Menteri Denmark Sebut Puasa Ramadhan Berbahaya bagi Masyarakat

24 Mei 2018 9:24 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Imigrasi Denmark Inger Stojberg. (Foto: AFP/ John Thys)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Imigrasi Denmark Inger Stojberg. (Foto: AFP/ John Thys)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang menteri di Denmark menuai kecaman setelah mengatakan puasa Ramadhan yang dilakukan umat Islam membahayakan masyarakat. Menteri ini memang dikenal kontroversial, terutama terkait kehidupan para imigran Muslim di negaranya.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Menteri Imigrasi Denmark Inger Stojberg itu disampaikannya dalam kolom opini di media BT pada Senin (21/5). Dalam tulisannya tersebut, dia mempertanyakan ibadah Ramadan yang telah dilakukan sejak 1.400 tahun lalu di zaman Nabi Muhammad bisa diterapkan dalam pasar pekerja dan situasi sosial di Denmark pada 2018.
"Kita harus menghadapi masalah yang diberikan Ramadan kepada kita saat ini. Tidak terbantahkan, ada perbedaan tingginya kebutuhan pada masyarakat modern dan efisien seperti Denmark dibanding Madinah selama masa Muhammad (sekitar 570-632)," tulis Stojberg.
Dia mencontohkan, saat ini jam kerja panjang dan melibatkan mesin-mesin yang berbahaya. Pekerja yang tidak makan dan minum 18 jam -waktu puasa di Denmark- akan membahayakan dirinya dan orang lain.
ADVERTISEMENT
"Bus yang melaju saat jam sibuk dikendarai supir yang tidak makan dan minum lebih dari 10 jam, rumah sakit yang seharusnya juga beroperasi selama Ramadan seperti hari lainnya, hanya sebagian contoh. Dengan kata lain, Ramadan memberikan kita tantangan praktis, keamanan, dan produktivitas pada masyarakat modern," kata dia.
Dalam penghujung tulisannya, dia menyerukan umat Muslim Denmark agar melakukan ibadah Ramadan dengan cara yang "tidak punya dampak merugikan bagi masyarakat Denmark lainnya."
Umat muslim saat beribadah (Foto: AFP PHOTO / Olivier Douliery)
zoom-in-whitePerbesar
Umat muslim saat beribadah (Foto: AFP PHOTO / Olivier Douliery)
Tuai Kecaman
Komentar Stojberg menuai kecaman dari para Muslim Denmark dan advokat imigran di negara tersebut. Salah satunya adalah Natasha al-Hariri, pengacara Muslim di Denmark, yang mengatakan ucapan Stojberg sama sekali tidak berdasarkan statistik yang jelas.
"Ini menteri yang seharusnya memperkuat integrasi dan persatuan sosial di antara masyarakat. Tapi yang dia lakukan malah sebaliknya: Dia memicu perdebatan atas hal yang tanpa angka, tanpa statistik, dan tanpa anekdot," kata Al-Hariri seperti dikutip dari New York Times.
ADVERTISEMENT
Kecaman juga datang dari partai Stojberg sendiri, Partai Liberal, yang mengaku berlepas tangan dari tulisan tersebut.
"Di Denmark ada ruang untuk semua orang - jika kau mengimani Yesus, Allah, atau Buddha - selama kalian memenuhi kewajiban dan bertanggung jawab atas tindakan kalian," kata Fatma Oktem, anggota Partai Liberal.
Hal yang sama disampaikan Jacob Jensen, anggota Parlemen dari Partai Liberal. Dia mengatakan politisi seharusnya tidak ikut campur dalam pekerjaan masyarakat.
Copenhagen (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Copenhagen (Foto: Wikimedia Commons)
"Jika perawat tidak makan atau ada pesta Natal, ada kepala perawat yang mengurusnya. Ini bukan sesuatu yang seharusnya dicampuri politisi," kata Jensen.
Juru bicara Arriva, operator bus di Denmark, mengatakan selama ini tidak pernah ada kecelakaan bus yang terjadi akibat supirnya berpuasa Ramadan.
ADVERTISEMENT
"Kami punya informasi dan selebaran Ramadan berisi saran bagaimana mengemudi saat Ramadan. Kami telah melakukannya bertahun-tahun," kata jubir Arriva.
Menteri Kontroversial
Stojberg memang kerap memicu kontroversi. Pada Maret 2017, dia memicu kecaman setelah fotonya yang makan kue merayakan diloloskannya pelarangan imigrasi tersebar di Facebook.
Tindakannya itu dianggap bertentangan dengan kondisi Eropa yang saat itu tengah menerima para imigran dan pencari suaka dari negara-negara konflik di Timur Tengah.
Pada Januari 2016, Stojberg mengecam kabar yang menyebutkan tempat penitipan anak di kota Aalborg melarang anak-anak makan daging babi. Menurut Stojberg larangan itu adalah akibat multikulturalisme antara Muslim dan warga Denmark.
Namun ternyata kabar tersebut palsu alias hoaks, Stojberg mengaku menyesal pernah menyinggungnya.
ADVERTISEMENT