Menpora Imam Nahrawi Akan Jadi Saksi Sidang Dugaan Suap KONI

29 April 2019 8:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi di TPS 01 Kompleks Widya Chandra, Jakarta. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi di TPS 01 Kompleks Widya Chandra, Jakarta. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Sidang kasus dugaan suap dana hibah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) akan kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/4).
ADVERTISEMENT
Rencananya, salah satu saksi yang akan dihadirkan adalah Menpora Imam Nahrawi. Imam akan menjadi saksi untuk terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy.
"Infonya saksi ada Menpora," kata pengacara Ending, Arief Sulaiman, saat dikonfirmasi, Senin (29/4).
Selain Imam, rencananya sidang juga akan menghadirkan tiga saksi lainnya yakni Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo, dan staf Kemenpora Eko Triyanto. Ketiganya berstatus tersangka karena menerima suap dari Fuad Hamidy.
Terdakwa Ending Fuad Hamidy saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/4). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Nama Imam Nahrawi masuk dalam surat dakwaan Fuad dan Johny, yang disebut sebagai pemberi disposisi surat KONI kepada Mulyana.
Perkara ini bermula pada Januari 2018 saat Ketua Umum KONI Tono Suratman mengajukan permohonan dana hibah kepada Kemenpora sebesar Rp 51,529 miliar. Surat itu tertanggal 28 Desember 2017.
ADVERTISEMENT
Permohonan dana itu bertujuan untuk kegiatan pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada Asian Games dan Asian Para Games Tahun 2018. Total dana yang diminta adalah sebesar Rp 51.529.854.500.
Menindaklanjuti surat permohonan tersebut, Imam kemudian memberikan disposisi surat kepada Mulyana untuk ditelaah. Kemudian surat itu dilanjutkan kepada asisten Mulyana, PPK, dan tim verifikasi untuk dilakukan kajian layak tidaknya permohonan itu direalisasikan.
Bendahara Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jhonny E Awuy menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Untuk memperlancar proses permohonan dana itu, Fuad kemudian memberikan mobil Fortuner kepada Mulyana seharga Rp 489 juta, yang diberikan pada April 2018.
Hasil verifikasi kemudian menyatakan dana hibah disetujui dengan nilai total uang yang akan diberikan Rp 30 miliar. Jumlah itu berkurang dari yang diajukan sebesar yakni Rp 51,529 miliar.
ADVERTISEMENT
Setelah proposal dipastikan diterima, Mulyana dan Adhi menyarankan agar Fuad berkordinasi dengan Aspri Menpora, Miftahul Ulum, terkait jumlah fee yang harus diberikan KONI kepada Kemenpora pihak.
Fuad kemudian berkordinasi dengan Miftahul dan menyatakan akan mendapatkan fee yang besarannya 15-19 persen dari total dana yang diterima. Atas saran itu, Fuad kembali memberi Rp 300 juta ke Mulyana.
Menurut jaksa, KONI kemudian mengajukan dana hibah lagi yang terkait dengan kegiatan dukungan KONI pusat, dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih berprestasi tahun kegiatan 2018.
Asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, yaitu Miftahul Ulum bersaksi di sidang lanjutan terdakwa Ending Fuad Hamidy, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/4). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
KONI mengusulkan dana Rp 21,062 miliar, sedangkan dana teralisasi sebesar 17,971 miliar. Atas hal itu, Fuad kembali berkonsultasi dengan Miftahul mengenai daftar penerima dan besaran dana suap yang harus dikeluarkan KONI.
ADVERTISEMENT
Di kasus ini, Fuad didakwa menyuap Mulyana, Adhi, dan Eko. Suap diberikan agar ketiganya membantu mempercepat persetujuan dan pencairan hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun 2018.
Suap yang diberikan berupa uang, handphone, hingga mobil. Untuk Mulyana, suap yang diterima adalah mobil Fortuner, uang Rp 300 juta, kartu ATM berisi saldo Rp 100 juta, serta satu handphone Samsung Galaxy Note 9. Sementara Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima uang Rp 215 juta.