Posco, telah berkomitmen mendukung pembangunan klaster 10 juta ton baja tersebut. Saat ini, kapasitas produksi PT KS digabungkan dengan PT Krakatau Posco (perusahaan patungan PT KS dan Posco) di Cilegon telah mencapai 4,5 juta ton.
Jumlah itu akan kembali meningkat dengan beroperasinya pabrik HSM#2 berkapasitas 1,5 juta ton pada akhir tahun 2019. Dengan begitu, kata Airlangga, total produksi baja akan mencapai 6 juta ton.
"Artinya, hanya perlu menambah 4 juta ton untuk mencapai proyek 10 juta ton dari klaster tersebut. Klaster baja Cilegon ini bakal menghasilkan baja gulungan untuk konstruksi, baja lembaran untuk peralatan rumah tangga, perkapalan, mobil, hingga baja lembaran berkualitas tinggi," kata Airlangga.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, dalam kegiatannya menjadi narasumber pada ASEAN Leadership Conference, Airlangga akan mamaparkan mengenai perkembangan terkini industri di Indonesia termasuk program dan kebijakan pengembangannya serta tentang roadmap Industri 4.0 dan transformasi pendidikan vokasi industri.